Ada Istilah Uang Komando dalam Kasus Korupsi Retribusi Sampah DLH

img
Ketiga saksi yang dihadirkan Jaksa dalam perkara korupsi retribusi sampah DLH Bandarlampung. Foto: Ardi Munthe

MOMENTUM, Bandarlampung--Tiga saksi yang dihadirkan jaksa kompak mengadakan ada setoran uang komando yang diberikan kepada ketiga terdakwa korupsi retribusi sampah Dinas Lingkungan Hidup (DLH).

Pernyataan itu disampaikan oleh ketiga saksi, Joko Kurniawan pegawai Honorer DLH, Heri Candra dan Karim selaku aparatur sipil negara (ASN) DLH Bandarlampung. Ketiganya bertugas sebagai panagih uang retribusi sampah.

Duduk di kursi pesakitan, Kepala DLH Bandarlampung Sahriwansah, Kepala Bidang Tata Lingkungan DLH Haris Fadillah, dan Pembantu Bendahara Penerima Hayati. Mereka terlibat korupsi retribusi sampah tahun anggaran 2019-2021.

Saksi pertama yang dimintai keterangan oleh Jaksa yaitu Karim, dia mengaku setiap bulannya menyetor uang penagihan retribusi sampah kepada terdakwa Haris Fadillah dan Hayati.

"Target yang harus saya penuhi untuk penarikan itu Rp64 juta, uang yang resmi saya setorkan ke pendapatan asli daerah (PAD) Rp41 juta, kemudian yang tidak resmi itu disetor ke ibu Hayati Rp12 juta dan ke Haris Rp10 juta, kemudian ada juga istilah uang komando itu diberikan ke Haris juga sebanyak Rp11 juta," ucap Karim di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Bandarlampung, Rabu (14-6-2023).

Dijelaskan Karim, uang komando yang diberikan ke terdakwa Haris Fadillah itu adalah gabungan dari uang setiap petugas penagih.

"Kami ada 11 petugas penagih uang retribusi sampah, setiap penagih stor ke saya Rp1 juta, jika sudah terkumpul semua uang itu saya stor ke Haris Fadillah, saya dengarnya itu perintah dari Kepala Dinas (Sahriwansah)," ungkapnya.

Pernyataan itu juga dibenarkan oleh saksi Heri Candra dan Joko Kurniawan. Mereka berdua juga harus memenuhi target yang diarahkan oleh terdakwa Sahriwansah.

"Mulai Agustus 2019, dari hasil penagihan uang retribusi sampah itu karcis saya ambil dari Hayati (terdakwa) yang harus disetorkan senilai Rp41 juta. Kemudian, yang disetorkan secara resmi ke PAD itu Rp28 juta dan yang tidak resmi itu Rp 12 juta ke Hayati dan uang komando Rp 1 juta ke Haris," kata Candra.

Masih kata Candra, setoran tersebut dia kumpulkan dari objek pungutan retribusi sampah di Jalan Ponogoro, Wolter Mongin Sidi, Soekarno Hatta dan Cut Mutia.

Kemudian, Candra menjelaskan, menurut dia kepala dinas yang dulu sebelum dijabat oleh terdakwa Sahriwansah sangat berbeda.

"Iya sangat beda di jaman Sahriwansah ada tiga pungutan yang harus disetor, sedangkan dulu sebelum dijabat terdakwa cuma satu saja uang retribusi sampah yang harus di setor," bebernya.

Lalu kata Heri, dirinya juga rutin menyetor Rp2,5 juta ke Sahriwansah ke seseorang bernama Sahidin.

"Saya juga kasih uang Rp2,5 juta ke pak sahidin(ditujukan ke Sahriwansah), awalnya saya kasih langsung ke pak Sahriwansah, tapi supaya orang-orang  tidak tau saya kasih lewat pak Sahidin," imbuhnya.

Sementara, saksi Joko Kurniawan mengatakan, dia ditarget mendapat hasil retribusi sampah untuk PAD senilai Rp 27 juta setiap bulan.

"Saya itu ada dua wilayah, untuk daerah Jalan Imam Bonjol nilainya Rp 12 juta dan daerah Telukbetung Utara Rp 15 juta, jadi total Untuk PAD ada sekitar Rp 27 juta," kata Joko.

Lalu, Joko melanjutkan, selain setoran resmi dirinya juga memiliki setoran lain ke terdakwa Hayati.

"Itu beda dengan yang setor ke Bu Hayati, Saya setor ke bu Hayati Rp 6,5 juta sejak awal 2019-2021. Ada juga uang komando Rp 1 juta saya serahkan lewat pak Karim," katanya. (*)






Editor: Muhammad Furqon





Leave a Comment

Tags Berita

Featured Videos