Rejuvenasi Pancasila Cegah Perang Ideologi Asing

img
Penulis: Iqbal Fadillah, Pemerhati Sosial dan Politik. Foto: Google.

Harianmomentum-- Akhir – akhir ini semakin banyak bermunculan upaya-upaya yang dilakukan oleh segelintir kelompok untuk menggantikan keberadaan Pancasila sebagai dasar Negara dan landasan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.

 

Pertanyaan yang muncul adalah apakah ideologi Pancasila sudah tidak relevan di era globalisasi dan demokratisasi yang nyaris tanpa batas atau memang Pancasila dianggap sebuah sistem yang tidak mampu mengatur dan memecahkan seluruh permasalahan kehidupan berbangsa dan bernegara masyarakat Indonesia yang lebih demokratis dan lebih bebas dalam berbagai segi kehidupan.

 

Faktanya, Pancasila sebagai basis ideologi dan identitas nasional bagi kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia yang diakui oleh seluruh dunia, seolah semakin kehilangan relevansinya. Paradigma yang terlanjur tercemar bahwa Pancasila dijadikan sebagai alat politik kebijakan rezim Presiden Soeharto.

 

Atas dasar paradigma tersebut, keberadaan Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia mulai digoyahkan melalui liberalisasi politik dengan mencoba menghapuskan kedudukan, fungsi serta implementasi Pancasila sebagai dasar Negara.

 

Situasi tersebut semakin membuka peluang bagi adopsi azas-azas ideologi lainnya, tak terkecuali yang berbasiskan fundamentalis agama (religious-based ideology) untuk mempengaruhi dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara masyarakat Indonesia, yang tujuannya tidak lain untuk menjadikan Pancasila tidak lagi menjadi common platform dalam kehidupan sosial politik masyarakat Indonesia.

 

Indonesia saat ini terancam dua ideologi transnasional, yang tengah beroperasi secara terstruktur, sistematis dan masif, yaitu ideologi neoliberalisme dan fundamentalisme agama.Kecenderungan pemaksaan upaya perang doktrinasi ideologi transnasional untuk merongrong posisi sentral Pancasila sebagai dasar Negara, juga semakin gencar dilakukan oleh kelompok-kelompok yang menyuarakan penegakan Khilafah Islamiyah dan berkeinginan menggantikan ideologi Pancasila dengan sistem Khilafah yang dinilai sebagai sistem tunggal yang diberikan oleh Allah SWT untuk mengeluarkan bangsa Indonesia dari berbagai permasalahan yang melanda.

 

Sistem demokrasi Pancasila yang telah menyatukan Nusantaratidak diakui dan bahkan dianggap produk kaum Thogut karena sebagai pembawa masalah dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Perang ideologi yang dilakukan cenderung mengilustrasikan kegagalan sistem demokrasi Pancasila dalam membawa perubahan bagi kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Penegakan Khilafah merupakan sebuah kewajiban yang tidak bisa ditawar-tawar, karena Khilafah dianggap solusi tunggal atas problematika tidak hanya di Indonesia, melainkan yang ada di dunia ini.

 

Akan tetapi, nampaknya upaya kelompok-kelompok tersebut tidak serta merta mendapat dukungan seluruh masyarakat Indonesia. Bahkan tanpa mengenyampingkan nilai-nilai ketauhidan individu, mayoritas rakyat Indonesia yang dominan umat muslim tidak menerima gagasan penegakan Khilafah yang selalu digaungkan diiringi dengan ilustrasi kegagalan Pemerintah Indonesia menerapkan sistem demokrasi Pancasila.

Penolakan masyarakat akan upaya menggantikan ideologi Pancasila dengan sistem Khilafah, telah membumikan Pancasila pada bumi Ibu Pertiwi Nusantara. Namun demikian, upaya doktrinasi penegakan Khilafah Islamiyah di Indonesia akan terus digaungkan oleh kelompok tersebut memanfaatkan mulai menurunnya pemahaman dan penjabaran nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila, terutama di kalangan generasi muda.

 

Pancasila dan Islam pada dasarnya tidak ada yang bertentangan. Bahkan Panitia Sembilan yang bertugas untuk merumuskan dasar Negara Indonesia yang tercantum dalam UUD 1945 yakni Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Mr. Achmad Soebardjo, Mr. Moh. Yamin, KH. Wahid Hasyim, H. Agus Salim, Abdoel Kahar Moezakir, Abikoesno Tjokrosoejoso, Mr. Alexander Andries Maramis telah mengkolaborasi pemikiran antara kewajiban nilai-nilai Ketuhanan dan tatanan kehidupan sosial masyarakat.

