FUSA UIN RIL Kembali Gelar Konferensi Internasional IConAIS 2024

img
Konferensi Internasional IConAIS 2024

MOMENTUM, Bandar Lampung--Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama (FUSA) Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung (RIL) kembali menyelenggarakan Konferensi Internasional bertajuk IConAIS 2024 (International Conference on Advanced Multidisciplinary Studies).

Acara ini berlangsung selama dua hari, 9-10 Oktober 2024, di Ballroom Kampus dan Lamban UIN Pusdiklat Pascasarjana UIN RIL.

Konferensi yang mengangkat tema "Advancing Islamic Studies: Exploring Diversity, Dynamic, and Dialogue of Contributions to Global Civilizations" ini dibuka secara simbolis oleh Wakil Rektor III, Prof Dr H Idrus Ruslan MAg bersama Dekan FUSA, Dr Ahmad Isnaeni MA.

Dalam sambutannya, Prof Idrus menekankan pentingnya keanekaragaman dan dialog antaragama.

"Tema yang diusung sangat relevan, karena manusia adalah makhluk sosial sekaligus religius yang memiliki keyakinan. Al-Quran sebagai kitab suci umat Islam juga menyampaikan pesan perdamaian dan toleransi. Islam adalah rahmatan lil 'alamin, membawa berkah tidak hanya bagi umat Islam, tapi seluruh alam semesta," ungkapnya.

Ia menambahkan, melalui konferensi ini diharapkan peserta dapat memperluas pemahaman bahwa Islam mengajarkan kedamaian dan toleransi. "Kami juga ingin meningkatkan kolaborasi akademisi, peneliti, dan praktisi dari berbagai disiplin ilmu serta menemukan solusi atas permasalahan global yang dihadapi umat manusia," ujar Prof Idrus.

IConAIS 2024 ini menghadirkan narasumber internasional, di antaranya Prof Dr Ahmad Thib Raya MA dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; Prof Dr Mohd Roslan Mohd Nor dan Prof Dr Mustaffa bin Abdullah dari University of Malaya, Malaysia; Prof Mein-Woei Suen PhD., dari Asia University, Taiwan; serta Prof Abdunrohman Mukem PhD., dari Institute of Asian Studies, Chulalongkorn University, Thailand.

Dalam paparannya, Prof Ahmad Thib Raya dengan topik "Contemporary Approaches and Methods in Living Qur’an.", ia  mengajak peserta untuk membumikan Al-Qur'an secara utuh, mulai dari memahami huruf, kata, hingga makna ayat-ayatnya.

“Pertama, kita pelajari huruf-huruf Al Qur’an, kemudian pelajari kata-kata Al Qur’an, pelajari makna ayat Al-Qur’an, lalu kita kaji, kemudian kita ajarkan Al Qur’an kepada orang lain. Setelah itu kita implementasikan Al Qur’anul karim di kehidupan sehari-hari,” terang Prof Thib.

"Akhlak Nabi adalah Al-Qur’an itu sendiri, dan jika kita ingin memiliki karakter yang baik, maka harus mengimplementasikan nilai-nilai Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari,” tambahnya mengutip hadist yang disampaikan melalui Aisyah r.a.

Selain itu, Prof Dr Mohd Roslan Mohd Nor membahas hubungan antaragama dalam Islam awal dan relevansinya di era modern melalui kajiannya, "Interreligious Relations in Early Islam and Their Relevance in the Modern Era: A Study of Umar’s Assurance of Safety to the People of Bayt al-Maqdis." Ia menguraikan pentingnya jaminan keamanan yang diberikan Khalifah Umar kepada masyarakat Bayt al-Maqdis sebagai bentuk toleransi dan perlindungan terhadap kebebasan beragama.

Sementara itu, Prof Dr Mustaffa bin Abdullah memaparkan realitas dan tantangan dalam kajian tafsir Al-Qur’an di Malaysia. Dalam sesinya yang bertajuk "The Realities and Challenges in Quranic Interpretation in Malaysia," ia menjelaskan bahwa perkembangan kajian tafsir Al-Qur’an saat ini semakin pesat, namun umat Muslim masih menghadapi dua masalah utama yang perlu segera diatasi agar pemahaman terhadap ayat-ayat Al-Qur’an tidak menyimpang.

"Pertama, perbedaan dalam penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an di kalangan umat Muslim telah menyebabkan perpecahan dan permusuhan. Hal ini berasal dari perbedaan metodologi dan aliran pemikiran. Kedua, penafsiran yang menyimpang akibat kurangnya pengetahuan dasar tentang bahasa Arab dan pemahaman ilmu-ilmunya,” jelas Prof Mustaffa.

Ia menegaskan, penyelesaian kedua masalah tersebut memerlukan kedewasaan intelektual dan kebijaksanaan para ulama. "Dibutuhkan pendekatan yang bijaksana dari para cendekiawan untuk menjembatani perbedaan dan memastikan umat Muslim memiliki pemahaman yang tepat terhadap Al-Qur’an," tambahnya.

Adapun, Prof Abdunrohman Mukem PhD, dari Institute of Asian Studies, Chulalongkorn University, Thailand, menjelaskan, pendidikan Islam dibangun atas dua prinsip utama, menuntut ilmu adalah kewajiban agama dan proses seumur hidup, serta adanya korelasi antara pengetahuan dan tindakan demi kesejahteraan umat Muslim dan kemanusiaan pada umumnya.

“Pembelajaran Islam bertujuan membentuk individu yang dapat memberikan kontribusi nyata kepada masyarakat,” paparnya.

Sementara itu, Prof Mein-Woei Suen PhD., memaparkan perkembangan teknologi dengan topik "Generative AI and Sustainable Development: Psychological Applications, Challenges, and Innovations." Ia menjelaskan bagaimana kecerdasan buatan (AI) generatif dapat diterapkan dalam pembangunan berkelanjutan serta tantangan dan inovasi yang muncul dari kemajuan teknologi ini.

Ketua Panitia IConAIS 2024, Ahmad Muttaqin MAg., dalam laporannya menyebutkan, konferensi ini diikuti oleh lebih dari 100 presenter dari berbagai bidang akademis, baik nasional maupun internasional. Ia berharap acara ini menjadi tonggak dalam pengembangan studi Islam di Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama.

Pada opening ceremony itu juga dilakukan penandatanganan Letter of Intent (LoI) yang dilakukan oleh Dekan FUSA Dr Ahmad Isnaeni MA, dengan Prof Mein-Weei Suen PhD dari Asia University Taiwan, dan Prof Abdunrohman Mukem PhD dari Institute of Asian Studies Chulalongkorn University Thailand.

Konferensi IConAIS 2024 diharapkan menjadi agenda tahunan yang membawa dampak positif bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan moderasi beragama.(**)






Editor: Agus Setyawan





Leave a Comment

Tags Berita

Featured Videos