MOMENTUM, Bandarlampung--Suatu bangsa yang besar, menjadi wajar jika memiliki keinginan untuk mencapai ketentraman dan keamanan di tengah masyarakat. Kita semua menyadari bersama - sama dalam bangsa yang besar terdapat banyak pemikiran berbeda. Tentunya, pemikiran tersebut tentu membawa perbedaan standar dalam kehidupan.
Indonesia merupakan negara hukum. Negara demokrasi yang memiliki payung hukum jelas. Oleh karenanya, Indonesia wajib mengusahakan kesejahteraan untuk seluruh rakyatnya. Adapun kesejahteraan yang dimaksud adalah kesejahteraan lahir dan batin. Sedangkan hukum berfungsi sebagai rekayasa sosial dalam mewujudkan pembangunan.
Untuk itu, dibutuhkan standar yang bersifat permanen melalui kesepakatan bersama. Standar tersebut biasa dikenal sebagai nilai dan norma. Pengertian normal dari para ahli adalah seperangkat nilai yang disepakati bersama dan harus ditaati. Contoh kecilnya adalah norma hukum atau biasa disebut dengan peraturan perundang - undangan.
Peraturan perundang - undangan merupakan sebuah ketentuan yang harus ditaati, namun jika ketentuan tersebut dilanggar maka si pelanggar tersebut akan dikenai sanksi. Adapun perundang - undangan di Indonesia ini, terdapat dua tingkatan. Tingkatan pertama adalah ketentuan di tingkat pusat dan yang kedua adalah ketentuan di tingkat daerah. Dua ketentuan inilah, yang menjadi kunci keharmonisan suatu negara menjadi besar.
Berdasarkan peraturan yang diturunkan dari UUD 1945, peraturan daerah (Perda) dibuat langsung oleh Bupati, Wali Kota atau yang paling utama dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dari perda tersebut, ada sebagian peraturan yang harus dan wajib untuk diajukan ke pemerintah pusat sebagai bentuk menumbuhkan sinergitas. Lalu, perlukah harmonisasi perda dalam mendukung kebijakan pemerintah pusat?
Jawabannya adalah iya. Karena, dengan menerapkan peraturan daerah di suatu kota atau kabupaten, sinergitas dalam pembangunan untuk mewujudkan suatu negara yang besar dan hebat dapat diwujudkan secara bersama - sama. Contoh kecil dari peraturan daerah yang mendukung kebijakan pusat adalah penerapan sistem pemerintah berbasis elektronik (SPBE).
Jawa Timur misalnya, baru - baru ini telah meluncurkan aplikasi Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) secara online, paperless, dan digital signing, serta E-Evaluasi APBD Kabupaten/ Kota se-Jatim. Melalui aplikasi tersebut, diharapkan dapat memperkuat konektisitas antara perencanaan dan penganggaran regional di Jawa Timur.
Aplikasi tersebut sengaja dirancang secara regional Jawa Timur, karena secara APBD, Jawa Timur memiliki 38 kabupaten/kota atau terbesar di Indonesia. Sehingga presisi, akurasi dan akuntabiliti dari perencanaan dan penganggaran perlu terus disiapkan. Sehingga, kecepatan dan transparansi dalam sistem Surat Perintah Pencairan Dana secara online dapat dilihat secara bersama - sama.
Seperti yang dikatakan oleh Gubenur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, bahwa sistem Surat Perintah Pencairan Dana secara online ini, baru dirumuskan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Sehingga, Provinsi Jawa Timur mengklaim aplikasi tersebut merupakan yang pertama diluncurkan di Indonesia dan diharapkan dapat menjadi acuan bagi daerah lainnya.
Untuk itu, seyogianya peraturan daerah dapat peran aktif dalam mendukung percepatan pembangunan melalui singkronisasi kebijakan pemerintah pusat. Hal ini pun, telah sesuai dengan landasan hukum Peraturan Presiden nomor 95 tahun 2018 tentang sistem pemerintahan berbasis elektronik yang ditanda tangani langsung oleh Presiden RI Joko Widodo pada 2 Oktober 2018 yang diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2018 nomor 182 oleh Menkumham.(**)
Oleh : Almira Fadhillah. Penulis adalah Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Gunadarma
Editor: Harian Momentum