Harianmomentum.com--Penggunaan batu bara untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dianggap merugikan banyak pihak.
Sebab, dari proses penambangan batu bara hingga digunakan sebagai sumber energi serta pendistribusiannya ke PLTU menimbulkan banyak masalah.
Mulai dari penambangan yang menyebabkan kerusakan lingkungan, polusi udara hingga kerusakan jalan akibat transportasi pengangkutan batu bara.
Hal itu dikatakan oleh Heri Maryanto Koordinator Lampung Pedulu Geosfer melalui pesan whatsapp yang diterima harianmomentum.com, Rabu (3-4-2019).
Dia menuturkan, di wilayah Lampung, batu bara dikirim dari pusat pertambangan milik PT. Bukit Asam (PTBA), diangkut menggunakan kereta api yang biasa di sebut Babaranjang (batubara rangkaian panjang) milik PT Kereta Api Indonesia (KAI).
“Dikirim melintasi beberapa kabupaten/kota di Provinsi Lampung dan selalu menimbulkan kemacetan setiap melintasi Kota Bandarlampung,” kata dia.
Selanjutnya, sambung dia, setelah tiba di stockpile (gudang) Tarahan, yang berada di perbatasan Bandarlampung-Lampung Selatan, proses bongkar muat menimbulkan debu yang beterbangan.
“Hal itu menyebabkan polusi udara yang berbahaya bagi kesehatan masyarakat sekitar,” ujarnya.
Terlebih, kata dia, dalam proses pengangkutannya, sebelum digunakan sebagai bahan bakar PLTU, diangkut dari stockpile PT. BA ke PLTU Tarahan menggunakan alat yang melintas di atas jalan raya.
“Hal itu membahayakan pengguna jalan yang melintas dibawahnya. Ditambah lagi dengan pembuangan limbah yang sampai ke laut,” katanya.
Menurut dia, limah tersebut menyebakan peningkatan suhu air laut yang dapat merusak biota laut dan mengganggu ekosistem.
“Hal ini sangat merugikan masyarakat, khususnya nelayan sekitar karena dapat menurunkan hasil tangkapan mereka,” terangnya.
Kalau begini terus, lata dia, para nelayan terancam kehilangan sumber mata pencaharian. “Jadi, stop PLTU batu bara sekarang juga, mulailah gunakan energi terbaru yang ramah lingkungan untuk Indonesia bersih,” tegasnya.(acw)
Editor: Harian Momentum