MOMENTUM, Bandarlampung--Kasus dugaan pelanggaran peribadatan di Gereja Kristen Kemah Daud (GKKD) karena terjadi pelanggaran kesepakatan untuk tidak melakukan kegiatan peribadatan di tempat tersebut sebelum ada izin.
Hal itu terungkap dalam sidang kasus dugaan pembubaran kegiatan peribadatan di GKKD di Kelurahan Rajabasajaya, Bandarlampung. Sidang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang pada Selasa 13 Juni 2023,
Dalam sidang dengan terdakwa Ketua RT 12 Rajabasajaya, Wawan Kurniawan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan dua saksi: Kepala Bappeda Bandarlampung Khaidarmansyah dan Kepala Kemenag Bandarlampung Makmur.
Baca Juga: Sidang Kasus GKKD, Saksi: Tempat Ibadah Itu Gudang dan Belum Ada Izin
Baca Juga: Kuasa Hukum GKKD Pertanyakan Dua Pasal di BAP, Jaksa: Sesuai Fakta di Lapangan
Pada kesempatan itu, Jaksa Syamsi Talib bertanya ke Khaidarmansyah: "Apakah saksi mengetahui peristiwa yang terjadi di GKKD?"
"Saya tahu setelah dikirimkan video oleh staf dan viral di media sosial. Di video itu, saya lihat Ketua RT Wawan masuk dengan loncat pagar dan teriak agar ibadah dihentikan," kata saksi Khaidarmansyah.
Ketiga ditanya apakah yang dilakukan Wawan Kurniawan merupakan kewenangannya sebagai Ketua RT.
"Tidak, bukan kewenangan Ketua RT," ucapnya.
Kemudian, jaksa menanyakan soal pemicu perselisihan antara terdakwa dengan Jemaat GKKD. Menurut Khaidarmansyah, perselisihan terjadi karena GKKD melanggar kesepakatan.
"Karena GKKD melanggar kesepakatan. Bangunan itu belum memiliki izin untuk tempat ibadah. Sekarang udah dikeluarkan izin sementara sebagai tempat ibadah oleh Camat Rajabasa," jawab saksi.
Kesaksian serupa juga disampaikan Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Bandarlampung, Makmur. Dia mengaku mengetahui peristiwa tersebut setelah diberitahu stafnya.
"Iya saya tahu dari staf. Tapi peristiwa persisnya tidak tahu," katanya.
Menjawab pertanyaan jaksa, Makmur menjelaskan perselisihan di GKKD sudah terjadi sejak 2013. Hal ini kembali terjadi pada 2014, 2016, 2019 dan pada 19 Februari 2023.
Menurut dia, sebelum terjadi peristiwa itu, ada kesepakatan tidak boleh melakukan kegiata peribadatan di tempat tersebut sampai ada izin. "Karena pelanggaran itu makanya terjadi peristiwa tersebut," jelas Makmur. (*)
Editor: Muhammad Furqon