MOMENTUM--Kasus suap yang menjerat Prof. Karomani telah merusak citra Universitas Lampung (Unila).
Jabatan rektor yang diemban, justru disalahgunakan sebagai alat mencari “cuan”. Untuk memperkaya diri sendiri. Sungguh ironi bukan?
Ya, sangat menyedihkan tentunya. Tapi itulah faktanya. Perilaku kotor Karomani Cs tak hanya merusak Unila. Tetapi turut mencoreng dunia pendidikan di tanah air.
Betapa banyak dosen di kampus negeri itu yang harus menanggung malu di luar sana. Tidak terhitung para alumni yang mendapat cemooh.
Seperti kata pepatah: gara- gara nila setitik, rusak susu sebelanga. Karena ulah beberapa oknum, keluarga besar Unila harus menanggung malu.
Bisa jadi, praktek curang dalam proses penerimaan mahasiswa baru di Fakultas Kedokteran (FK) Unila itu sudah berlangsung lama. Bukan hanya tahun ini.
Akibatnya, banyak pihak yang meragukan kualitas keilmuan alumni kampus tersebut. Terutama lulusan Fakultas Kedokteran (FK). Tapi saya tidak setuju dengan pendapat itu. Kenapa?
Mahasiswa di FK Unila tentu sudah melalui proses pendidikan panjang. Pasti banyak sekali tahapan yang harus dilalui mahasiswa untuk bisa menyandang gelar Sarjana Kedokteran.
Kalau pun ada yang masuk memakai jalur suap, tentu dia akan kesulitan dalam mengikuti pembelajaran. Saya yakin itu.
Tapi, untuk memperbaiki citra FK, Unila harus memberi sanksi tegas bagi seluruh mahasiswa yang masuk melalui jalur suap. Tentu, sanksi itu menunggu hasil penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan putusan pengadilan.
Juga perlu adanya perubahan sistem dalam proses penerimaan mahasiswa baru. Jika tidak, citra kampus yang sudah terlanjur kotor akan sulit dibersihkan.
Coba bayangkan, ketika menjadi mahasiswa saja mereka sudah menyogok, bagaimana kalau sudah lulus?
Bukan tidak mungkin nantinya mereka melakukan malapraktek terhadap pasiennya. Bagaimana pun, profesi yang mereka jalani nantinya berkaitan dengan nyawa manusia.
Keputusan itu memang sulit. Tidak mudah untuk diterapkan. Karena menyangkut masa depan ratusan mahasiswa.
Tapi percayalah, itu akan lebih baik dari pada memakan korban di kemudian hari. Ibarat jamu, rasanya memang pahit. Tapi setelah diminum efeknya baru terasa untuk kesehatan.
Tentu, memberi sanksi terhadap mahasiswa lewat jalur suap itu merupakan kebijakan pihak kampus. Tidak ada yang bisa mengintervensi.
Meski demikian, saat ini hanya ada dua pilihan. Bersikap tegas untuk memperbaiki citra kampus atau membiarkannya tetap tercemar. Itu saja.
Tabikpun. (*)
Editor: Agung Darma Wijaya