Harianmomentum--
Minimarket milik PT Bukit Mas Persada di Jalan RZP Hamim Putra, Kelurahan
Sukadanaham Tanjungkarang Barat, Kota Bandarlampung diduga bermasalah.
Selain tidak mendapat
izin lingkungan dari warga sekitar, pendirian minimarket oleh pemilik tempat
wisata Puncak Mas itu juga ditengarai melanggar peraturan walikota (Perwali)
nomor 11 tahun 2012 tentang Persyaratan dan Penataan Minimarket di
Bandarlampung.
Sebab, pendiriannya
berada di tengah pemukiman penduduk dan berada di jalan lingkungan.
Menurut Isman, Ketua RT
02 Lingkungan I Sukadanaham mengatakan, seluruh warga di lingkungannya menolak
pendirian minimarket tersebut.
Anehnya, informasi yang
berhasil dia peroleh, pemerintah kota (Pemkot) justru sudah mengeluarkan izin
minimarket tersebut.
“Nah, yang menjadi
pertanyaan adalah, apa dasar Dinas Perizinan mengeluarkan izin minimarket?
Padahal tidak ada warga yang setuju,” kata Isman kepada harianmomentum.com,
Senin (23/10/17).
Selain itu, kehadiran minimarket di lokasi itu berdampak buruk terhadap kelangsungan hidup masyarakat sekitar yang mengandalkan hidup dari usaha warung.
“Yang jelas, semua
pemilik warung termasuk 75 kepala keluarga semuanya tidak memberi izin adanya
pendirian minimarket itu,” tegas Isman.
Dalam perwali juga disebutkan bahwa setiap pendirian minimarket harus berdiri radius minimal 50 meter dari tikungan jalan.
“Kondisi ril di lokasi,
habis tanjankan ada tikungan langsung ketemu minimarket. Itukan sudah
melanggar,” katanya.
Sementara Thomas Azis
Riska, pemilik minimarket mengklaim pihaknya sudah mengantongi izin lingkungan
dari warga sekitar sebagai syarat pengajuan izin ke pemkot setempat.
“Kami sudah ada izin
warga, termasuk pemilik warung di sekitar lokasi. Jadi apa lagi mau
diributkan?” kilahnya saat dikonfirmasi Senin malam (23/10/17).
Menurut dia, pembangunan
minimarket bukan di lingkungan masyarakat tetapi berada di dalam kompleks
wisata puncak mas.
“Pembangunan minimarket
itu ditujukan untuk para pengunjung wisata puncak mas,” kata dia.
Mirisnya, pengakuan
Thomas tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Hampir seluruh pedagang di
sekitar lokasi pendirian minimarket menolak kehadiran usaha waralaba tersebut.
Sebab, kehadiran usaha
retail itu dapat mengancam usaha yang sudah mereka rintis sejak bertahun- tahun
lamanya.
“Kalau Thomas bilang
semua pedagang juga sudah memberi izin, saya mau tanya itu pedagang yang mana?
Jangan asal bicara,” ujar Dewi, pemilik warung di sekitar lokasi pendirian
minimarket.
Dia mengeluh, sejak
adanya minimarket tersebut pendapatannya berkurang drastis. “Sejak awal kami
menolak pendirian minimarket itu, tapi nggak tau juga kenapa bisa beroperasi,”
tuturnya.
Bahkan, Dewi mengaku sebelum
minimarket itu beroperasi pemiliknya sempat menawarkan kompensasi sebesar Rp2
juta kepadanya untuk tidak berdagang lagi.
“Saya ditawarin duit Rp2
juta oleh pak Thomas, tapi saya tolak,” katanya.
Hal senada disampaikan
TK, pemilik warung lainnya, yang mengaku keberatan atas pendirian minimarket
itu.
Menurut dia, biasanya
dalam sehari dia bisa mendapat pemasukan sekitar Rp500 ribu. Sejak adanya
minimarket justru menurun drastis.
“Sekarang ini paling
sehari Cuma dapet Rp200 ribu, itupun masih kotor. Kalau seperti ini terus saya
tidak kuat mas,” keluhnya.
Sementara Muhtadi, Kabid
Perizinan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota
Bandarlampung belum berhasil dikonfirmasi terkait hal itu. (aji/day)
Editor: Harian Momentum