Harianmomentum--Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung sebagai tersangka kasus Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Dalam
keterangan yang disampaikan hari Selasa lalu (25/4), Wakil Ketua KPK Basaria
Panjaitan mengatakan, pihaknya telah menemukan bukti permulaan yang kuat dalam
kasus ini.
Menyusul krisis moneter yang terjadi pada 1997 dan 1998, BI mengucurkan bantuan
untuk menjamin likuiditas sebanyak 48 bank yang bangkrut akibat krisis. Total
bantuan yang dikucurkan sebesar Rp 147,7 triliun. Belakangan, Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) mengatakan, tak kurang dari Rp 138,4 triliun dari total bantuan
itu menguap tidak jelas.
Penetapan Syafruddin Arsyad Temenggung sebagai tersangka kasus SKL BLBI,
menurut tokoh nasional Rachmawati Soekarnoputri, kurang tegas dan kurang
memperlihatkan rasa keadilan.
Bagaimanapun, sebut putri Bung Karno itu, Syafruddin adalah pelaksana dari
sebuah peraturan yang memungkinkan SKL diberikan kepada debitur BLBI yang
bandel.
Peraturan yang dimaksud Rachma adalah Inpres 8/2002 tentang Pemberian Jaminan
Kepastian Hukum kepada Debitur yang Telah Menyelesaikan Kewajibannya atau
Tindakan Hukum kepada Debitur yang Tidak Menyelesaikan Kewajibannya Berdasarkan
Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham.
Inpres 8/2002 itu ditandatangani Megawati Soekarno Putri, presiden ketika itu,
pada tanggal 30 Desember 2002.
“Ini adalah bonggol dari persoalan SKL BLBI. Kepala BPPN hanya menjadi
pelaksana dari kebijakan yang diputuskan dia (Megawati) sebagai presiden,” ujar
Rachmawati dikutip RMOL.co di sela menghadiri pernikahan putri Komandan
Komando Pendidikan dan Latihan (Kodiklat) TNI Letjen Agus Sutomo, di TMII,
Jumat malam (28/4).
“Syaf, kalau pun bersalah, kesalahannya adalah karena mengikuti Inpres yang
ditandatangani Mega,” ujarnya lagi.
Karena itu, mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden ini berharap KPK tidak
berhenti pada pejabat yang melaksanakan kebijakan.
Di sisi lain Rachma berharap agar upaya mengungkap megaskandal ini tidak
sekadar dijadikan alat tawar menawar menyusul wacana kocok ulang kabinet.
“Jangan sampai upaya kali ini hanya dijadikan tekanan ke arah reshuffle
kabinet. Ini harus tuntas. Mega tersangka utama, dan harus bertanggung jawab,”
tegas Rachmawati. (Red)
Editor: Harian Momentum