MOMENTUM, Bandarlampung--Kasus penangkapan benih bening lobster (BBL) alias benur di Pesisir Barat (Pesibar) untuk diekspor telah berlangsung sejak lama.
Bahkan, penangkapan benur tersebut tidak dilakukan sembunyi-sembunyi. Sebaliknya, justru dilakukan secara terbuka.
Anehnya, aparat penegak hukum tidak pernah bertindak. Malah terkesan menutup mata dengan aktivitas ilegal tersebut.
Begitu diceritakan Kamsin, salah satu warga Bengkunat Pesisir Barat saat jumpa pers di Kantor Hukum WFS dan Rekan, Senin (16-12-2024).
"Pencurian benur ini sudah berlangsung sebelum Polres Lampung Barat. Sampai saat ini masih berlangsung," kata Kamsin.
Sebelum adanya pemekaran Polres Lampung Barat, Kamsin bercerita, pernah memantau aktivitas penangkapan benur di Pesibar.
"Saya pernah sanggung (mantau) langsung dari jam 8 malam sampai 6 pagi. Begitu saya lihat mereka (pencuri benur) mengarah ke pinggiran, saya telpon langsung Tim Buser Polres Lampung Barat," tuturnya.
Menurut dia, saat ini pelaku penangkapan benur secara ilegal itu langsung ditangkap dan dibawa ke Polres Lampung Barat.
Meski demikian, para pelaku hanya ditahan sekitar lima hari saja. Setelah itu mereka kembali dilepaskan.
"Saat itu sempat ditangkap tapi lebih kurang lima hari. Kemudian dilepaskan," sebutnya.
Dia menuturkan, para pelaku yang sempat ditangkap itu masih terus menjalani aktivitas ilegal tersebut.
Bahkan, menurut dia, sampai saat ini para pelaku masih melakukannya tanpa tersentuh aparat penegak hukum.
"Sampai hari ini pengambilan benih lobster itu masih berlangsung," ujarnya.
Dia mengungkapkan, aktivitas penangkapan benur secara ilegal dilakukan secara terbuka.
"Saya pikir semua masyarakat tidak ada yang tak tahu. Apalagi aparat penegak hukumnya," sebutnya.
Apalagi, dia mengungkapkan, lebih dari seribu sampan atau perahu yang digunakan untuk menangkap benur tersebut berada di Pelabuhan Bengkunat dan Siging.
"Kalau di Pelabuhan Bengkunat itu ada 800an sampan. Ada juga Pelabuhan Siging sekitar 600an. Kalau boleh saya katakan, mustahil tidak tahu, tidak melihat dan tidak mendengar. Karena ini sudah lama," jelasnya. (**)
Editor: Agung Darma Wijaya