MOMENTUM, Pesawaran-- Klaim masyarakat yang mengatas namakan warga Desa Tamansari, Gedongtataan, Pesawaran terhadap lahan PTPN VII Unit Wayberulu masih berlanjut.
Terakhir, massa yang dimotori Kades Tamansari Fabian Jaya melakukan demonstrasi di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Pesawaran, Senin (26/6/23). Tuntutan mereka masih sama dengan aksi sebelumnya di BPN Provinsi Lampung. Yakni, pengukuran ulang lahan.
Pada aksi yang diikuti sekitar 350 orang itu, para pendemo merangsek masuk ke pelataran Kantor BPN Pesawaran. Dalam orasinya, mereka menuntut BPN melakukan pengukuran ulang lahan yang saat ini berstatus tanah negara yang dikelola PTPN VII. Yakni, untuk budidaya karet. Alasan tuntutan itu, kata pendemo, karena izin Hak Guna Usaha (HGU) PTPN VII telah habis, PTPN VII dikatakan tidak membayar pajak, dan tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya.
Mencermati kasus ini, pengamat agraria dari Unila Dr. FX Sumarja, S.H.,M.Hum menyatakan prihatin. Dosen senior yang membidangi Hukum Agraria/Pertanahan mengatakan, kasus tersebut seharusnya tidak perlu sampai pada pengerahan massa. Sebab, kata dia, status lahan PTPN VII di Unit Wayberulu itu adalah hasil nasionalisasi perusahaan Belanda oleh Pemerintah Indonesia.
"Kasus sengketa lahan di PTPN VII Wayberulu itu sebenarnya tidak serumit sengketa tanah lain di Lampung. Sebab, lahan PTPN VII itu jelas asalnya. Itu kan warisan dari Belanda setelah proses nasionalisasi aset. Artinya, kalau mau diklaim, seharusnya sudah sejak awal kemerdekaan. Nah, kalau sekarang ada yang merasa dirugikan, tinggal diperkarakan secara hukum saja," kata dia.
Lebih lanjut ada dalil hukum, untuk mengklaim suatu kepemilikan yang secara hukum telah final, tidak ada cara lain kecuali di pengadilan, billa mediasi mengalami jalan buntu. Dalam konteks ini, dia memaklumi jika pihak Kementerian Agraria dan Tata Ruang BPN hanya memberi satu opsi legal tersebut. Sebab, opsi lain sebagaimana dituntut oleh pendemo, adalah jalur yang tidak memiliki landasan hukum.
"Sampai kapanpun pihak BPN (ATR BPN) yang akan tetap begitu arahan solusinya. Sebab, opsi lain akan menjadi ilegal. Jadi, menurut saya, laporkan saja PTPN VII itu ke Polisi, lalu diproses, dan diputuskan Pengadilan. Nah, di sidang pengadilan itulah diadu data dan dokumen. Itu paling fair," kata dia. (*)
Editor: Muhammad Furqon