Harianmomentum--Pengusaha sawit mendesak pemerintah untuk segera turun tangan membatalkan petisi yang diusulkan National Biodiesel Board (NBB) Fair Trade Coalition. Jika petisi tersebut dikabulkan maka ekspor biodiesel akan semakin anjlok.
NBB
merupakan gabungan atau Dewan Biodiesel Amerika Serikat (AS) ditambah 15
produsen biodiesel. NBB mengeluarkan petisi antidumping dan antisubsidi untuk
produk biodiesel Indonesia dan Argentina pada 23 Maret 2017.
Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia
(APROBI) Paulus Tjakrawan mengungkapkan, petisi yang diusulkan NBB berpotensi
merugikan ekspor biodiesel Indonesia ke AS, sebab tarif pajak akan semakin
tinggi jika petisi tersebut dikabulkan.
"Ekspor biodiesel bisa semakin kecil jika isi
petisi dikabulkan pemerintah Amerika Serikat. Diperkirakan tarif pajak akan
naik sekitar 34 persen andaikata petisi dikabulkan," kata Paulus dikutip
RMOL.co, Senin (27/3).
Ia mengungkapkan, isi petisi antidumping dan
antisubsidi yang diusulkan NBB merupakan tuduhan kepada Indonesia dan Argentina.
"Kita
dan Argentina dituduh melakukan tindakan subsidi dan dumping harga untuk
biodiesel yang dipasarkan di Amerika Serikat," ungkapnya.
Selain itu, lanjut Paulus, petisi tersebut juga
meminta pemerintah AS menginisiasi tindakan antisubsidi dan antidumping
melalui tindakan investigasi.
"Tujuan
akhir petisi ini mengusulkan bea masuk tinggi kepada produk biodiesel
Indonesia dan Argentina," jelas Paulus.
Ia mengatakan, petisi tersebut ditujukan kepada
Kementerian Perdagangan AS dan Komisi Perdagangan Internasional AS. Dasar
pengenaan antisubsidi adalah pemberian subsidi biodiesel dari pungutan crude
palm oil (CPO).
"Adapula dasar pemberian tax allowance kepada industri biodiesel. Sekitar 53 komponen menjadi
argumen petisi ini," kata Paulus.
Menurut Paulus, dalam tiga tahun terakhir ekspor
biodiesel Indonesia ke ASnaik dua kali lipat. Data asosiasi mencatat, ekspor
biodiesel ke Amerika Serikat sebesar 51.280 juta galon pada 2014 selanjutnya
pada 2016 tumbuh signifikan menjadi 111.272 juta galon.
Paulus mendesak, pemerintah cepat turun tangan melobi
pemerintah Amerika Serikat yang dipimpin Presiden Donald Trump supaya isi
petisi tidak dikabulkan.
Petisi
ini juga akan mengakibatkan pabrik biodiesel di Indonesia bisa mangkrak karena
konsumsi domestik hanya 25 persen dari total kapasitas terpasang 10,07 juta
ton.
"Yang jelas pasar ekspor kian mengecil apalagi
setelah tidak adanya ekspor ke Uni Eropa," tukas Paulus.
Hal senada diungkapkan Wakil Ketua Dewan Minyak Sawit
Indonesia (DMSI) Sahat Sinaga. Ia menyebutkan, target ekspor biodiesel tahun
ini sebesar 500 ribu ton akan sulit tercapai apabila isi petisi disetujui
pemerintah Amerika Serikat.
Menurut dia, hambatan perdagangan Pemerintah Donald
Trump akan terus muncul supaya harga sawit tidak lagi kompetitif.
"Upaya
proteksionisme ini dilakukan karena harga kedelai sulit bersaing dengan
sawit. Harga sawit lebih murah 150 dolar per ton karena produktivitasnya lebih
tinggi," kata Sahat.
Sahat mencurigai, petisi ini adalah upaya mendukung
posisi Uni Eropa dalam kasus dumping biodiesel Indonesia di worl trade
organizations (WTO).
"Petisi
ini jelas tujuannya ke situ karena diterbitkan seminggu sebelum First Substantive Meeting Indonesia dan
Uni Eropa di WTOpada 29 sampai 30 Maret," tukasnya.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengajukan
gugatan terhadap Uni Eropa melalui WTO terkait antidumping produk biodiesel.
Gugatan akan dilayangkan pada bulan ini.
Direktur Pengamanan Perdagangan Kemendag Pradnyawati
menegaskan akan terus memantau setiap perkembangan informasi atas sengketa
biodiesel ini.
"Kami
siap menyampaikan gugatan pada pertemuan pertama pada 29-30 Maret ini di
markas besar WTO di Jenewa. Kami tidak akan membiarkan ada celah yang akan
berpotensi melemahkan gugatan Indonesia kepada Uni Eropa," tegas Pradnyawati.
Pradnyawati menuturkan, berkaca dari hasil sengketa
biodiesel antara Argentina dan Uni Eropa, gugatan Indonesia serupa dengan
gugatan yang diajukan Argentina.
"Indonesia
memiliki gugatan yang serupa dengan Argentina dalam melawan Uni Eropa. Belajar
dari pengalaman Argentina, kami optimistis Indonesia dapat memenangkan
gugatan di DSB WTO, sehingga Uni Eropa menurunkan margin dumping atau
membatalkannya," tutur Pradnyawati. (Red)
Editor: Momentum