MOMENTUM, Semarang--Abad 21 merupakan abad kebebasan informasi. Kecanggihan teknologi informasi menjadikan arus informasi susah untuk dibendung. Terlebih bagi generasi milenial (lahir setelah 1982) sebagai pengguna terbesar gadget dan smartphone saat ini. Mereka benar-benar larut dalam euforia dalam kecanggihan lalulintas informasi.
Satu dua kali sentuhan pada papan smartphone sudah mampu mengirim tulisan, suara, photo, video, meme, dan vlog kepada sesama teman di sosial media. Dalam dunia maya mereka bisa bertukar peran sebagai donor maupun resipien universal.
Tidak ada yang salah yang mereka lakukan. Karena kebebasan berpendapat di muka umum dilindungi oleh Pasal 28 UUD 1945 dan Pasal 29 Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia. Namun akhir-akhir ini kita sering dihadapkan berita hoax (bohong), nyinyiran, ujaran kebencian, adu domba di sosial media. Berita yang demikian malah menciderai nilai luhur pancasila dan UUD 45.
Dalam pandangan Soekamto (2009), berita Hoax adalah sebuah pemberitaan palsu atau usaha untuk menipu dan mengakali pembaca/ pendengarnya untuk mempercayai sesuatu, padahal sang pencipta berita palsu tersebut tahu bahwa berita tersebut palsu.
Karakteristik berita Hoax adalah: Tidak menyertakan link terpercaya, Link sumber palsu dan tanpa laman landas, dipaksa untuk menyebarkan ulang informasi, tidak masuk akal, tidak merespon pertanyaan (Nino, 2017).
Kecanggihan teknologi telah memicu lalu lintas berita hoax di media online kini kian tak terbendung. Imbasnya pelajar sebagai generasi milineal semakin terbiasa menerima pesan-pesan hoax di jejaring internet. Ujungnya pelajar juga akan terhasud untuk membuat berita hoax yang serupa. Hal ini karena pelajar yang rata-rata usia remaja yang diidentikkan dengan masa pencarian jati diri, sangat mudah terpengaruh dengan budaya luar.
Berdasarkan angket yang dibagikan kepada 36 siswa di kota Semarang, di peroleh informasi 3 responden berkriteria tidak suka berita Hoax, 11 reponden berkriteria cukup suka berita Hoax, 16 reponden berkriteria suka berita Hoax, dan 6 responden berkriteria sangat mempercayai berita Hoax.
Dampak berita hoax sungguh mengkawatirkan bagi generasi muda ke depan. Karena hoax menggrogoti karakter generasi muda. Hoax juga mengancam perpecahan atau disintegrasi bangsa. Rizki (2017), menambahkan bahwa berita hoax dapat membawa dampak yang kurang lebih sama dengan fitnah. Berita palsu ini bisa menjadi salah satu pemicu munculnya perselisihan, keributan, juga menyebarkan kebencian.
Dengan demikian semua elemen bangsa bisa mengambil peran sesuai dengan kapasitasnya di masyarakat. Termasuk sekolah sebagai garda terdepan dalam menebar nilai-nilai karakter bangsa. Untuk itu, diperlukan peran sekolah untuk mengikis karakter yang suka berita Hoax di kalangan siswa. Salah satu metode yang dapat dipakai adalah melalui sosialisasi dan pembuatan blog edukasi.
Blog edukasi adalah suatu web yang berisi tulisan, artikel, dan informasi bermanfaat yang diperbarui secara teratur dan diakses secara online, baik untuk umum maupun pribadi untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya.
Blog edukasi juga mendukung GLS (Gerakan Literasi Sekolah). Konten-konten blog juga dapat dicetak serta dipajang di setiap sudut mading sekolah dan Perpustakaan Sekolah.
Sosialisasi dilakukan oleh peneliti kepada responden saat Peringatan hari Kartini dan hari Pendidikan Nasional. Sosialisasi dalam penelitian ini mengenai pengertian berita hoax, ciri-ciri berita hoax, cara mudah mendeteksi berita hoax, bahaya dan dampak negative berita hoax, serta cara mudah menghindari berita hoax.
Pembuatan blog yang dilakukan responden sebanyak tiga blog, kemudian hasilnya dilombakan untuk memberi penghargaan kepada para responden, dan diharapkan responden akan selalu aktif mengisi blog dengan kegiatan sekolah, materi pelajaran dan materi tentang hoax serta memberi informasi positif bagi pengguna web.
Blog edukasi ini diakses secara teratur dan dapat dibaca secara umum oleh seluruh siswa. Tujuan dari pembuatan blog edukasi adalah untuk mengurangi Hoaxers di kalangan siswa sebagai generasi milenial.
Kesimpulan akhir diperoleh fakta adanya perubahan terhadap Hoaxer setiap kategori. Sosialisasi dan pembuatan blog untuk mengikis hoaxers di kalangan siswa di kota Semarang sangat efektif. Hal ini ditunjukkan pada kategori tidak menyukai berita hoax mengalami kenaikan sebesar 866,67%.
Kategori cukup menyukai berita hoax mengalami penurunan sebesar 63,64%, kategori menyukai berita hoax mengalami penurunan sebesar 87,5%, dan kategori sangat menyukai berita hoax mengalami penurunan sebesar 83,3%.(**)
Oleh: Dra. Indriyati, M.Pd. Penulis adalah Guru IPA Terpadu SMP N 19 Semarang
Editor: Harian Momentum