Harianmomentum--Salah satu tujuan bangsa
Indonesia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 adalah mencerdaskan
kehidupan bangsa dan melindungi segenap tumpah darah Indonesia.
Selain itu, Pancasila
merupakan dasar negara Indonesia yang kemudian dijabarkan melalui Undang-Undang
Dasar, hal tersebut perlu dipahami oleh seluruh rakyat Indonesia dalam
menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai musyawarah dan mufakat
yang ada dalam masyarakat perlu menjadi pedoman bagi masyarakat dalam
menyelesaikan konflik yang ada di masyarakat.
Secara
teoritis, konflik memiliki sisi positif dan sisi negatif, dalam hal tersebut
konflik dapat terjadi antar individu maupun antar kelompok. Sisi positif
konflik adalah adanya kemajuan dan inovasi, namun demikian konflik juga
memiliki dampak negatif berupa adanya kerusuhan maupun kerusakan.
Tahapan
terjadinya konflik yaitu munculnya konflik kepentingan, yang berdampak
munculnya konflik psikologi, apabila hal tersebut tidak dapat diredusir akan
menimbulkan terjadinya konflik fisik yang sangat merugikan.
Oleh karena itu, salah satu tugas penting Pemerintah Pusat dan Pemda adalah
memelihara keamanan dan ketertiban dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan
bernegara, dengan terus menyelesaikan setiap permasalahan bukan dengan berdebat
yang diakhiri dengan sengketa atau konflik, melainkan melalui semangat gotong
royong dan mengedepankan kearifan lokal seperti yang diajarkan dalam Pancasila
dan UUD 1945.
Disisi yang lain, masyarakat juga diharapkan dapat berperan aktif untuk
bersama-sama menjaga kondusifitas wilayahnya, sehingga pembangunan dapat
berjalan secara maksimal. Komposisi masyarakat Indonesia yang heterogen
merupakan suatu kelebihan kita bersama, oleh karena itu seluruh forum-forum di
masyarakat dapat dimaksimalkan oleh Pemda ataupun pemangku kepentingan lainnya untuk
mendeteksi dan mengantisipasi terjadinya konflik.
Sebagai salah satu contoh saja, heterogenitas masyarakat di Kepulauan Mentawai,
Sumatera Barat merupakan salah satu kelebihan masyarakat Mentawai, oleh karena
itu motto "Musara Kasimaeru" yang berarti bersama menuju kebaikan
dapat menjadi pedoman bagi masyarakat dalam melaksanakan kehidupan sehari-hari.
Selain itu, masyarakat juga perlu mengedepankan toleransi sebagai kunci untuk
menjaga persatuan dan kesatuan wilayah Mentawai.
Kearifan lokal
Jika
diterjemahkan secara sederhana, kearifan lokal terdiri dari dua kata yaitu
kearifan (wisdom) atau kebijaksanaan dan lokal (local) atau setempat. Jadi
kearifan lokal adalah Ide dan gagasan atau pengetahuan yang lahir dari
masyarakat setempat dalam menjalankan kehidupan di lingkungan sekitar.
Menurut
Antariksa (2009), kearifan lokal merupakan unsur bagian dari tradisi-budaya
masyarakat suatu bangsa, yang muncul menjadi bagian-bagian yang ditempatkan
pada tatanan fisik bangunan (arsitektur) dan kawasan (perkotaan) dalam geografi
kenusantaraan sebuah bangsa.
Ciri
kemajemukan suatu komunitas atau wilayah (geografis) seperti Indonesia yang
berbentuk kepulauan harus diterima sebagai kenyataan objektif yang mengandung
potensi konflik.
Sumber
konflik dalam suatu negara antara lain konflik separatis, perebutan sumber daya
alam, persoalan SARA, etnisitas, kesenjangan ekonomi, kriminalitas,
pengangguran, perang saudara, pemberontakan bersenjata, politik, dan
sebagainya.
Indonesia
memiliki potensi konflik cukup laten, jika tidak dikelola secara bijak dapat
menimbulkan disintegrasi, yaitu potensi konflik antarsuku, agama, ras,
golongan, pusat-daerah, sipil-militer,lembaga- lembaga pemerintah atau negara,
Jawa-non Jawa, penguasa-masyarakat, dan lain-lain.
Selain
itu, terdapat potensi konflik yang mewarnai implementasi otonomi daerah,
seperti konflik antarpemerintah lokal (saling berbatasan), konflik
antarkekuatan rakyat berbasis lokal melawan aparat pemerintah, konflik antara
pemerintah daerahdan pemerintah pusat, dan sebagainya.
