MOMENTUM, Pringsewu -- Kementerian Kebudayaan RI berkolaborasi dengan Komisi X DPR RI menggelar Diskusi Budaya yang membahas tiga tema sekaligus. Kegiatan berlangsung selama dua hari, Sabtu–Minggu (29–30/11/2025), di Hotel Urban Pringsewu.
Tiga tema yang diangkat dalam Diskusi Budaya tersebut meliputi: merawat akar budaya, regenerasi musik tradisional Lampung di era digital, serta pelatihan dan pengembangan kreativitas dalam menjaga warisan Tapis Lampung. Selain itu, juga dibahas budaya Lampung di era digital berikut peluang dan tantangannya.
Agenda ini menjadi bagian dari upaya memperkuat komitmen Kementerian Kebudayaan RI bersama Komisi X DPR RI dalam mendorong pelestarian budaya daerah. Diskusi menghadirkan sejumlah narasumber sesuai bidang masing-masing dan diikuti sekitar 210 peserta.
Anggota DPR RI dari Dapil Lampung I, Muhammad Khadafi, melalui sambungan zoom meeting, berharap forum ini menjadi momentum bagi masyarakat—khususnya generasi muda—untuk semakin mencintai dan melestarikan musik tradisional Lampung sebagai identitas budaya sekaligus kekayaan seni Nusantara.

Khadafi juga menyoroti perkembangan Tapis Lampung yang telah dikenal di tingkat internasional berkat kekhasan dan nilai budayanya. Menurut dia, Tapis tidak hanya berfungsi sebagai benda budaya yang disimpan di museum, tetapi terus berkembang mengikuti zaman. Saat ini, Tapis banyak tampil di berbagai ajang fashion, baik dalam maupun luar negeri.
Ia menambahkan, kreativitas generasi muda mendorong perkembangan Tapis menjadi ikon fashion modern. Ragam produk turunan Tapis kini semakin luas, mulai dari pakaian, dekorasi rumah, hingga aksesori dan kolaborasi dengan alas kaki. Keberadaannya juga semakin mudah ditemui melalui platform digital seperti Instagram, TikTok, dan marketplace.
“Saat orang mengingat Lampung, mereka akan teringat Tapis. Motif dan filosofinya kini hadir dalam berbagai bentuk dan semakin dekat dengan kehidupan sehari-hari,” ujarnya.
Narasumber lain, Algustomi, membawakan materi berjudul Merawat Budaya Nusantara: Tantangan dan Solusinya. Ia menegaskan bahwa Indonesia adalah bangsa multikultural dengan kekayaan budaya, suku, dan agama yang harus dijaga. Menurutnya, keberagaman bisa menjadi sumber konflik jika tidak disikapi dengan bijak, tetapi justru melahirkan kerukunan jika dihargai.
Ardiansyah, narasumber berikutnya, menekankan pentingnya regenerasi budaya di tengah perkembangan teknologi. Ia menilai musik tradisional Lampung dapat tetap diminati generasi muda melalui pendekatan kreatif dan optimalisasi platform digital.
Sejumlah narasumber lain turut berkontribusi dalam diskusi, di antaranya Lili Basuki (owner Kinan Tapis), Arum Arupi Kusnidar (akademisi pendamping koperasi dan UMKM), serta Dini dari Kementerian Kebudayaan RI. (**)
Editor: Muhammad Furqon
