MOMENTUM, Bandarlampung--Perkara kekerasan terhadap anak di bawah umur periode Januari hingga Mei 2021 tercatat tujuh kasus terjadi di Kota Bandarlampung.
Rinciannya: tiga kasus kekerasan seksual, tiga sengketa anak karena perceraian orang tua serta satu kasus kekerasan terhadap anak.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Bandarlampung Ahmad Apriliandi Passa mengatakan, tujuh kasus itu berdasarkan laporan dari masyarakat.
"Jadi, kasus kekerasan anak ini, diminta agar menjadi perhatian khusus semua pihak, termasuk masyarakat. Sehingga dapat diatasi," kata Apriliandi, Rabu (23-6).
Sedangkan, lanjut dia, pada 2020 lalu angka kekerasan terhadap anak di Kota Bandarlampung terdapat enam kasus.
"Dari 26 laporan yang masuk ke kami. Enam kasus merupakan kekerasan terhadap anak di bawah umur," jelasnya.
Karena itu, LPA Bandarlampung berupaya menekan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan agar tidak semakin tinggi.
"Sehingga diharapkan tidak ada lagi kekerasan terhadap anak di bawah umur maupun perempuan," harapnya.
Menurut dia, LPA Bandarlampung telah berkomunikasi dengan pemerintah kota (pemkot) setempat, guna membangun posko perlindungan anak di 20 kecamatan.
"Jadi, semakin banyak tempat pengaduan, menjadi semakin mengedukasi masyarakat. Sehingga lebih waspada terhadap kasus kekerasan anak di bawah umur," jelasnya.
Menurut dia, kasus kekerasan seksual, umumnya pelakunya merupakan orang terdekat, seperti orang tua kandung, orang tua tiri serta tetangga.
"Ini yang perlu diwaspadai, masyarakat diminta untuk menjadi mata. Jika menemukan kasus seperti itu, maka diminta segera melapor," terangnya.
Selain itu, dia mengimbau kepada orang tua untuk tetap waspada terhadap kekerasan anak.
"Sehingga tidak merugikan tumbuh kembang anak, orang tua diminta lebih ekstra dalam mengawasi perkembangan anak, karena keluarga merupakan satuan terkecil untuk mengawasi lebih ekstra. Supaya anak-anak bisa terlindungi," imbaunya.
Sementara, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandarlampung Chandra Muliawan, mendorong semua pihak untuk mengungkap kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan serta memberikan keadilan untuk para korban.
Selain itu, dibutuhkan langkah preventif dan preemtif yang dapat dilakukan pemerintah daerah, guna menekan kasus angka kekerasan terhadap anak.
"Karena, pemerintah daerah dapat menekan potensi kasus kekerasan terhadap anak di wilayahnya dengan berbagai langkah," jelasnya.
Menurut dia, semua pihak memiliki keterkaitan satu sama lain, guna menekan kasus tersebut agar tidak semakin meningkat setiap tahunnya.
"Karena itu, harus dilakukan secara bersama-sama agar kasus kekerasan terhadap anak dapat diatasi," harapnya. (**)
Laporan: Vino Anggi Wijaya
Editor: Agus Setyawan
Editor: Harian Momentum