MOMENTUM, Bandarlampung--Polemik penutupan akses jalan menuju Pantai Sari Ringgung di Jalan Wayratai, KM 14, Sidodadi, Telukpandan, Kabupaten Pesawaran menyebabkan banyak warga setempat yang kehilangan mata pencaharian.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandarlampung sebagai kuasa hukum warga yang dirugikan menyusun rencana untuk mendatangi pemerintah Kabupaten Pesawaran, agar masalah lahan itu segera terselesaikan.
Direktur LBH Bandarlampung Candra Mulyawan menuturkan, penutupan ruas jalan menuju objek wisata setempat ditutup oleh orang yang mengaku memiliki hak atas lahan yang berada tidak jauh dari portal masuk Pantai Sari Ringgung.
"Yang menutup akses jalan ini bukan PT Pantai Sari Ringgung. Tapi orang yang mengklaim punya sertifikat tanah. Tapi kita tidak tahu bentuknya hak milik atau pengelolaan. Karena setahu saya, 100 meter dari garis pantai tidak bisa hak milik," kata Candra kepada harianmomentum.com, Senin malam (6-7-2020).
Berdasarkan informasi yang dihimpun LBH, akses jalan yang ditutup tersebut dulunya adalah jalan desa. Sementara yang mengaku punya hak atas lahan tersebut bernama Suheri (alm), yang kini diakui oleh ahli warisnya bernama Janwar.
Candra menuturkan, beberapa waktu lalu sekelompok warga setempat mendangi kantor LBH Bandarlampung untuk meminta pendampingan hukum.
"Warga yang datang mayoritasnya adalah mereka yang menggantungkan hidup melalui pariwisata pantai setempat. Juga mereka yang menggunakan akses jalan itu setiap harinya," tuturnya.
Pasca mendapati laporan warga yang meminta bantuan hukum tersebut, pihaknya pun turun ke lokasi.
"Kita turun ke lapangan bersama Walhi. Akses jalannya memang ditutup, hanya disisakan untuk jalan orang sedikit," tuturnya.
Di lokasi, pihaknya pun melakukan investigasi sekaligus mendata warga yang terdampak ekonominya akibat penutupan akses jalan tersebut.
"Yang kita advokasi adalah hak ekonomi masyarakat setempat. Data warga yang dirugikan masih kita infentarisir, yang terdata sudah puluhan," tuturnya.
Jika akses jalan itu terus ditutup, menurut Candra, masyarakat lah yang paling dirugikan. Terlebih, banyak warga yang menggantungkan hidupnya dari adanya pariwisata di kawasan setempat.
"Solusi menurut kami, karena ini kan soal penataan, maka yang punya kewenangan atas izinnya adalah Pemerintah Kabupaten Pesawaran. Pemerintah kabupaten setempat harus segera bertindak. Jangan sampai masalah ini berlarut-larut," harapnya.
Terlebih, sambung dia, dalam persoalan itu ada indikasi pembenturan antar warga.
"Untuk menyelesaikan masalah ini, pemerintah setempat harus dilibatkan. Maka dalam waktu dekat kita akan mendampingi warga untuk bertemu dengan dinas terkait," jelasnya.
Jika nantinya masalah tersebut harus dibawa ke ranah hukum, LBH Bandarlampung siap mengawalnya. Namun Candra berharap tidak ada penutupan akses jalan selama proses hukum berlangsung. Sehingga warga tetap dapat beraktifitas seperti biasa.
"Kalau harus diserahkan ke pengadilan, kami pun siap mendampingi warga yang dirugikan," tegasnya.
Terpisah, Kuasa Hukum PT Pantai Sari Ringgung, Adjo Supriyanto, menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah melakukan penutupan akses jalan terhadap warga setempat.
"Kami tidak pernah menutup akses jalan ini. Sekalipun kami bisa melakukannya, kalau kami mau. Sebab kami punya sertifikat atas lahan itu. Dari depan jalan sampai dalam," kata pria yang akrab disapa Adjo Supri itu saat dikonfirmasi harianmomentum.com, Selasa (7-7).
Lebih lanjut dia menjelaskan, akses jalan menuju Pantai Sari Ringgung telah dibeli oleh owner PT Sari Ringgung.
"Saat jual-beli, dasar kami itu surat tua tahun 1962, lalu jalan itu sudah bersertifikat tahun 2016. Jadi dasar sertifikat itu pemacahan surat tua tahun 1962," jelas advokat asal lembaga hukum WFS itu.
Karenanya, Adjo Supri merasakan adanya hal yang janggal dalam masalah tersebut. Sebab tiba-tiba ada orang yang mengkalim punya sertifikat di lahan yang berbatasan dengan hutan mangrove itu.
Dia pun meragukan, keabsahan alas hak yang diklaim dimiliki oleh Janwar, ahli waris Suheri (alm), orang yang mengaku punya sertifikat lahan di jalur hilir mudik warga setempat.
"Kami berkeyakinan mereka salah objek. Dan jalan itu memang sudah ada sejak dulu, menjadi batas alam," ungkapnya.
Atas penutupan akses jalan tersebut, PT Pantai Sari Ringgung pun merasa dirugikan. Sebab, hingga kini pantai tersebut tidak dapat beroperasi.
"Tapi bukan ini masalah utamanya. Sebab yang paling dirugikan warga. Ada seribuan warga yang menggantungkan hidupnya di pantai ini. Karena ditutup, mereka tidak dapat penghasilan," ungkapnya.
Menurut Adjo Supri, jika mediasi tidak bisa menyelesaikan persoalan tersebut, maka jalan terakhirnya adalah ke pengadilan.
"Kalau tidak selesai kita tempuh jalur hukumnya. Cuma alangkah baiknya, selama jalur hukum ditempuh warga tetap bisa beraktifitas," harapnya.
Adjo Supri khawatir, jika akses jalan tersebut terus ditutup akan berdampak pada emosional warga.
"Tembok penutup jalan itu sempat dijebol warga, bulan lalu. Tapi tidak lama kemudian dibangun lagi oleh mereka yang mengaku punya sertifikat itu," bebernya.
Menurut Adjo Supri, penutupan akses jalan itu dilakukan sejak 17-19 Maret, menggunakan seng.
Dilanjutkan dengan aksi menanam pohon kelapa dan beberapa jenis pohon lainnya di jalan setempat oleh sekelompok orang.
Lalu, pada Mei dilakukan penutupan akses jalan menggunakan dinding beton.
Hingga pada Juni, warga yang kesal dan merasa dirugikan merobohkan dinding tersebut. Namun tak lama kemudian, tembok yang dirubuhkan warga kembali dibangun.
Hingga berita ini diturunkan, Janwar selaku ahli waris Suheri (alm), yang mengklaim punya alas hak kepemilikan lahan belum berhasil dikonfirmasi.(**)
Laporan/Editor: Agung Chandra Widi
Editor: Harian Momentum