MOMENTUM, Betung---Manajemen baru PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII yang dikomandani Doni P. Gandamihardja tancap gas untuk men-drive kinerja perusahaan.
Hadir dan mengadakan briefing perdana pada Kamis (4/6/20), Doni langsung terbang ke PG Cintamanis, Sumatera Selatan, Jumat (5/6/20) untuk buka giling tebu 2020. Doni kembali ke Cintamanis untuk mendampingi kunjungan Komisi II DPRD Sumsel pada Rabu (10/6/20).
“Dari Cima (Cintamanis), beliau langsung ke Betung untuk rapat dengan seluruh manajer di sekitarnya. Mulai rapat habis isya dan baru selesai jam tiga pagi. Paginya, beliau sudah meninjau pabrik,” kata Hidayat, Manajer PTPN VII Unit Betung yang menjadi tuan rumah, kemarin.
Dua hari sebelum mantan Dirut PTPN XIV itu sampai di Betung, Senior Executive Vice President (SEVP) Bidang Operasional I Fauzi Omar sudah berada di lokasi.
Fauzi diberi tugas mengurus seluruh proses operasional untuk komoditas kelapa sawit dan teh. Sedangkan SEVP Ops. I yang percayakan kepada Dicky Tjahyono mengurus komoditas karet dan tebu (industri gula putih).
Menggelar pertemuan di Unit Betung, dua pendatang baru di PTPN VII itu mengidentifikasi kondisi bisnis dan prospek dari komoditas kelapa sawit dan karet.
Hadir pada rapat panjang itu, Manajer PTPN VII Unit Betung Krawo Daniel Solikhin, Manager Unit Bentayan Budi Santoso, Manager Unit Tebeban Andri, dan Manager Unit Musilandas Rusman Ali Yusuf. Mereka didampingi para karyawan pimpinan setingkat asisten kepala dan asisten.
Dalam identifikasinya, Fauzi Omar memberi catatan penting untuk komoditas kelapa sawit di wilayah Sumsel. Dia mengatakan, dengan lima unit kerja yang mengelola komoditas ini di Sumsel, kata dia, wilayah ini adalah prospek terbaik untuk komoditas kelapa sawit.
“Kalau saya boleh membuat istilah, kebun dan pabrik kelapa sawit kita di wilayah Sumsel ini adalah kapal induknya PTPN VII. Potensinya sangat besar, prospeknya masih sangat bagus. Kalau kita bersungguh-sungguh dengan detail dan cermat, saya optimistis kelapa sawit akan menjadi pendorong utama kebangkitan PTPN VII,” kata pria kelahiran Belawan yang akan ulang tahun ke 49 pada 20 Juni 2020 ini.
Omar berjanji mendampingi manajemen di setiap unit untuk menjalankan pengelolaan kebun dan pabrik secara lebih intensif. Ia mengatakan, budaya kerja perkebunan memang membutuhkan perhatian ekstra dari semua unsur pimpinan.
“Budaya kerja perusahaan perkebunan itu sangat berbeda dengan perusahaan manufaktur, apalagi perbankan, misalnya. Yang bekerja di kebun itu manusia, saudara-saudara kita. Tingkat kepatuhan dan potensi bias atau penyimpangannya sangat relatif dan cepat. Itu semua tergantung dari pimpinannya,” kata dia.
Oleh karena itu, dia mengajak semua unsur pimpinan, dari direktur sampai para mandor, untuk turun ke kebun bertemu dengan karyawan pelaksanan. Karena, menurut keyakinan Fauzi, pupuk terbaik dalam budaya perkebunan adalah kaki pimpinan.
Doni Gandamihardja mendukung upaya-upaya yang dilakukan jajarannya di operasional sawit dan teh. Ia mengajak semua potensi yang ada di kebun dan di pabrik untuk digerakkan secara maksimal dan massif. Sebab, kata dia, untuk membangkitkan PTPN VII saat ini membutuhkan kerja yang bukan biasa-biasa saja.
“Kalau kita tetap menjalankan bisnis ini masih seperti saat ini, biasa-biasa saja, maka akan sulit untuk bangkit,” kata dia.
Selain kuantitas produk, Doni juga menyoroti kualitas. Seperti produk minyak sawit mentah atau CPO (crude palm oil), semua unit yang membudi daya kelapa sawit harus mengikuti prosedur standar. Sebab, kata dia, mutu produk yang dihasilkan suatu pabrik berawal dari bahan baku yang sesuai standar.
Doni mengingatkan agar relasi dengan stakeholder, terutama dengan masyarakat sekitar lebih diintensifkan. Persoalan keamanan, baik itu pencurian buah kelapa sawit maupun karet bisa ditangani lebih sistematis dengan mengedukasi masyarakat tentang norma-norma kehidupan dan kesadaran tentang aset perusahaan sebagai aset negara.
Mengenai masih adanya idle capacity pabrik atau kekurangan bahan baku untuk diolah, Doni akan berupaya keras agar PTPN VII ke depan bisa melakukan pembelian. Besarnya kapasitas pabrik yang dimiliki PTPN VII diakui karena pada saat awal didirikan diproyeksikan untuk menampung kelapa sawit rakyat. Namun, seiring pertumbuhan bisnis agro di Indonesia, kompetisi oleh swasta demikian besar sehingga PTPN VII tidak lagi dominan.
“Ke depan kita harus bisa membeli bahan baku sawit rakyat. Kalaupun kebun kita berproduksi maksimal, tetap masih ada idle capacity,” kata dia. (rls).
Editor: Harian Momentum