MOMENTUM, Sukoharjo -- Satu persatu akhirnya terkuak, nama dan kronologis wisata alam bersejarah Bukit Silitonga yang terletak di Pekon Sukoharjo IV, Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Pringsewu.
Hal itu berkat upaya Pemerintah Kabupaten Pringsewu diinisiasi Wakil Bupati Fauzi dan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan daerah setempat yang terus memburu jejaknya dari berbagai sumber.
Wabup Fauzi mengatakan, hal itu sebagai bentuk penghargaan Pemkab Pringsewu kepada pelaku sejarah. Diantaranya dengan merilis buku berjudul "Perjuangan Merebut Kemerdekaan" yang diluncurkan HUT ke-13 Pringsewu.
Sedang Kepala Dinas Perpus dan Kearsipan Daerah Pringsewu Yanwir HK didampingi Emmalia Afriliana Djohan selaku Arsiparis ahli muda menjelaskan, pihaknya dalam membuat naskah itu dari berbagai sumber, seperti koleksi khasanah arsip statis Lembaga Arsip Nasional RI.
Juga diperoleh dari dokumen pribadi para pelaku sejarah. Serta dokumen dari Direktorat Ajudan Jenderal TNI-AD, dokumen Kodam ll/Sriwijaya serta buku-buku perjuangan kemerdekaan di Wilayah Lampung.
"Bahkan pihak kami wawancara langsung dengan anak-anak para pelaku sejarah tersebut,"jelas Yanwir.
Menurutnya, penerbitan naskah itu pihak Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Pringsewu berkolaborasi dengan Lembaga Arsip Nasional Republik Indonesia menerbitkan Naskah Sumber Arsip Pringsewu berjudul: Jejak Perjuangan Merebut Kemerdekaan.
Bupati Pringsewu Sujadi yang menyerahkan buku-buku tersebut kepada anak-anak pelaku sejarah Bukit Silitoga di sela-sela Upacara Bendera HUT ke-13 Kabupaten Pringsewu, Minggu (3/3/2022) dilapangan pemkab setempat.
Sebelumnya, pada Jumat (1/3/2022) empat putra almarhum Kolonel Darius Silitonga dari Jakarta sengaja mengunjungi menyempatkan diri ke Bukit Silitonga yang berada sekitar 1,5 Km dari Komplek Perkantoran Pemkab Pringsewu.
Keempatnya yakni Doharta Silitonga, Joro Tumpal Silitonga Sutan Soransa Silitonga dan
Hotman Simanjuntak (Menantu). Mereka di dampingi Wakil Bupati Pringsewu Fauzi, Kadis Perpustakaan dan Kearsipan Yanwir.HK, Emmalia Afriliana Djohan (Arsiparis ahli muda) serta Kakon Sukoharjo IV Kamsidi.
Kesempatan itu Joro Tumpal Silitonga putra ke delapan dari Darius Silitonga selaku juru bicara mengatakan mereka sengaja datang dari Jakarta untuk menghadiri undangan Bupati Pringsewu guna akan menerima buku secara simbolis saat upacara HUT ke-13 Pringsewu pada 3 April 2022.
"Kami terlebih dulu diajak Pak Wakil Bupati Fauzi dan pak Kadis Perpus untuk mengunjungi dulu ke Bukit Silitonga. Tentu ini suatu kehormatan dan kesempatan langka bagi kami dan terimakasih kepada Pemkab Pringsewu,"ucapnya.
Tiba di puncak Bukit Silitonga, Joro Tumpal mengaku bahagia dan terharu. "Luar biasa kami dapat merasakan euforia bagaimana merebut kemerdekaan waktu itu. Dan kami dapat pula merasakan bagaimana penduduk setempat membantu anggota BKR dalam hal ini ayah kami untuk mempertahankan bukit ini sehingga bukit ini yang tadinya bernama Bukit Wungkal berubah nama menjadi Bukit Silitonga yang di resmikan pada tanggal 10 November 1949,"tuturnya.
Joro Tumpal Silitonga berpesan kepada pemerintah dan penduduk setempat untuk menjaga kelestarian daripada nilai sejarah bukit Silitonga dan bukit tersebut harus dipertahankan.
Generasi muda boleh mengisi kemerdekaan ini dengan mengeksplor nilai positif pada bukit bersejarah itu. "Suatu saat bisa dijadikan tamam wisata atau tempat camping untuk menwa sebab ayah saya pernah mengajak napak tilas bersama menwa mahasiswa se Lampung,"ujarnya.
Bila perlu digali nilai ekonomis dari bukit ini seperti
menanam tanaman industri yang dapat memberikan nilai positif bagi penduduk setempat.
Joro mengaku sejak kecil sudah mengetahui ayahnya (Darius Silitonga) memiliki peran untuk merebut kemerdekaan "Saya pun memiliki dokumen yang resmi, legal, sah, dan asli original meskipun sudah hampir hancur tapi sudah saya scanning menyerupai 1 banding 1 dan saat upacara akan saya serahkan kepada Pemerintah Daerah Pringsewu,"imbuhnya.
Sementara Richard (63) putra Franscois Emile Vander Linde rekan seperjuangan Darius Silitonga mengatakan dulunya di puncak Bukit Silitonga seluas 4 hektar terdapat lorong (goa) sebagai tempat untuk mengintai Tentara Belanda. "Bapak saya ahli membuat amunisi sementara pak Silitonga memiliki senjata (senapan), jadi saling kerja-sama," paparnya.
Menurutnya, atas jasa ayahnya maka Presiden Sukarno memberi penghargaan yakni mengangkat TNI Penghargaan dengan pangkat Lettu meskipun usianya saat itu Franscois Emile Vander Linde
sudah 65 tahun. "Tiga tahun kemudian ayah saya langsung pensiun,"jelasnya.
Sementara Emmalia Afriliana Djohan selaku Arsiparis ahli muda dari Dinas Perpustakaan Pringsewu menambahkan, berdasarkan keterangan dari berbagai sumber, sebutan Bukit Silitonga itu terkait dengan sejarah perjuangan Bangsa Indonesia untuk mempertahkan Kemerdekaan.
Saat pasukan Belanda akan kembali menjajah Indonesia dalam Agresi Militer II, Bukit itu menjadi tempat pertahanan tentara Indonesia dibawah pimpinan Kapten Darius Silitonga.
Bahkan, Bukit Silitonga merupakan satu-satunya wilayah yang ada di sekitar Pringsewu yang berhasil dipertahankan dari pendudukan kembali pasukan Belanda.
Di kawasan bukit yang awalnya bernama Gunung Wungkal, perjuangan pasukan Kapten Darius Silitonga, dibantu seorang warga Belanda, Francois Van der Linde. Anggota Indische Partij dan ahli senjata ini, berpihak dan mendukung kemerdekaan Indonesia.
Untuk menghadapi serangan pesawat tempur Belanda, Kapten Silitonga bersama pasukannya dan Francois Van der Linde, membuat suatu strategi untuk pertahanan dari serangan pasukan Belanda.
"Hingga akhirnya, pasukan Kapten Darius Silitonga berhasil menghalau pesawat tempur Belanda yang akan menyerang Kota Pringsewu,"papar Emmalia Afriliana.
Sedang berdasarkan informasi yang dihimpun Franscois Emile Vander Linde memiliki 19 putra putri dari dua istri. Wafat pada 1967, dimakamkan dekat Bukit Silitonga. Sementara Kolonel Darius Silitonga wafat tahun 2009 dan memiliki 9 anak 5 putra dan 4 putri. (*)
Editor: Muhammad Furqon