Harianmomentum--“Kalau
jadi Hindu jangan jadi orang India, kalau jadi orang Islam jangan jadi orang
Arab, kalau Kristen jangan jadi orang Yahudi. Tetaplah jadi orang Nusantara
dengan adat-budaya Nusantara yang kaya raya ini”.Sebuah kalimat penegasan
dari Bung Karno yang sangat jelas bahwa kita sebagai bangsa yang besar dan
dipersatukan dalam rajutan Nusantara, harus tetap menjadi orang nusantara,
pribadi nusantara dan bukan orang yang gemar mengekor bangsa lain. Kita harus
tetap berpegang pada kultur, adat dan budaya bangsa kita yang sedimikian kaya.
Bung Karnoyang merupakan Bapak Bangsa Indonesia, sangat mengedepankan
semangat nasionalisme dan mengedepankan kebanggaan kebudayaan nasional. Karena
kebudayaan nasional merupakan alat pemersatu bangsa dari berbagai macam ancaman
budaya bangsa asing yang memainkan politik pecah belah,dan secara tak sadar
merusak cara hidup bangsa Indonesia, merusak sendi kehidupan sosial bernegera
kita, dan yang paling berbahaya adalah berupaya untuk menggantikan nilai-nilai ideologi
Pancasila sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bung Karno pun sama sekali tidak menolak agama, karena yang
sama-sama kita ketahui, Bung Karno adalah orang yang beragama. Namun Bung Karno
merupakan seorang yang beragama, dengan wawasan kebangsaan yang luas, dan
menumbuhkan peri-kemanusiaan antar bangsa, dan kasih sayang dengan semua
mahluk. Tidak hanya Bung Karno, manifestasi kolaborasi pemikiran antara
Ketuhanan dan tatanan kehidupan sosial masyarakat bahkan ada pada Panitia
Sembilan yang bertugas untuk merumuskan dasar Negara Indonesia yang tercantum
dalam UUD 1945. Kesembilan Tokoh Bangsa tersebut yakni Drs. Moh. Hatta, Mr.
Achmad Soebardjo, Mr. Moh. Yamin, KH. Wahid Hasyim, H. Agus Salim, Abdoel Kahar
Moezakir, Abikoesno Tjokrosoejoso, Mr. Alexander Andries Maramis dan juga
termasuk Bung Karno. Hal itulah yang menjadikan bangsa Indonesia mempunyai jati
diri dan mencerminkan wajah pribumi Nusantara.
Namun belakangan ini menjadi pembahasan yang sangat hangat di
kalangan masyarakat, akan upaya suatu kelompok yang berkeinginan menggantikan
ideologi Pancasila dengan sistem Khilafah yang dinilai sebagai sistem tunggal
yang diberikan oleh Allah SWT untuk mengeluarkan bangsa Indonesia dari berbagai
permasalahan yang melanda.
Sistem demokrasi Pancasila yang telah menyatukan Nusantara
bagi mereka tidak diakui dan pemerintaha dianggap Thogut karena sebagai pembawa
masalah. Bahkan penegakan Khilafah merupakan sebagai sebuah kewajiban yang
tidak bisa ditawar-tawar, karena Khilafah dianggap solusi tunggal atas
problematika tidak hanya di Indonesia, melainkan yang ada di dunia ini.
Akan tetapi, nampaknya upaya kelompok-kelompok tersebut
tidak serta merta mendapat dukungan seluruh masyarakat Indonesia.
Bahkan tanpa mengenyampingkan nilai-nilai ketauhidan
individu, mayoritas rakyat Indonesia yang dominan umat muslim tidak menerima
gagasan penegakan Khilafah yang selalu digaungkan diiringi dengan ilustrasi
kegagalan Pemerintah Indonesia menerapkan sistem demokrasi Pancasila. Penolakan
masyarakat akan upaya menggantikan ideologi Pancasila dengan sistem Khilafah,
telah membumikan Pancasila pada bumi Ibu Pertiwi Nusantara.
Ketua Umum MUI, KH. Ma’ruf Amin pun turut menanggapi
kegaduhan kelompok tersebut, dengan menegaskan bahwa Khilafah tidak cocok
dengan Indonesia.Menurut
Ma’ruf Amin, Indonesia telah menyepakati sistem kenegaraan sendiri sejak awal
kemerdekaan, sehingga tak perlu lagi bicara sistem lain dan menyarankan kepada
umat Muslim di Indonesia agar menghormati sistem yang telah disusun pendiri
bangsa. Tak perlu menimbulkan gejolak baru, kita bangsa Indonesia, apapun
mahzabnya bangsa kita, tokoh kita, para pendahulu sudah sepakati sistem ini.
