MOMENTUM, Bandarlampung--Nurhasanah alias Nana (28), terpidana kasus terorisme berikrar setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Selasa (6-4-2021).
Warga binaan Lapas Perempuan kelas IIA Bandarlampung itu terlibat kasus bom panci yang ditangkap bersama Galih (suaminya) di Desa Jatibarang Baru, Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Indramayu, Jawa barat, pada Minggu 15 Agustus 2018 silam.
Nana berikrar meninggalkan paham radikal yang dianut sejak beberapa tahun lalu.
"Saya berjanji setia kepada NKRI dan akan melindungi segenap Tanah Air Indonesia dari segala tindakan aksi-aksi terorisme yang dapat mencegah persatuan Indonesia," ujar Nana di LP Perempuan kelas IIA Bandarlampung.
"Saya melepas baiat saya terhadap pemimpin Isis yaitu Abu Baqar Al-Baqhdadi maupun yang menggantikannya yaitu Abu Ibrahim Al-Hasyimi Al-Qurashi atau pemimpin/amir organisasi jihad lainnya. Saya menyesali kesalahan yang telah saya lakukan dan saya tidak bergabung dengan amir/ kelompok teroris lainnya yang terlihat dan menyetujui aksi teror di manapun lainnya di dunia ini," lanjutnya.
Kepala Lapas Perempuan Kelas IIA Bandarlampung Putranti Rahayu mengatakan, Nurhasanah atau Nana masuk sejak 2018.
"Dia (Nana) terlibat kasus bom panci di Indramayu sama suaminya yang saat itu berboncengan motor dengannya," kata Putranti.
Putranti melanjutkan, tanda-tanda Nana akan meninggalkan paham radikal sudah terlihat sejak tahun 2020, melalui program deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bersama LP Perempuan yang dilakukan secara berkala.
"Sudah ada keinginan untuk itu (Setia NKRI) tapi kita ulangi lagi kita sepakati lagi," tuturnya.
Staf Subseksi Bimkemaswat Lapas Perempuan Kelas IIA Bandarlampung Lenny menambahkan, Nana terpapar paham radikal lantaran doktrin suaminya, yang juga ditangkap oleh aparat.
"Paham itu selama ini dia dapat dari suaminya, dasar pengetahuan agama dia sebelumnya minim, jadi dapat paham dari suaminya sehingga cepat masuk," lanjutnya.
Sejak ditangkap, kata Lenny, Nana langsung dibina untuk menghilangkan paham radikal oleh BNPT RI. Kemudian ketika dilimpahkan ke LP Perempuan juga dikuatkan kembali, dan direedukasi terkait paham keagamaan.
Menurut Lenny, salah satu faktor Nana aktif berkegiatan dan meninggalkan paham radikal, yakni karena ingin segera bertemu anaknya yang berusia tiga tahun dan sedang dirawat oleh keluarga.
"Nana ini pendiam orangnya, tapi dia rajin konseling sama saya, jika pengen curhat bisa langsung empat mata. Kondisional aja, waktu saya luang saya samperin dia," tutup Lenny yang juga wali blok tempat Nana menjalani masa hukumannya.(**)
Laporan: Ira Widya
Editor: Agus Setyawan
Editor: Harian Momentum