PTN vs PTS

img
Ilustrasi persaingan PTN dan PTS. Foto: ist

MOMENTUM, Bandarlampung--Lampung menjadi salah satu provinsi yang maju di Sumatera. Kemajuan itu tidak terlepas dari sumbangan dunia pendidikan.

Setidaknya, ada empat perguruan tinggi negeri (PTN) di Provinsi Lampung: Universitas Lampung (Unila), Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan, Institut Teknologi Sumatera (Itera), dan Politeknik Negeri Lampung (Polinela). Ditambah dengan puluhan perguruan tinggi swasta (PTS).

Di tengah derasnya arus pembangunan indsutri pendidikan di Lampung, terjadi persaingan yang dinilai kurang sehat bagi perkembangan pendidikan ke depan.

Kondisi itu terjadi karena dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), tidak ada lagi perbedaan antara PTN dan PTS.

Seperti yang disampaikan Ketua Asosiasi Badan Penyelenggaran Pergutruan Tinggi Swasta Indonesia (ABP PTSI) Wilayah Provinsi Lampung Andi Surya.

“Lihat kenyataan di lapangan, baik PTS maupun PTN menjaring mahasiswa sesuai kemampuan mereka. Itu sah saja,” kata Andi pada Harianmomentum.com, Selasa (22-6-2021).

Namun, sambung Andi, alangkah baiknya jika PTN tidak terlalu serakah dalam merekrut calon mahasiswa.

“PTN harus bijak. Mereka harusnya lebih pada aspek kualitatifnya dari pada kuantitiatifnya. Tapi kita ketahui ada PTN yang melaksanakan kualitatif maupun kuantitatif,” ucapnya.

Karenanya, Andi yang juga Ketua Yayasan Global Surya yang menaungi Universitas Mitra Indonesia (Umitra), itu berharap semua PTS harus siap bersaing dengan PTN.

“Menurut saya, dengan tidak adanya perbedaan lagi antara PTS dan PTN, maka PTS seharusnya mempersiapkan diri untuk mensejajarkan dengan perguruan tinggi negeri,” jelasnya.

Hal senada disampaikan Ketua Yayasan Alfian Husin, yang menaungi Institut Informatika dan Bisnis (IIB) Darmajaya, Andi Desfiandi.

Andi mengaku prihatin dan berharap PTN tidak terlalu serakah dalam merekrut calon mahasiswa.

Sebab, Andi melihat ada beberapa PTS di Lampung yang kesulitan dalam merekrut calon mahasiswa. Sebab kuota masuk PTN terlalu besar.

“Kita mengimbau PTN untuk bisa mengerem, jangan sampai aji mumpung, karena kampus negeri, diberi subsidi negara kemudian uang kuliah lebih murah, terus jor-joran sehingga PTS semakin berkurang (mahasiswanya),” kata Andi pada harianmomentum.com, Selasa (22-6).

Dia berharap, PTN bisa mengerem dan lebih bijak, jangan sampai diibarakan seperti kapal keruk, yang mengutamakan kuantitas.

“Memang sebaiknya menurut saya, PTN dan pemerintah lebih bijak. Jangan sampai kemudian masa sulit ini dipergunakan oleh PTN untuk mengambil semua mahasiswa. Keseimbangan harus dijaga juga, jangan sampai menari di atas penderitaan orang,” harapnya.

Dalam merkrut mahasiswa, berbagai jalur dibuka PTN. Mulai dari Seleksi Nasional Masuk Peguruan Tinggi Negeri (SNMPTN), Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN), hingga Seleksi Mandiri.

Ketua Yayasan Alfian Husin Andi Desfian (kiri) dan Ketua Yayasan Global Surya Andi Surya.

Jemput Bola, Medsos Jadi Andalan

Kepala Pusat Humas, Kerjasama dan Marketing Umitra, Agus Setiyo mengatakan, di tengah persaingan industri saat ini pihaknya harus mampu menjemput para calon mahasiswa (jemput bola).

Di masa pendemi seperti sekarang, sambung Agus, tentu merubah pola hidup masyarakat, termasuk dalam hal rekrutmen calon mahasiswa.

Pihak kampus, khususnya Perguruan Tinggi Swasta (PTS) harus mampu beradaptasi. Karena pola-pola menjaring calon mahasiswa secara langsung (jemput bola) di sekolah-sekolah sudah tidak bisa dipakai. Pola rekrutmen dalam jaringan (daring) menjadi solusinya,” jelasnya.

Karenanya, sambung dia, kini Umitra terus memperkuat diri melalui informasi online. Termasuk dalam hal menjemput mahasiswa.

“Menggunakan media sosial (medsos) yang ada untuk memperkenalkan dan dikenal, sehingga bisa menjadi kampus yang dipilih masyarakat,” ucapnya.

Melalui pola tersebut, diharapkan PTS-PTS akan dikenal oleh masyarakat melalui kekuatan di bidangnya masing-masing.

“Tiap kampus punya spesifikasi masing-masing. Umitra terkenal dengan kesehatannya. Kita terbaik di Lampung, mendapat berbagai penghargaan secara nasional. Melalui medsos inilah kita bisa kenalkan kampus a, b dan c ke masyarakat dengan kelebihannya masing-masing,” paparnya.

Dengan begitu, sambung dia, PTS tidak akan kalah dengan Perguruan Tinggi Negeri (PTN).

Pria berlatar belakang jurnalis itu menyebut, untuk menjaring calon maba pihaknya menggunakan metode digital marketing.

“Digital marketing yang dominan, sekarang kan era digital. Maka selain menggunakan skema inforamasi normatif seperti yang tahun lalu kita gunakan, juga bergerak melalui digital: lewat medsos, ada juga aplikasi mobile. Itu strateginya,” bebernya.

