Harianmomentum.com--Metro
disebut sebagai Kota Pendidikan sejak masih menjadi pusat Pemerintahan Kabupaten Lampung Tengah.
Sebutan itu muncul,
boleh jadi, karena mayoritas penduduknnya berasal dari Jawa ingin bernostalgia`
dengan daerah asalnya, khususnya Yogyakarta yang disebut sebagai kota pelajar.
Hal itu bisa dipahami
karena warga Yogyakarta termasuk orang pertama yang dibawa Kolonial Belanda
untuk membabat hutan di daerah Metro pada 1936.
Apalagi hingga sekitar
awal 1990-an, ada kesamaan kebiasaan pelajar di daeah Metro dan Yogyakarta.
Banyak pelajar dari sekitar daerah itu yang berangkat dan pulang sekolah
bersepeda.
Di luar, sebenarnya membandingkan Kota Metro dengan Yogyakarta sebagai kota pendidikan, tidaklah berlebihan. Apalagi fasilitas pendidikan di kota ini berkembang sangat pesat.
Kota Metro. Foto:ist
Sejak lama pemerintah
memusatkan pembangunan pendidikan di daerah yang dikenal dengan kampus. Di
kawasan ini, selain berdiri sejumlah sekolah menengah tingkat pertama dan atas,
juga terdapat dua kampus besar. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) dan
Universitas Muhammadiyah Metro.
Namun, karena
keterbatasan lokasi, sejumlah perguruan tinggi mendirikan kampus di luar
kawasan itu. Saat ini, di kota kecil itu terdapat 12 perguruan tinggi, 183
sekolah mulai dari jejang taman kanak-kanan hingga menengah dan kejuruan.
Pesatnya pembangunan
pendidikan, juga memunculkan berbagai pendidikan formal, seperti lembaga kursus
bahasa, bimbingan belajar, serta pendidikan keterampilan nonformal.
Kondisi lingkungan yang
nyaman, keamanan yang kondusif, serta masyarakatnya yang dikenal ramah, membuat
banyak masyarakat dari luar Kota Metro yang memilih melanjutkan pendidikan di
kota ini.
Dalam perkembangannya,
sebutan sebagai Kota Pendidikan terus bergema dan menjadi visi Pemerintah Kota
Metro hingga saat ini. Pada masa pemerintahan Wali Kota Achmad Pairin.
Menurut Pairin, Kota
Metro telah bertransformasi dari daerah transmigrasi menjadi kota pendidikan.
Ada sekitar 50 ribu pelajar dari luar Metro yang menempuh pendidikan di daerah
itu.
Pelajar yang ingin melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi, Kota Metro memiliki 11 perguruan tinggi swasta dan tiga perguruan tinggi negeri.
Tugu Taman Kota Metro. Foto:ist
Sebagai kota yang
berjuluk kota pendidikan, kata Pairin, Kota Metro memungkinkan tumbuhnya para
intelektual. Sayangnya, tradisi-tradisi intelektual seperti diskusi dan
kebiasaan menulis belum tumbuh dengan baik di kota itu.
Selain kota pendidikan,
Metro kini juga menjadi tujuan wisata keluarga. Taman Kota yang berada di
jantung kota selalu ramai dikunjungi warga Metro dan sekitarnya.
"Kotanya teratur,
rapi. Sayang, Taman kotanya semrawut," begitu komentar Ihsan, warga asal
Depok Jawa Barat yang mengaku baru pertama kali berkunjung ke Kota Metro,
Sabtu, 5 Mei 2018.
Menurut Ihsan, Taman
Kota Metro sebenarnya indah dan bisa menjadi tempat wisata keluarga. Namun,
tidak seharusnya pedagang memenuhi trotoar yang diperuntukkan bagi pejalan
kaki. Bahkan, jalan di depan masjid hingga halaman masjid, menjadi tempat
berdagang.
"Seharusnya pemerintah menata taman dengan baik agar pengunjung nyaman menikmati taman dan pedagang juga nyaman mencari rejeki. Jadi, pedagang dan pengunjung sama-sama untung," katanya.
Masjid Taqwa Kota Metro. Foto: ist
Ihsan yang juga memuji
keindahan Masjid Taqwa Metro—terletak satu area dengan Taman Kota, juga
mengatakan, akan lebih bagus lagi jika pemerintah setempat meningkatkan
kualitas taman. Misalnya, dilengkapi fasilitas yang mendukung Kota Metro
sebagai Kota Pendidikan.
Maksudnya? Dia menjelaskan, sebagai kota pendidikan, tentu tradisi pelajar seperti berdiskusi, bisa ditumbuhkan. Namun, hal ini akan sulit terjadi jika pemerintah tidak turut mendorong dan menyediakan fasilitas.
Tempat wisata lain yang
dimiliki Kota Metro adalah kawasan DAM Raman yang terletak di Kecamatan Metro
Utara. Namun, kawasan yang berbatasan dengan Kabupaten Lampung Timur ini, belum
banyak disentuh oleh Pemerintah Kota Metro. Dan, masih menjadi tempat wisata
apa adanya. (red)
Editor: Harian Momentum