MOMENTUM, Jakarta--PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk menandatangani Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) dengan PT Pupuk Kujang, Senin (31-8-2020).
Penandatanganan PJBG tersebut dilakukan secara virtual oleh Direktur Komersial PGN, Faris Azis dan Direktur Utama Pupuk Kujang, Maryadi.
Disaksikan secara virtual oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif, Plt. Dirjen Migas KESDM Ego Syahrial, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati, Direktur Utama PGN Suko Hartono, dan Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero), Ahmad Bakir Pasaman.
Faris mengungkapkan, PJBG antara PGN dan Pupuk Kujang menyepakati alokasi gas ke Pupuk Kujang Cikampek sebesar 12 BBTUD untuk tahun 2020, dan 25 BBTUD untuk tahun 2021, dengan harga gas USD 6,0/ MMBTU. Estimasi pengaliran gas dimulai Triwulan IV 2020, setelah Turn Arround Maintenance Plant Pupuk Kujang, s.d Triwulan IV 2021.
“Tambahan alokasi penyaluran gas PGN kepada Pupuk Kujang itu diharapkan dapat memenuhi kebutuhan gas sehingga mendorong pertumbuhan sektor pupuk dalam mendukung perekonomian nasional,” jelas Faris
Dirut Pertamina Nicke Widyawati mengungkapkan Pertamina group berkomitmen terhadap ketahanan energi dan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi nasional, termasuk ketahanan pangan yang menjadi tujuan utama dalam penandatanganan perjanjian jual beli antara PGN Grup dengan Pupuk Indonesia Grup.
"Menghidupkan kembali geliat produksi pupuk dalam negeri dengan ketersediaan gas bumi yang berkelanjutan akan menopang produktivitas pertanian untuk ketahanan pangan nasional," ungkap Nicke.
Dirut PGN Suko Hartono juga mengungkapkan, alokasi gas ke Pupuk Kujang menjadi milestone bagi upaya percepatan ketahanan energi nasional melalui integrasi infrastruktur gas bumi Sumatra - Jawa. PGN akan mengerjakan infrastruktur pipa yang akan menghubungkan pipa transmisi South Sumatera West Java (SSWJ) PGN ke pipa transmisi West Java Area (WJA) milik PT Pertagas di wilayah Jawa Bagian Barat.
“Integrasi pipa akan dilakukan dari Lapangan Gas Sumbagtengsel pada jaringan pipa SSJW I- Bojonegara-Cikande – Bitung, yang kemudian dihubungkan dengan interkoneksi pipa SKG Bitung pada Pipa WJA,” ungkap Suko.
Integrasi ini akan dapat meningkatkan kapasitas penyaluran gas dari Sumatera ke Jawa Barat sebesar 100 MMSCFD. Hal ini tentunya cukup menjanjikan bagi pengembangan dan pemanfaatan gas bumi di wilayah Jawa Bagian Barat dimana saat ini menjadi wilayah terbesar konsumen gas bumi nasional.
“Saat ini, kami sedang dalam tahap persiapan dalam pembangunan proyek interkoneksi. Direncanakan tahapan konstruksi sudah dapat dilakukan pada Triwulan IV 2020, dan infrastruktur terintegrasi ditargetkan dapat beroperasi pada Triwulan I 2021,” jelas Suko.
Infrastruktur interkoneksi ini berpotensi menyalurkan pasokan gas ke Pupuk Kujang Cikampek sebesar 25 BBTUD dan Refinary Unit Balongan sampai dengan 10 BBTUD. Potensi efisiensi pemanfaatan energi dan bahan baku yang didapatkan dan multiplier effect bagi perekonomian nasional merupakan tujuan utama dari kerjasama ini.
“Ke depan, integrasi jaringan pipa Sumatra-Jawa juga ditargetkan dapat terhubung secara holistik dengan infrastruktur non pipa LNG. Maka dari itu, terkoneksinya jaringan pipa Sumatera-Jawa dan infrastruktur LNG menjadi aspek penting bagi PGN dalam memberikan jaminan dan ketersediaan suplai gas dalam jangka panjang, karena pemanfaatan infrastruktur pipa gas maupun non pipa dalam bentuk LNG bisa semakin optimal,” jelas Suko.
Selain itu, integrasi infrastruktur dapat mendorong efisiensi biaya investasi dan operasi, serta memperluas penyaluran gas ke wilayah-wilayah baru secara berkelanjutan. Pemenuhan gas di Jawa Barat, khususnya PKC, tentu akan lebih terjamin, efektif dan efisien.
“Integrasi ini juga akan memperkuat kehandalan portofolio pasokan gas, dimana sub-holding gas dapat menjangkau lebih banyak sumber gas dari pemasok yang tersebar baik di sekitar pipa pengangkutan maupun yang jauh dari sumber,” imbuh Suko.
Suko menjelaskan, sinergi sub holding gas grup dan holding migas diperlukan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi portofolio bisnis gas maupun pemanfaatan disektor hilir.
Integrasi infrastruktur ini dapat memicu terjadinya integrasi market pada ruas pipa pengangkutan subholding gas, terutama di wilayah Jawa Barat, sehingga dapat meningkatkan pemanfaatan gas domestik serta optimalisasi kapasitas infrastruktur. Pada akhirnya akan menciptakan pengelolaan pipa pengangkutan yang efektif dengan tarif pengangkutan yang efisien. (*).
Laporan: Ira/Rls.
Editor: M Furqon.
Editor: Harian Momentum