MOMENTUM--Di suatu kota, ada sebuah perusahaan transportasi terkemuka.

Gomiwang Jalak Namanya. Perusahaan transportasi yang digadang-gadang terbesar se kecamatan.

Bagaimana tidak, mulai dari lintas kota, provinsi sampai antar negara sudah pernah diladeninya.

Mulai dari armadanya hanya satu kini berkembang menjadi puluhan unit.

Tak ada perusahaan lain yang mampu menyainginya. Eits, tapi itu hanya klaim mereka.

Faktanya sih banyak juga perusahaan transportasi lainnya yang tidak kalah dari Gomiwang.

Di lain sisi, ada seorang pemuda yang bernama Dorman. Dia bekerja sebagai juru tulis di perusahaan kertas.

Suatu hari, Dorman berkesempatan untuk jalan-jalan ke luar kota bersama dengan Paguyuban Juru Tulis.

Pengurus paguyuban pun menyewe armada Gomiwang Jala selama lima hari.

Dalam perjalanan, kru dari armada itu terbilang ramah-ramah. Mereka memenuhi semua keinginan penumpang. Tentunya bukan yang aneh-aneh ya.

Singkat cerita, Dorman dan rombongan kembali ke kampung halamannya setelah menikmati perjalanan.

Dalam perjalanan pulang, Dorman tertidur. Bangun-bangun dia sudah sampai di kantor paguyubannya.

Apesnya, telponnya si Dorman ketinggalan di armada Gomiwang. Mungkin dia lelah, habis perjalanan jauh.

Dia pun menelusuri jejak telponnya yang tertinggal. Berbagai petunjuk yang didapat mengarah ke kru armada.

Berbekal petunjuk itulah, dia mencoba komunikasikan dengan manajemen Gomiwang.

Pihak manajemen mengklaim kalau krunya tidak ada yang mengambil. Mereka juga menceritakan banyaknya barang yang tertinggal tapi selalu disimpan.

Sebaliknya, mereka justru menuding si Dorman berbohong dengan mempertanyakan bukti bahwa telponnya tertinggal.

Menurut mereka, bisa saja telpon tersebut tertinggal di tempat lain dan menuduh krunya yang mengambil.

Padahal, si Dorman sudah menjelaskan petunjuk-petunjuk yang didapatnya. Tapi pihak manajemen menolak mempercayainya.

Sebetulnya bukan si Dorman tidak terima. Hanya saja, telponnya tertinggal di tempat yang jelas dan ada petunjuknya.

Kalau telpon itu tertinggal di tempat lain, tentunya dia tak mempermasalahkannya.

Dorman pun meninggalkan kantor manajemen dengan rasa kecewa. Dia pun memutuskan untuk tidak lagi naik armada Gomiwang yang meremehkan penumpangnya.

Dari cerita itu, memang Dorman lalai. Dia lupa akan barang bawaannya. Pihak manajemen jangan pula mengabaikannya dan menuding berbohong hanya berdasarkan logika semata.

Apalagi, posisinya tertinggal dalam keadaan kosong alias tidak ada penumpang. Lain cerita kalau tertinggal di angkutan umum yang masih banyak penumpang.

Cerita di atas hanya karangan belaka. Mohon maaf apabila ada kesamaan tokoh, tempat dan waktu. Tabik (*)