MOMENTUM, Bandarlampung-- Ratusan warga Kecamatan Anaktuha, Lampung Tengah, berunjuk rasa ke Kantor Pemprov Lampung pada Senin, 2 Oktober 2023.
Mereka mengaku terintimidasi aparat kepolisian soal pengamanan di lahan sengketa dengan PT Bumi Sentosa Abadi (BSA).
Ratusan massa itu gabungan dari elemen mahasiswa, warga kampung Negaraaji Tua, Negaraaji Baru dan Bumiaji yang ada di Kecamatan Anaktuha, Lampung Tengah.
Tim Kuasa Hukum ketiga desa itu, Arif Darmawan meminta aparat kepolisian meninggalkan lokasi karena berdampak terhadap mental dan psikologis warga.
"Mengapa sih kita (warga) ini selalu dibenturkan dengan polisi, ini warga ketakutan luar biasa karena banyaknya kepolisian, kami meminta anggota kepolisian itu segera ditarik dari lokasi," ucap Darmawan saat dengar pendapat dengan Anggota Komisi I DPRD Provinsi Lampung di pemprov setempat.
Dia juga meminta agar tidak ada lagi intimidasi kepada masyarakat di tiga kampung, Kecamatan Anaktuha.
"Karena jujur saya ke sana itu masyarakat kayak diintai terus, jadi seakan-akan masyarakat seperti dikurung oleh ketakutan," jelasnya.
Tak hanya itu, pihaknya juga mendesak agar pihak kepolisian membebaskan satu warga Kecamatan Anaktuha yang saat ini masih ditahan.
"Kami minta bebaskan warga kecamatan Anaktuha yang masih ditahan, karena masih ada satu masyarakat yang ditahan oleh pihak kepolisian," ungkapnya.
Kemudian, Tokoh Adat Kecamatan Anaktuha, Firdaus mengatakan, saat ini warga merasa diintimidasi oleh aparat kepolisian yang setiap hari berpatroli pasca eksekusi lahan di PT Bumi Sentosa Abadi (BSA) beberapa waktu lalu.
"Setiap hari banyak polisi, mereka (polisi) mengintimidasi warga dengan tidak boleh berbenturan dengan mereka,"kata Firdaus.
Firdaus menjelaskan, perkara pembuktian keabsahan surat baik dari warga dengan pihak perusahaan masih bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Gunungsugih, Lampung Tengah.
"Permasalahan ini masih bergulir di PN Gunungsugih, untuk itu baiknya biarkan proses itu berjalan terlebih dahulu, jangan langsung dieksekusi,"ujarnya.
Firdaus mengatakan, lahan seluas lebih dari 800 hektare merupakan tanah adat yang diwariskan secara turun temurun. Namun, sebaliknya, lahan tersebut dikelola oleh PT BSA dengan sistem hak guna usaha (HGU).
"Kamis 21 September 2023, tanah tumbuh petani digusur oleh PT BSA, kami tidak tahu mau minta perlindungan dengan siapa. Sengketa itu perkaranya masih berjalan di PN Gunungsugih," jelas Firdaus.
Di sisi lain, Wakil Ketua Komisi I DPRD Provinsi Lampung Mardani Umar menyarankan dari kuasa hukum warga untuk meminta surat kepada pengadilan untuk menunda digusurnya lahan tersebut.
"Kita akan segera tindak lanjuti, memanggil beberapa pihak yang terkait, karena di sini kita melihat ada perbedaan pendapat baik warga maupun pihak PT BSA," ujarnya.
"Warga mengeklaim tanah tersebut adalah tanah adat yang sudah digarap oleh masyarakat sebelum keluarnya HGU, sementara HGU ini baru 2024, Insyallah akan kita selesaikan dengan cepat," tambah dia.
Kemudian, ihwal aparat kepolisian yang membuat masyarakat merasa terintimidasi berada di lahan tersebut, Mardani mengatakan, supaya warga berkonsultasi dengan kuasa hukumnya.
"Warga ini sudah diwakili oleh kuasa hukum, sengketa tanah ini juga perkaranya sedang berjalan di persidangan, oleh karena itu supaya meminta penarikan aparat keamanan di lokasi tersebut oleh pengadilan setempat," terangnya.
Ramdani menyampaikan, dalam waktu dekat ini pihaknya akan mengadakan rapat terkait penyelesaian kasus tersebut.
"InsyaAllah minggu ini akan kita barengi rapatnya dengan masalah kawasan hutan register yang ada di Waypisang, Lampung Selatan," imbuhnya.
Berikut lima tuntutan yang dilayangkan massa unjuk rasa:
1. Mendesak pemerintah mengambil langkah tegas untuk mengusut semua segala bentuk pelanggaran yang terjadi di Kecamatan Anak Tuha terhadap penggusuran tanam tumbuh petani.
2. Mencabut perpanjang HGU milik perusahaan PT BSA.
3. Membebaskan warga petani yang masih ditahan tanpa syarat.
4. Meminta Kepolisian RI melakukan pengusutan tuntas terhadap jajarannya (Polda Lampung) dalam pengawalan penggusuran lahan Petani yang masih dalam sengketa di PN Gunungsugih.
5. Menyerukan dan menuntut agar pemerintah untuk kembali kepada cita-cita bersama yang terdapat di dalam Undang-undang Dasar 1945, dan Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria. (*)
Editor: Muhammad Furqon