MOMENTUM, Jakarta--Radikalisme merupakan ancaman nyata bagi keamanan dan keutuhan bangsa. Masyarakat Indonesia telah menjadi merekam bagaimana bahaya dan ancaman mereka yang telah mampu melulu lantakkan sendi – sendi kehidupan berbangsa dan bernegara dalam waktu singkat, yang hanya meninggalkan air mata dan jerit ketakutan.
Mencegah dan mewaspadai ancama radikalisme tidak hanya menjadi peran bagi aparat keamanan tetapi membutuhkan peran dan partisipasi seluruh pihak. Tentunya dengan sinergi antara negara dan masyarakat, maka radikalisme akan sulit berkembang.
Paham radikalisme pun berevolusi menjadi suatu gerakan terorisme seperti ISIS misalnya, dimana keberadaannya jelas mengganggu stabiltas keamanan yang ada di Indonesia. Gerakan radikal ISIS berpotensi membuat penguatan sekat di masyarakat dan hal tersebut akan membuat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah menjadi berkurang.
Munculnya ISIS yang sudah mengglobal hingga terdapat WNI yang tergiur untuk ‘Jihad’ ke Suriah, telah menjadi ancaman yang mencekam bagi Indonesia. Langkah antisipasi gerakan radikal sepertinya perlu digalakkan secara rutin dan menyeluruh di seluruh wilayah NKRI.
Anak muda dan generasi muda sudah sepantasnya untuk tidak mudah terprovokasi terkait dengan ajaran – ajaran tertentu yang bertujuan menyesatkan untuk itu, peran generasi muda sangatlah penting untuk mengawal permasalahan tersebut, karena hal ini merupakan tanggung jawab semua pihak dalam mengawal, menjaga dan melaporkan jika terdapat hal – hal yang dapat mengganggu stabilitas keamanan khususnya yang berkaitan dengan faham radikalime.
Paham Radikalisme dapat memprovokasi pecahnya NKRI serta merusak kedaulatan bangsa, karena paham Radikalisme seperti ISIS sangatlah bertentangan dengan ideologi Pancasila dan NKRI. Salah satunya adalah munculnya polarisasi antara pihak yang pro dan kontra terhadap paham ISIS di tengah umat Islam.
Tentu bisa disimpulkan, bahwa mendukung keberadaan ISIS sama saja dengan mendukung Radikalisme, dengan mendukung radikalisme maka ia turut serta dalam mendukung perpecahan sesama umat Islam di Indonesia.
Sementara itu, Belum lama ini juga muncul berita terkait dengan penerimaan Calon Taruna Akademi Militer (Akmil) dimana tahun ini dihebohkan dengan kemunculan Enzo Zenz Allie. Kemunculannya tersebut mencuri perhatian karena ia merupakan catar yang memiliki kemampuan bahasa Prancis yang mumpuni, namun siapa sangka ternyata ia dituding terpapar radikalisme oleh banyak pihak karena sempat mengunggah sebuah foto dengan identik dengan organisasi terlarang di media sosialnya.
Mendengar kabar tersebut membuat Roy Suryo selaku anggota Komisi I DPR RI angkat bicara, ia mengatakan bahwa di era keterbukaan seluruh informasi bisa diungkap melalui teknologi dan terbukti seseorang juga harus berhati – hati dalam memposting sesuatu di media sosial.
Berbicara mengenai tudingan Enzo yang diduga terpapar paham radikalisme, tentu diperlukan penelitian lebih mendalam, karena semua yang diunggah di media sosial tidak bisa dikaitkan langsung dengan sosok tersebut.
Roy juga menyayangkan Enzo yang menghapus akun Facebook miliknya, ia mengatakan andai tidak dihapus, roy lebih senang jika Enzo mengklarifikasinya.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu juga meminta agar Enzo langsung diberhentikan apabila benar Enzo menjadi pendukung gerakan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Ryamizard mengatakan bahwa saat ini jajaran TNI sedang melakukan pengecekan latar belakang Enzo yang memiliki darah Prancis tersebut. Mantan KSAD itu tak akan memberikan toleransi jika Enzo benar – benar merupakan simpatisan HTI.
Ia juga menyatakan bahwa prajurit TNI yang terindikasi mendukung khilafah pun juga akan langsung dipecat.
Menanggapi hal tersebut, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjantpo menyebutkan bahwa Enzo memenuhi syarat untuk menjadi prajurit TNI. Mulai dari syarat secara fisik dan psikologinya semuanya memenuhi syarat.
Hadi menjelaskan bahwa Enzo merupakan WNI, bukan warga negara asing, sehingga Enzo diperbolehkan untuk menjadi calon prajurit TNI dengan menempuh pendidikan sebagai taruna di Akmil.(**)
Oleh : Alfisyah Kumalasari. Penulis adalah pengamat sosial politik
Editor: Harian Momentum