Harianmomentum--Pemerintah harus bisa menafsirkan
pasal-pasal tentang SARA, intoleran, dan makar sesuai konsideran dan penjelasan
sebagaimana panduan Pancasila, UUD 1945, dan cita-cita pendiri bangsa.
Begitu kata Wakil Ketua Komisi Hukum Majelis Ulama
Indonesia (MUI) Pusat, Anton Tabah Digdoyo dalam pencerahannya di depan Munas
Aliansi Nasional Anti Syiah (Annas) di Bandung, hari ini (Minggu, 14/5),
dikutip RMOL.CO
Anton mencontohkan masalah memilih di mayoritas
daerah yang masyoritas muslim harus seiman, tidak boleh dikategorikan sebagai
tindakan intoleran, SARA, apalagi makar.
"Demikian pula mengkritisi pemerintah, itu
bukan makar, itu hak bahkan kewajiban warga negara karena pemerintah adalah
abdi rakyat. Kritik terhadap pemerintah bukan hanya syarat demokrasi tapi juga
jihad besar sebagaimana ajaran umat Islam," jelasnya.
Makar yang sejati, lanjutnya, adalah kelompok
orang-orang yang saat ini tengah mendegradasi Ketuhanan Yang Maha Esa dengan
menumbuhkan kembali paham komunisme.
"Ancaman komunisme di NKRI makin nyata.
Jika NKRI jadi negara sekuler liberal maka ini adalah ladang suburbagi
komunisme, atheis, agnostis, syiah, dan aliran-aliran sesat lainnya," pungkasnya
dewan pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia Pusat yang juga purnawirawan
jenderal Polri tersebut. (Red)
Editor: Harian Momentum