MOMENTUM, Bandarlampung--Mantan Komisaris Utama Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912, Nurhasanah resmi ditahan penyidik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan telah dititipkan di ruang tahanan Markas Besar Kepolisian RI (Mabes Polri), sejak 29 Juni 2021.
Menanggapi itu, Tim Kuasa Hukum Nurhasanah, Zul Arman mengatakan telah mengajukan proses penangguhan penahanan. "Masih proses penangguhan penahanan terhadap klien kami," ujar Zul Arman.
Upaya penangguhan, kata dia, dilakukan karena dinilai tindakan kliennya tidak menimbulkan kerugian keuangan negara. "Klien kami juga BPA bukannya direksi," terang dia.
Zul juga mengajukan uji materi terkait pasal 53 yang dipersangkakan terhadap kliennya. "Saat prapadilan lalu, majelis hakim menolak karena menganggap sudah cukup bukti. Tapi kami masih akan melakukan uji materi karena sesuai pasal itu tidak ada kerugian keuangan negara yang ditimbulkan," ujarnya.
Diketahui, pemilik nama lengkap Hj Nurhasanah, S.H, M.H. merupakan mantan Ketua Badan Perwakilan Anggota (BPA) AJB Bumiputera 1912.
Nurhasanah menjadi tersangka dalam kasus mengabaikan, menghambat pelaksanaan dan kewenangan OJK. Dia juga ditengarai akan menghilangkan barang bukti dalam kasus itu sehingga dilakukan penahanan guna memudahkan proses pemeriksaan oleh OJK.
Atas tindakan itu, Nurhasanah dipersangkakan dengan Pasal 53 ayat (1) dan Pasal 54 ayat (1), Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan tidak.
Pasal 53 (1) Setiap Orang yang dengan sengaja mengabaikan, tidak memenuhi, atau menghambat pelaksanaan kewenangan OJK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, dan/atau Pasal 30 ayat (1) huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling singkat dua tahun dan pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau pidana penjara paling lama enam tahun dan pidana denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
(2) Apabila pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh korporasi, dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah) atau paling banyak Rp45.000.000.000,00 (empat puluh lima miliar rupiah).
Pasal 54 (1) setiap orang yang dengan sengaja mengabaikan dan/atau tidak melaksanakan perintah tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf d atau tugas untuk menggunakan pengelola statuter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf f, dipidana dengan pidana penjara paling singkat dua tahun dan pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau pidana penjara paling lama enam tahun dan pidana denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
(2) apabila pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh korporasi, korporasi dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah) atau paling banyak Rp45.000.000.000,00 (empat puluh lima miliar rupiah).(**)
Laporan: Vino Anggi Wijaya
Editor: Agus Setyawan
Editor: Harian Momentum