Jangan membuat sistem baru yang timbulkan gejolak baru, sudah selesai,
kesepakatannya sudah selesai.
Penegasan KH.
Ma’ruf Amin kembali mengingatkan penegasan Bung Karno pada saat Pidato Honoris
Causa didepan civitas akademisi IAIN Jakarta tahun 1964 antara lain : “… Kalau saudara tanya, apakah bung Karno
itu percaya kepada Tuhan? Saya menjawab iya saya percaya kepada Tuhan.
Malahan sebagai kukatakan
berulang-ulang, saya hidup diberi karunia Tuhan. Hidup menurut anggapan saya
untuk apa...?, untuk mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa, mengabdi kepada Tanah
Air, mengabdi kepada bangsa, mengabdi kepada cita-cita. Saya sebutkan Tuhan
Yang Maha Esa yang nomor satu oleh karena bagi saya Tanah Air itu amanat Tuhan
kepada kita.Nah itu bisa dimengerti masuk akal. Tetapi kalau bung Karno berkata
negara harus berTuhan, bagaimana negara kok berTuhan? Apa negara itu punya
jiwa? Nah saudara-saudara ada pertanyaan yang demikian itu.
Jadi dulu suadara-saudara, inilah
salah satu contoh daripada pengertian saya Ushuluddin segala yang
"kumelip" di dunia ini, ya manusia, ya binatang, ya pohon, ya gunung,
ya laut, ya batu kerikil, ya negara, harus menyembah kepada Tuhan. Tuhan yang
dari seru sekalian alam. Tuhan dari Negara, sebab Negara itupun berada di alam
Ini. Namun Negara yang tidak menyembah kepada Tuhan, Negara yang tidak
berTuhan, akhirnya celaka dan lenyap dari muka bumi ini.”
Konseptual
mencintai Tuhan yang dilengkapi dengan wawasan kemanusiaan yang sangat luas
olehseorang Bung Karno, memperlihatkan bahwa mencintai Tuhan tidak hanya dari
kecakapan agama, melainkan hubungannya terhadap bangsa, Negara, dan umat
manusia. Dan bukankah Allah SWT berfirman di Q.S Al-Hujurat ayat 13 yakni “Hai manusia, sungguh Kami telah ciptakan
kamu dari jenis laki-laki dan perempuan, dan Kami jadikan kamu
berbangsa-berbangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal secara baik.
Sungguh yang termulia disisi Allah diantaramu adalah orang yang paling takwa
kepadaNya. Allah sungguh Maha Mengetahui dan Maha Teliti.”
Penolakan sistem khilafah
Penolakan
sistem Khilafah harus disadari bukan sebagai antidot Al-qurán, hadist maupun
sejarah peradaban Islam di dunia. Penolakan khilafah menjadi relevan dan
kontekstual bagi rakyat Indonesia, karena kewajiban kita semua sebagai rakyat
Indonesia untuk memelihara NKRI, yang notabene telah menerapkan nilai-nilai
Ketuhanan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia.
Namun
demikian, reaksi penolakan masyarakat terhadap upaya pemaksaan kehendak suatu
kelompok untuk mendirikan Negara Khilafah Islamiyah di Indonesia, harus sejalan
dengan penegasan peraturan perundang-undangan di Negara Indonesia, bahwa hal
tersebut sudah termasuk dalam upaya subversif dan segala bentuk perjuangan
Khilafah di Indonesia sahih untuk difatwa sebagai bentuk tindakan subversif terhadap
Negara Indonesia.
Ideologi
demokrasi Pancasila merupakan dasar Negara Indonesia yang secara tegas
mematrikan nilai-nilai filosofis ideologis bangsa, agar tidak kehilangan arah
dan jati diri sebagai bangsa Indonesia. Nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila merupakan kolaborasi penerapan keTuhanan sebagai pondasi kebangsaan
dengan kehidupan sosial ekonomi kemasyarakatan.
Demokrasi
yang dimaksud pun bukan demokrasi barat, melainkan demokrasi politik ekonomi
yakni demokrasi yang mengimplementasikan kemerdekaan Negara Indonesia, yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa, seperti yang tertuang dalam preambule UUD 1945.
Demi keutuhan
bangsa Indonesia, sudah seharusnya seluruh kaum elit politik, kaum agamawan,
pemerintahan, elemen pergerakan serta segenap seluruh rakyat Indonesia, agar
senantiasai menanamkan nilai-nilai dasar Pancasila dalam kehidupan sehari-hari,
supaya tidak terinfeksi dengan berbagai upaya yang berkeinginan menggantikan
sistem ideologi demokrasi Pancasila dengan ideologi lain, serta harus lebih
mengedepankan rasa bangga sebagai bangsa Indonesia. #NKRIHargaMati.
Editor: Harian Momentum