MOMENTUM, Jakarta -- Senja menjelang, jalan Desa Kauman Lor, Kecamatan Pabelan, Semarang yang terpasang jejeran bendera merah putih dan umbul-umbul itu semakin gemerlap oleh nyala ratusan lampu led merah-putih membentuk lorong.
Suasana Agustusan di desa pentangga Kampoeng Kopi Banaran PTPN I Regional 3 ini mewakili rasa hormat warganya kepada pahlawan kemerdekaan. Tak kurang, rasa yang sama juga disampaikan Sugeng (85), salah satu tetua kampung yang saat ini masih aktif berniaga dengan warung sembakonya.
Selain sembako, pria sepuh ini juga melayani pembeli yang ingin minum kopi atau jenis minuman lainnya. Juga beberapa jenis gorengan. Beberapa meja dan bangku di teras warungnya selalu menjadi ruang ngobrol warga sambil menikmati secangkir kopi khas Banaran.
Sugeng tidak sendiri mengelola warungnya. Ia dibantu Abdul, keponakannya, untuk mengerjakan hampir semua pekerjaan fisiknya. Sedangkan Sugeng lebih sebagai "owner" yang kemungkinan besar akan mewariskan kepiawannya berdagang di kampung itu kepada Abdul. Tak berlebihan jika Sugeng sering memberi arahan dan berkisah tentang perjalanan "bisnisnya" sampai kepada hal-hal non teknis.
"Untuk diketahui ya, Dul (Abdul). Dulu, warga sini ladangnya bukan kopi. Lalu, orang Belanda buka kebun kopi di Banaran itu. Setelah kopinya berbuah, mereka juga buat pabrik (sekarang Pabrik Kopi Banaran PTPN I Regional 3). Nah, mulai saat itu masyarakat ikut nanam kopi yang bibitnya dari mereka. Juga cara mengolahannya diajari mereka. Itu cerita sehingga kita bisa nikmati kopi sedap ini," kisah Sugeng sambil nyeruput kopi hangat yang baru dibuatkan Abdul.
Kisah asal-usul Kopi Banaran yang hingga saat ini menjadi "trade mark" kopi kualitas tinggi dari Jawa ini sering terlupakan. Kopi Banaran tidak lagi dimonopoli oleh PTPN I Regional 3 sebagai pewaris perusahaan Belanda di Jawa Tengah sejak 1911, tetapi sudah dimiliki oleh masyarakat sekitar. Di semua wilayah Semarang Utara yang bersuhu sejuk, seperti Pabelan, Jambu, dan sekitarnya, kebun-kebun kopi milik masyarakat sudah dikelola dengan baik dan relatif sama kualitasnya dengan yang diproduksi PTPN I Regional 3 (sebelumnya PTPN IX).
Meskipun tidak membuka kelas khusus tentang budidaya kopi robusta yang diusahakan PTPN I Regional 3, masyarakat menyerap ilmu secara seksama dari lapangan. Keberadaan masyarakat sekitar yang menjadi pekerja, baik yang berada di level kebijakan maupun yang di lini lapangan, adalah katalisator yang akan mentransfer pengetahuan dan keterampilan budi daya. Mereka kemudian kenjadi konsultan pro-bono untuk saudara-saudaranya di luar kebun yang ini ikut menanam kopi.
Kisah Sugeng kepada Abdul adalah satu dari ribuan cerita nyata tentang peran PTPN I dalam menciptakan ruang ekonomi baru di masyarakat. Di Lampung, misalnya, ketika masyarakat belum mengenal karet sebagai komoditas yang sangat diminati pasar global, PTPN I masuk dengan budi daya karet. Belajar dari PTPN I, sekarang luas tanama karet di Provinsi Lampung lebih dari 130 ribu hektare. Demkian juga dengan daerah lain dan komditas lain.
"PTPN I sebagai agen perubahan itu nyata. Banyak transfer of knowledge ketika kami membuka kebun di suatu tempat yang kebanyakan di daerah terpencil. Di situlah kemudian tumbuh pusat-pusat ekonomi baru, transaksi semakin massif karena uang beredar semakin besar, dan pasar bebas akan datang sendiri berdasar supply and demmand. Peran itu salah satu yang membuat kami (PTPN I) tetapi dicintai masyarakat," kata Teddy Yunirman Danas, Direktur Utama PTPN I di Jakarta, Sabtu (16/8/25).
"Kehadiran PTPN I di suatu daerah tidak hanya sebatas menjalankan bisnis perkebunan, melainkan juga menciptakan ekosistem ekonomi yang dinamis. Keberadaan Unit Kerja secara langsung menyerap ribuan tenaga kerja lokal, baik sebagai karyawan tetap maupun pekerja harian. Hal ini secara signifikan mengurangi angka pengangguran dan meningkatkan pendapatan masyarakat", kata Teddy.
Sekretaris Perusahaan Aris Handoyo menambahkan, PTPN I berkomitmen untuk terus berinvestasi dan berkontribusi secara nyata dalam memajukan perekonomian daerah. Melalui sinergi dengan pemerintah daerah, masyarakat, dan pelaku usaha lokal, PTPN I optimis dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan merata, kata Aris.
"Ini sejalan dengan program Asta Cita Presiden Prabowo Subiyanto, meningkatkan lapangan kerja yang berkualitas, mendorong kewirausahaan, mengembangakan industri kreatif, dan melanjutkan pengembangan infrastuktur. Membangun dari desa dan dari bawah pemerataan ekomomi dan pemberantasan kemiskinan," kata Aris. (*)
Editor: Muhammad Furqon