MOMENTUM, Bandar Lampung--Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama (FUSA) Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung (RIL) menggelar Stadium General bertajuk “Membangun Karakter Mahasiswa Melalui Pewarisan Nilai-Nilai Kearifan Lokal” di Ballroom kampus setempat, Rabu (01-10-2024).
Acara ini menghadirkan narasumber, yakni Dr H Lebba Abdul Malik SAg MSi dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Wakil Rektor III UIN RIL, Prof Dr H Idrus Ruslan MAg, menyoroti pentingnya kearifan lokal di era teknologi yang semakin canggih. “Teknologi saat ini mempermudah banyak hal, namun di sisi lain, bisa menimbulkan krisis identitas dan perilaku individualis. Mahasiswa harus mempersiapkan diri dengan keterampilan yang tidak bisa tergantikan oleh AI (Artificial Intelligence),” ujarnya.
Prof Idrus juga menyebutkan, empat profesi yang tidak dapat digantikan oleh AI, yakni desainer, penulis, pendidik, dan pemimpin. Ia berharap agar para mahasiswa dapat menyimak dengan baik materi yang disampaikan dalam Stadium General ini dan memanfaatkannya untuk pengembangan diri.
Sementara itu, Dr Lebba Abdul Malik dalam materinya memaparkan tentang Revitalisasi Pendidikan Ushuluddin untuk Membangun Generasi Cerdas Berbasis Agama (Membangun Karakter Mahasiswa (i) melalui Pewarisan Nilai Sosial “PESSE” sebagai Model Empati di Perguruan Tinggi).
Menurutnya, pendidikan tidak hanya berfokus pada kecerdasan intelektual, tetapi juga pada pembentukan karakter mahasiswa. Dr. Lebba menggarisbawahi pentingnya pewarisan nilai sosial pesse’ sebagai model empati di perguruan tinggi.
Pesse’ dalam tradisi Bugis dan pacce dalam tradisi Makassar mengajarkan tentang empati mendalam terhadap sesama dan menjadi penyeimbang nilai siri’, yang berkaitan dengan harga diri dan kehormatan.
“Revitalisasi ini adalah proses kita untuk memperbaiki diri dalam pembentukan karakter. Mahasiswa perlu mengembangkan empati dan kepedulian sosial sebagai modal penting di perguruan tinggi,” jelasnya.
Ia juga menjelaskan tentang konsep empati secara etimologi, yang berasal dari kata empatheia dalam bahasa Yunani, yang berarti ikut merasakan. Empati adalah kemampuan seseorang untuk memahami dan merasakan apa yang dialami oleh orang lain, sehingga dapat menumbuhkan sikap toleransi dan kepedulian sosial.
Menutup materinya, Dr. Lebba menyampaikan pepatah Bugis “Mesa’ kada dipotuo, pantang kada di pomate”, yang berarti pentingnya menyatukan kata dengan perbuatan, sebagai kunci dalam mewariskan nilai empati dan membangun generasi berkarakter.
“Dibalik kegagalan dan kesusahan ada hikmah, serta di balik hikmah Insya Allah ada kesuksesan. Kalau bukan kita siapa lagi, kalau bukan sekarang kapan lagi kita menjadi yang terbaik,” tandasnya.
Acara ini dihadiri oleh Dekan FUSA Dr Ahmad Isnaeni MA, para wakil dekan, dosen, tendik di lingkungan FUSA. Stadium General tersebut diikuti dengan antusias oleh para mahasiswa baru FUSA tahun akademik 2024/2025 yang hadir.(**)
Editor: Agus Setyawan