Menurut Agus, digital marketing dalam menjaring calon maba cukup efektif. Bahkan ada peningkatan cukup banyak, jika dibandingkan dengan pendaftaran calon maba di tahun sebelumnya yang hanya berjumlah 1.116 maba.

“Alhamdulillah sekarang mendekati seribuan calon maba yang daftar di gelombang kedua ini. Dibanding tahun lalu peningkatannya signifikan. Apalgi memang di Umitra ada jaur beasiswa,” terangnya.

Agus optimistis, hingga akhir pendaftaran calon maba akan mendekati 2000 pendaftar untuk memenuhi kuota kampus setempat.

Hal senada disampaikan Kepala Biro Humas dan Pemasaran IIB Darmajaya Muhammad Rafiq. Dia mengatakan, di tengah persaingan industri saat ini pihaknya harus mampu menjemput para calon mahasiswa (jemput bola).

“Kalau sebelum pandemi kita jemput bola di tiap SMA. Tapi sekarang tidak, penekanannya lebih melalui online,” kata dia.

Beragam cara pun dilakukan, sosialisasi melalui media sosial tentu jadi andalan. “Kita maksimalkan medsos untuk menarik perhatian calon mahasiswa. Melalui medsos kita perkenalkan ini lah kampus kita,” tuturnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, kampus setempat membuka pendaftaran calon mahasiswa baru hingga akhir Agustus 2021.

“Pendaftaran sampai akhir Agustus. Karena September sudah mulai perkuliahan,” kata Rafiq pada harianmomentum.com.

Selain beasiswa, sambung dia, terdapat pula beragam potongan biaya perkuliahan bagi calon mahasiswa baru.

“Program kita seperti ada potongan biaya pendaftaran bagi anak guru (potongan Rp2 juta), ada kerja sama melalui smart village yang mendapat potongan biaya sebesar Rp3 juta. Program-program ini dibuka untuk semua masyarakat, khususnya di Provinsi Lampung,” sebut Rafiq.

Lebih lanjut dia menegaskan bahwa Darmajaya memberi beragam kemudahan berkuliah bagi para mahasiswanya. Apalagi di tengah pandemi seperti sekarang, melalui pola hybrid learning (gabungan pembelajaran online dengan tatap muka).

“Sebelum covid kita sudah menerapkan itu (pola pembelajaran daring). Untuk sekarang meski tidak penuh, kita sebut hybrit: 50 persen masuk kelas 50 persen daring, sudah diberlakukan. Tapi dengan prokes ketat, dan itu boleh ditolak. Kalau mahasiswanya maunya daring aja, yang monggo,” jelas Rafiq.

Rektor Universitas Lampung (Unila) Prof Karomani 

Rektor Unila Sebut Tak Sembarang Terima Mahasiswa

Terpisah, Rektor Universitas Lampung (Unila) Prof Karomani menegaskan bahwa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) memang tidak boleh sembarangan dalam menentukan jumlah kuota penerimaan mahasiswa.

“PTN tetap tidak boleh sembarangan menerima besaran jumlah mahasiswa. Melainkan memperhatikan rasio dosen dan mahasiswa,” kata Karomani melalui pesan whatsapp,

Hal itu disampaikannya saat dikonfirmasi harianmomentum.com perihal saran dari para Ketua Yayasan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Lampung agar PTN bijak dalam perekrutan kuota calon mahasiswa baru, Selasa (22-6).

“Jika itu dilanggar, maka akreditasi PTN sendiri akan terancam jeblok,” sambung Karomani.

Menurut dia, Unila selaras dengan aturan dalam segala kebijakan, termasuk ketika menetapkan kuota penerimaan calon mahasiswa.

“Unila mengikuti aturan itu (keseimbangan rasio dosen dan mahasiswa),” ujarnya.

Dirjen Dikti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Prof Nizam

Dirjen Tegaskan Tak ada Perbedaan PTS dan PTN

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Prof Nizam, mengapresiasi semua pihak yang turut serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Termasuk pihak swasta dalam mengembangkan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di berbagai wilayah.

“Kalau ada pihak swasta yang mau membantu pemerintah, silahkan. Pemerintah pasti mendukung,” kata Prof Nizam saat menjadi narasumber diskusi dalam Pelatihan Jurnalistik, Program Fellowship Jurnalisme Pendidikan angkatan kedua.

Kegiatan yang digagas oleh Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP) yang diikuti para jurnalis lintas provinsi tersebut digelar secara virtual, Jumat (25-6-2021).

Dukungan pemerintah dalam pendirian PTS diantaranya dalam hal pemberian izin usaha, selanjutnya beragam beasiswa dan berbagai bantuan lainnya untuk tenaga pendidik.

“Sekarang kita sudah banyak mebiayai PTS. Tunjangan guru besar (PTS) di biayai pemerintah, belum lagi biaya riset, biaya hibah, jadi sebetulnya faktanya sekarang tidak dibedakan antara PTS dan PTN,” ucapnya.

Namun, Prof Nizam mengingatkan agar pihak swasta yang berdikari di dunia pendidikan tidak berpangku tangan, mengandalkan pemerintah dalam hal pembiayaan kampus.

“Kalau negara ini mampu sebenarnya pendidikan itu cukup diselenggarakan oleh negara saja, seperti di Eropa. Tapi kan tidak (di Indonesia). Jadi tidak mungkin juga kalau negara membiayai PTS,” jelasnya.(**)

Laporan: Agung Chandra Widi

Editor: M Furqon






Editor: Harian Momentum





Leave a Comment

Tags Berita

Featured Videos