MOMENTUM, Bandarlampung--Seiring waktu, kegiatan pariwisata sendiri terus menjadi isu seksi dan perbincangan yang cukup kontradiktif di masa adaptasi baru karena pandemi yang terjadi masih belum menunjukkan titik terang, salah satunya terkait dengan kebijakan larangan mudik jilid 2 beberapa waktu lalu.
“Mudik Dilarang, Tempat Wisata Dibuka Selama Libur Lebaran”,wacana tersebut pada akhirnya menunjukkan kondisi diberbagai destinasi wisata yang cukup ramai dan dipadati oleh banyak wisatawan, sehingga hal itupun menjadi sesuatu yang sangat membahayakan, ekstrimnya keadaan tersebut dapat menghadirkan sebuah klaster nyata di sektor pariwisata.
Motif berwisatanya para pengunjung pada tatanan kebiasaan baru, tentu saja berkaitan dengan kesiapan para pengelola di setiap lokasi wisata. Termasuk bagaimana strategi yang dilakukan pemerintah dalam membangun partisipasi aktif seluruh lapisan masyarakat untuk bersama-sama melaksanakan kegiatan berwisata yang aman sesuai dengan panduan CHSE (cleanliness, health, safety, and environment sustainability).
Protokol kesehatan / prokes 3M : mencuci tangan dengan sabun, menggunakan masker, dan menjaga jarak untuk para pengelola maupun para pengunjung yang datang, sama halnya seperti pelaksanaan program komunikasi pemasaran yang mana harus memiliki keunikan dan kekhasan tersendiri sebagai sebuah seruan kolektif dari setiap substansi pesannya agar dapat memberikan hasil yang maksimal, sehingga dapat menjadi acuan operasional di setiap objek wisata guna memutus mata rantai penyebaran Virus Covid-19.
Implementasi adaptasi kebiasaan baru dengan Panduan Protokol Kesehatan / 3M mampu menghasilkan sebuah gaya hidup baru di masyarakat dalam penyesuaian perilaku hidup sehat dan bersih. Gaya hidup yang mulai melekat disetiap aktivitas publik tersebut, dengan demikian menunjukkan suatu keberhasilan dari proses pembelajaran sosial masyarakat di tengah pandemi yang menghimpit, termasuk juga penyesuaian tatanan kebiasaan baru di beberapa objek wisata dengan menerapkan panduan berwisata yang sehat dan aman.
Para pengelola di objek wisata diharapkan tidak hanya menjadi satuan dari penyelenggara wisata yang sifatnya informatif saja, melainkan juga bersifat partisipatif. Gerakan Masyarakat Sadar Wisata / MASDARWIS sudah harus dikampanyekan terus menerus untuk melibatkan partisipasi masyarakat secara langsung maupun tidak langsung sebagai tumpuhan untuk mewujudkan sumber daya manusia yang siap, berwawasan dan terbekali dalam melayani calon wisatawan sehingga dapat saling memperdayakan antara satu dengan yang lain ataupun mampu menjadi “Leader of Business” di masa sekarang serta masa yang akan datang.
Proses Adaptasi, Sosialisasi dan Partisipasi oleh Pengelola dan Pengunjung
Adaptasi kebiasaan baru adalah bentuk himbauan dari pemerintah, sosialisasi pun menjadi sebuah keharusan, dan partisipasi dari semua komponen sosial sangat diharapkan guna mencapai pembangunan pariwisata yang berkelanjutan. Sesungguhnya ada beberapa langkah prioritas yang sudah mulai dilakukan para pengelola disetiap objek wisata untuk menjamin kebersihan, keamanan dan keselamatan para pengunjung.
Berbagai fasilitas penunjang di masa tatanan kebiasaan baru sekarang ini hampir banyak dapat ditemui, seperti : tempat cuci tangan, tisu kering, handsanitizer, toilet ganti, ruang isolasi, pengecekan suhu tubuh dengan temogan, ataupun adanya papan evakuasi yang disertai juga dengan layanan tim medis yang bekerja sama dengan tim gugus tugas di setiap daerahnya. Selain itu, bahkan ada juga beberapa aplikasi online yang sudah digunakan untuk mendata identitas diri para pengunjung diawal kedatangannya sebagai kontrol yang berkoordinasi secara langsung dengan pemerintah, meskipun disatu sisi hal seperti ini juga dianggap belum begitu dapat menjamin pencegahan penyebaran Covid-19 khususnya pada sektor pariwisata.
Pemerintah sebagai salah satu bagian dari stakeholders pariwisata harus berperan ganda, yang tidak hanya sekedar membuat regulasi untuk mengatur kegiatan pariwisata dengan himbauan penerapan protokol kesehatan, namun juga dapat mengevaluasi pelaksanaan kegiatan tersebut sebagai salah satu langkah strategis yang berorientasi terhadap keselamatan bersama. Terutama juga mengenai komitmen pemerintah melalui proses sosialiasi yang harus dilakukan secara berkala dari dinas pemerintahan terkait, baik di tingkat kabupaten maupun di tingkat provinsi mengenai kebutuhan informasi ataupun pedoman dalam mencapai keberhasilan membuka kembali sektor pariwisata di masa adaptasi kebiasaan baru sekarang ini.
Mengembangkan partisipasi dan dukungan dari para pemangku kepentingan sejatinya mendorong iklim yang kondusif dalam perencanaan pembangunan pariwisata yang unggul disuatu wilayah, karena secara disadari pun keberadaan objek wisata terus menjadi tumpuhan warga lokal dalam mengais perekonomian meskipun dalam kondisi sulit sekarang ini. meskipun urgensinya dalam keberlangsungan tata kelola adaptasi kebiasaan baru di beberapa objek wisata tetap memunculkan kerisauan “apakah kesadaran dan kedisiplinan dari para pengunjung ataupun para pengelolanya sendiri sudah bersungguh-sungguh dalam melaksanakan adaptasi 3M secara konsisten ? termasuk dalam hal kepatuhan penggunaan masker, menjaga jarak agar tidak menimbulkan kerumuman, serta membiasakan mencuci tangan”. Sehingga menggunakan masker saat ini adalah keputusan dan kesadaran individu termasuk mencuci tangan dengan air yang mengalir, tetapi menjaga jarak seharusnya sudah menjadi keputusan bersama. Apabila ada individu yang berinteraksi / berkomunikasi dengan orang lain dengan melepas masker sebagai kewajibannya, maka lawan bicaranya harus dapat menjauh agar tetap menciptakan jarak yang ideal.
Oleh : Dyaloka Puspita Ningrum, S. I. Kom., M, I, Kom, Penulis adalah Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Widya Mataram Yogyakarta.
Editor: Harian Momentum