MOMENTUM--Bangsa Indonesia mengawali tahun 2020 dengan keprihatinan. Bencana banjir melanda sejumlah daerah. Kemeriahan yang selalu mengiringi datangnya tahun baru, berubah menjadi suasana duka.
Bencana yang terjadi pada 1 Januari 2020, menelan korban ratusan jiwa. Ribuan warga mengungsi. Banyak fasilitas umum, infrastruktur, ladang dan sawah petani, dan rumah warga, yang rusak.
Bencana banjir pada awal tahun ini, dinilai lebih dahsyat dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini antara lain, akibat curah hujan yang tinggi. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), menyebut curah hujan pada awal 2020 tertinggi sejak 1866. (Kompas, 3 Januari 2020).
Di tengah keprihatinan dan suasana duka itu, ada sekelompok manusia yang tidak lagi memiliki nurani. Khususnya terkait dengan bencana yang terjadi di Jakarta.
Mereka memanfaatkan penderitaan dan duka warga Jakarta untuk kepentingan politik atau kelompoknya dengan menyebarkan informasi yang provokatif, menghasut, bahkan fitnah.
Simak saja, misalnya, pernyataan: Kerugian banjir Jakarta bisa digunakan untuk membangun ribuan desa. Ungkapan ini benar-benar tak bermoral! Karena seperti menganggap bencana sebuah tindakan kriminal.
Padahal, mereka juga mengerti jika sejak zaman penjajah Belanda hingga kini belum satu pun Gubernur Jakarta, bahkan Presiden Indonesia yang bisa mengatasi persoalan banjir Jakarta.
Kita semua prihatin dengan penderitaan warga yang tertimpa musibah bencana banjir. Namun, yang lebih memprihatinkan adalah munculnya manusia-manusia bermoral busuk.
Penderitaan warga yang tertimpa bencana, insya Allah, akan pulih sering dengan perjalanan waktu.
Namun, manusia bermoral busuk, sulit disembuhkan. Karena banyak faktor yang mempengaruhi. Mulai dari kepentingan politik dan kelompok, kebencian, profesi, takut kelaparan, karakter, hingga hatinya memang busuk.
Mereka itu juga berbahaya karena kepintarannya bisa menjebak dan mempengaruhi orang lain. Jika kondisi itu sampai terjadi, berarti bencana besar karena banjir manusia tak bermoral! Naudzubillah. Semoga nurani kita selalu terjaga. (*)
Muhammad Furqon - Redaktur Harian Momentum
Editor: Harian Momentum