 

Hal itulah yang menjadikan bangsa Indonesia mempunyai jati diri dan mencerminkan wajah pribumi Nusantara.

 

Ketua MUI Pusat, KH. Ma’ruf Amin mengatakan, Khilafah tidak cocok di Indonesia karena pilar kebangsaan Indonesia sudah disepakati berbentuk republic, sehingga tidak perlu lagi bicara Khalifah. Ketua MUI menegaskan bahwa Tokoh Indonesia dari mahzab apapun telah menyepakati sistem yang dipakai saat ini yakni sistem demokrasi Pancasila. Kemunculan sistem baru justru akan menimbulkan gejolak baru.

 

Oleh karena itu, posisi Pancasila yang telah memasuki radar “WASPADA” bagi masa depan Indonesia perlu segera diantispasi dan sendi-sendi kekuatan pemersatu bagi kehidupan bernegara dan berbangsa Indonesia harus semakin terintegrasi.

 

Fragmentasi elit politik yang menghalangi kemunculan kepemimpinan nasional harus segera dihilangkan dan dikembalikan pada nilai-nilai luhur Pancasila. Kita perlu meyakinkan kepada masyarakat bahwasanya Pancasila merupakan “azas tunggal” dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.

 

Kesepakatan delapan lembaga tinggi dan tertinggi Negara pada 25 Mei 2013 di Gedung Mahkamah Konstitusi yakni Presiden, MPR, DPR, DPD, MA, BPK, MK dan KY untuk melakukan aksi nasional dalam upaya sosialisasi dan penguatan Pancasila sebagai dasar ideologi Negara harus semakin ditingkatkan.

 

Empat hal penting dan strategis yang disepakati yaitu (1) komitmen untuk secara aktif mengambil tanggung jawab dalam upaya menguatkan Pancasila sebagai dasar ideologi negara sesuai peran, posisi, dan kewenangan masing-masing. (2) Pancasila harus menjadi ideologi dan inspirasi untuk membangun kehidupan bangsa dan negara yang rukun, harmonis, dan jauh dari perilaku mendahulukan kepentingan kelompok atau golongan. (3) Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI sebagai empat pilar kehidupan berbangsa harus diimplementasikan secara nyata. (4) perlu rencana aksi nasional yang dilakukan suatu lembaga untuk melakukan sosialisasi dan penguatan nilai-nilai Pancasila secara formal melalui pendidikan Pancasila dan konstitusi.

 

Rejuvenasi atau Semangat Mengembalikan

 

Rejuvenasi Pancasila merupakan suatu upaya semangat untuk mengembalikan Pancasila seperti yang dikonsepkan dan dicita-citakan para pendiri bangsa yakni Pancasila tidak lagi dijadikan sebagai alat politik, melainkan Pancasila ditujukan untuk mencapai masyarakat. Rejuvenasi Pancasila dapat dimulai dengan menjadikan Pancasila kembali sebagai public discourse, wacana publik. Dengan menjadi wacana publik, sekaligus dapat dilakukan reassessment, penilaian kembali atas pemaknaan Pancasila selama ini, untuk kemudian menghasilkan pemikiran dan pemaknaan baru.

 

Dengan demikian, menjadikan Pancasila sebagai wacana publik merupakan tahap awal krusial untuk pengembangan kembali Pancasila sebagai ideologi terbuka, yang dapat dimaknai secara terus menerus, sehingga tetap relevan dalam kehidupan bangsa dan negara Indonesia.

 

Pancasila telah dinobatkan sebagai dasar negara Indonesia, ideologi pemersatu bangsa yang dijadikan landasan dalam kehidupan bernegara seperti yang diimpikan para pendiri bangsa (founding fathers) Indonesia.Sudah semestinya Pancasila ditempatkan secara terhormat dalam khazanah kehidupan berbangsa dan bernegara. Posisinya sebagai panduan nilai dan pedoman bersama (common platform) untuk mewujudkan kesejahteraan kehidupanberbangsa dan bernegara rakyat Indonesia.(*)






Editor: Harian Momentum





Leave a Comment

Tags Berita

Featured Videos