Enam Mahasiswa UTI Lampung Minta Pendampingan LBH

img
Iqbal Surya Saputra (kiri) didampingi Qodri Ubaidillah memberi keterangan pada awak media.

MOMENTUM, Bandarlampung--Sebanyak enam dari sembilan mahasiswa teknik sipil Universitas Teknokrat Indonesia (UTI) yang mendapat sanksi dari pihak kampus meminta pendampingan hukum ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandarlampung, Senin (19-4-2021).

Sembilan orang mahasiswa ini mendapat sanksi mulai dari skorsing 2 semester hingga Drop Out (DO). Pihak kampus menjatuhkan sanksi lantaran menuding para mahasiswa itu membangun sekretariat di lahan warga.

Selain itu, kegiatan mahasiswa yang tergabung dalam Hima (Himpunan Mahasiswa) Teknik Sipil dituding telah melakukan kegiatan yang mengarah pada tindakan ektremisme dan radikalisme, serta melanggar kode etik sehingga merugikan nama baik Universitas Teknokrat Indonesia.

Kepala Divisi Advokasi LBH Bandarlampung, Qodri Ubaidillah mengatakan, telah mengambil langkah pendampingan hukum terhadap enam dari sembilan mahasiswa tersebut.

Qodri menuturkan, LBH telah melayangkan surat somasi dan klarifikasi ke Rektorat Universitas Teknokrat Indonesia pada Jumat (16-4) lalu.

"Kami sangat mengecam upaya rektor kampus yang memberikan sanksi secara sepihak," ujar Qodri.

LBH berharap pihak kampus segera memberikan jawaban dari somasi dan klarifikasi yang telah dikirimkan tersebut, yang  pihaknya mendesak pihak Teknokrat untuk mencabut SK skorsing enam orang dan DO tiga orang mahasiswa teknik sipil tersebut. 

"Pemberian sanksi ini tidak sesuai prosedural, dimana mahasiswa ini tanpa ada pemberitahuan ataupun peringatan terlebih dahulu dari pihak kampus lalu menjatuhkan sanksi DO," ungkap Qodri.

Qodri menjelaskan, permasalahan yang menyebabkan sembilan mahasiswa tersebut terkena sanksi berawal dari tahun 2018 lalu Hima Teknik Sipil dilantik oleh kampus.

Usai dilantik, Kepengurusan Hima meminta fasilitas mengenai gedung sekretariat namun tak ada tanggapan.

"Akhirnya mereka berjuang sendiri, dibantu pihak kantin dijadikan sekretariat permanen pada tahun 2018," kata Qodri.

Kemudian pada awal 2021 tanpa ada pemberitahuan dari kampus, sembilan mahasiswa itu mendapat sanksi karena dituding mendirikan sekretariat secara ilegal.

Lahan yang ditempati sebagai sekretariat Hima Tekni Sipil, disebut pihak kampus merupakan milik warga.

"Tiba-tiba mahasiswa ini mendapat pesan WhatsApp yang isinya diminta untuk mengambil surat skorsing di kajur (Ketua Jurusan)," imbuh Qodri.

Dalam kesempatan tersebut, salah seorang mahasiswa yang kena skorsing Iqbal Surya Saputra membantah semua tudingan pihak Teknokrat. 

Menurutnya, lahan yang digunakan untuk sekretariat itu sudah mendapatkan persetujuan dari pemiliknya.

"Waktu mendirikan sekret ini kami dibantu oleh pihak kantin, dan sudah mendapatkan persetujuan dari yang punya lahan," kata Iqbal.

Terkait kegiatan yang mengarah ke radikalisme, Iqbal membantah keras. Dia menegaskan, semua kegiatan yang dilakukan tak jauh dari kegiatan kampus seperti diskusi, menggelar agenda rapat, bahkan membuka ruang belajar untuk mahasiswa.

"Kegiatan di sekret itu jelas atas nama Hima, semua kegiatan yang kami lakukan tidak ada yang menyimpang," tegas Iqbal.

Sementara Wakil dekan III Bidang Kemahasiswaan Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Teknokrat Aulia Rahman membenarkan jika pihaknya telah menerima surat yang dilayangkan oleh LBH Bandar Lampung.

Dikatakan Aulia, pihaknya akan membalas surat somasi tersebut dalam waktu dekat dan memberikan klarifikasi dalam satu pekan setelah surat tersebut diterima. 

Namun Aulia enggan merinci terkait jawaban yang akan diberikan oleh pihak Teknokrat atas somasi tersebut.

"Terkait jelasnya setelah kami memberikan klarifikasi resmi kepada LBH," pungkasnya.(**)

Laporan: Ira Widya

Editor: Agus Setyawan






Editor: Harian Momentum





Leave a Comment

Tags Berita

Featured Videos