MOMENTUM, Bandarlampung--Mengabulkan pembatalan status tersangka terhadap Hengki Widodo alias Engsit dalam praperadilan atas perkara dugaan korupsi proyek preservasi rekonstruksi jalan Ir Sutami-Sribawono, Majelis Hakim Tunggal Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang didemo.
Belasan orang itu berunjuk rasa di depan PN Kelas IA Tanjungkarang, Rabu (2-6-2021), lantaran tidak puas dengan kinerja Hakim Tinggal yang menyidangkan praperadilan atas penetapan tersangka Engsit.
Salah satu koordinator aksi, Jupri Karim menjelaskan, pihaknya meminta Komisi Yudisial (KY) memeriksa hakim tunggal Jhonny Butar-butar yang menyidangkan dan mengabulkan pembatalan status tersangka terhadap Hengki Widodo.
"Kami meminta kepada KY periksa Joni Butar-butar. Kenapa sampai membatalkan status tersangka Engsit. Ini ada apa," ujar Jupri.
Dalam orasinya, Jupri meminta Polda Lampung untuk terus melanjutkan kasus itu serta segera menetapkan Engsit sebagai tersangka kembali.
"Kami harap penegakan hukum itu ada keadilan untuk masyarakat. Kita tahu dana rakyat yang dikorupsi itu mencapai puluhan miliar. Jadi jangan diam-diam saja. Sampai saat ini kondisi Lampung sedang tidak baik. Lampung darurat korupsi," tuturnya.
Ditanya apakah pihaknya juga sudah membuat laporan ke KY secara administrasi, Jupri menegaskan, hal itu akan dilakukan apabila adanya keharusan mereka melapor.
"Sementara ini kita melakukan aksi di jalanan dulu. Sekaligus memantau di pengadilan seperti apa lanjutan dari kasus ini," kata dia.
Hakim Jhonny Butar-butar saat dimintai keterangan mengenai aksi yang meminta KY agar memeriksanya meminta pihak pengunjuk rasa untuk tidak menuduhnya tanpa alasan.
"Putusan saya cukup jelas dalam pertimbangan. Pertama bahwa tidak ada klarifikasi pemeriksaan terhadap Hengki Widodo. Adapun LP dia dipanggil sebagai saksi tetapi bukan LP yang sekarang. Lalu kerugian negara enggak ada. Menurut undang-undang sudah jelas (harus ada kerugian negara)," ungkapnya.
Jhonny kemudian mempertanyakan, dalam hal apa peserta aksi mendesak agar KY melakukan pemeriksaan terhadapnya.
Alasannya, Jhonny merasa sudah melakukan pemeriksaan dan mengambil keputusan terkait perkara tersebut sesuai dengan KUHP.
"Karena kita sudah sesuai dengan KUHP. Disidang saya juga bilang jangan keluar dari KUHP. Saya bukan memeriksa korupsinya. Tetapi acaranya dan prosesnya. Terserah polisi mau ditetapkan lagi (tersangka) itu urusan mereka. Praperadilan itu bukan memeriksa pokok perkara tapi prosedurnya. Kalau prosedurnya tidak tepat tentunya dikabulkan permohonannya," pungkasnya.(**)
Laporan: Ira Widya
Editor: Agus Setyawan
Editor: Harian Momentum