Umumnya
konflik tentang identitas dalam suatu masyarakat cenderung lebih kompleks,
bertahan lama serta sulit dikelola, sedangkan konflik yang berciri primordial
sulit dipecahkan karena bersifat emosional.
Perkembangan media sosial juga perlu dipantau karena isu-isu sensitif yang
dapat memicu terjadinya konflik antar masyarakat maupun antar golongan,
sehingga melalui pelaksanaan kegiatan dialog dapat meningkatkan kewaspadaan dan
pengetahuan masyarakat mengenai isu-isu yang berpotensi memicu terjadinya
konflik sosial.
Isu-isu nasional yang berpotensi memicu konflik di wilayah Mentawai seperti
isu penculikan anak dan isu radikalisme dapat ditangkal dengan adanya toleransi
antar masyarakat yang mempererat persatuan dengan mengacu pada semboyan Musara
Kasimaeru di Mentawai ataupun semboyan lainnya yang berkembang sesuai dengan
nilai-nilai kearifan lokal masing-masing daerah.
Di
antara kearifan lokal yang sudah
ada sejak dahulu dan masih terpelihara sampai sekarang antara lain Dalihan Natolu
(Tapanuli), Rumah Betang (Kalimantan Tengah), Menyama Braya (Bali), Saling Jot
dan Saling Pelarangan (NTB), Siro yoingsun, Ingsun yosiro (Jawa Timur), Alon-alon
asal kelakon (Jawa Tengah/DI Yogyakarta), Basusun Sirih (Melayu/Sumatera) dll.
Tradisi
dan kearifan lokal yang masih
ada serta berlaku di masyarakat, berpotensi untuk dapat mendorong keinginan
hidup rukun dandamai.
Hal
itu karena kearifan tradisi lokal pada dasarnya mengajarkan perdamaian dengan
sesamanya, lingkungan, dan Tuhan. Hal yang sangat tepat menyelesaikan konflik
dengan menggunakan adat lokal atau kearifan
lokal karena selama ini sudah membudaya dalam masyarakat.
Oleh karena kearifan lokal adalah sesuatu yang sudah mengakar dan biasanya
tidak hanya berorientasi profan semata, tetapi juga berorientasi sakral
sehingga pelaksanaannya bisa lebih cepat dan mudah diterima oleh masyarakat.
Dalam
budaya lokal diharapkan resolusi konflik
bisa cepat terwujud, bisa diterima semua kelompok sehingga tidak ada
lagi konflik laten yang
tersembunyi dalam masyarakat.
Diharapkan bahwa DPRD sedang mengoptimalkan nilai-nilai kearifan lokal
wilayahnya masing-masing melalui perancangan Perda pengakuan dan perlindungan
masyarakat adat, dalam rancangan Perda tersebut akan melindungi seluruh
masyarakat baik masyarakat asli maupun pendatang di daerah tersebut.
Polri akan
terus berupaya untuk mengedepankan pembimbingan dan pengayoman kepada
masyarakat dalam rangka menghargai kearifan lokal yang berlaku, namun demikian
apabila permasalahan tersebut tidak dapat diselesaikan maka hal tersebut akan
masuk ke dalam bidang penegakan hukum.
Adapun
kebijakan yang dilakukan oleh Polri diantaranya proactive policing strategy, mengedepankan koordinasi dan sinergi,
mencegah terjadinya intoleransi, dan memberikan tindakan tegas terhadap
tindakan intoleransi.
Aparat
penegak hukum dan aparat keamanan bersama masyarakat perlu berperan aktif
masyarakat agar semakin peka terhadap potensi-potensi konflik di masyarakat,
oleh karena itu masyarakat diharapkan dapat bersinergi dengan jajaran
pemerintah dengan memberikan informasi mengenai potensi konflik.
Strategi
bertindak kepolisian yaitu mencegah terjadinya konflik yaitu dengan melakukan
pemetaan potensi konflik, namun apabila terjadi konflik perlu diupayakan untuk
dihentikan dengan melakukan sinergi dengan seluruh instansi terkait, sehingga
terbentuk sistem penyelesaian perselisihan secara damai.
Kondisi ini
dapat dilaksanakan di lapangan jika ada saling trust atau kepercayaan antara
masyarakat, aparat penegak hukum dan aparat keamanan, sehingga menjadi modal
sosial yang penting untuk terus menjaga keharmonisan dan kesolidan diantara
mereka dengan semua pihak tidak menyakiti ataupun tidak menistakan bahkan tidak
menyepelekan pihak lainnya.(***)
Editor: Harian Momentum