MOMENTUM, Bandarlampung--Anton Heri, Kuasa hukum 23 warga Kampung Negaramulya, Kabupaten Waykanan mengancam akan mengadukan perkara kliennya ke Kapolda dan Kapolri.
Sebab, sudah lebih dari setahun laporan kliennya ke Mapolres Waykanan, tapi tidak jelas penyelesaiannya.
Laporan itu bernomor: STTPL/ B-580/VIII/2019/ Polda Lampung/ SPKT RES Waykanan, tertanggal 20 Agustus 2019, atas dugaan tindak pidana perusakan lahan.
Dalam kasus itu, warga melaporkan oknum DPRD Waykanan berinisial DAI dengan pasal 406 KUHP.
Kepada harianmomentum.com, Anton Heri mengungkapkan kasus itu bermula pada 1 Agustus 2019 lalu. Saat itu, segerombolan orang datang ke lahan milik 23 warga Kampung Negaramulya.
Selanjutnya, sejumlah orang yang diduga suruhan DAI itu merusak tanaman warga menggunakan alat berat. Total lahannya sekitar 26 hektare yang dimiliki 23 warga.
“Tanaman yang dirusak itu meliputi kebun karet, kelapa sawit, persawahan dan tanaman lainnya,” jelasnya, Jumat (5-2-2021).
Menurut Anton, DAI mengklaim lahan itu milik Sahlan dan kawan- kawan dengan bukti kepemilikan lima sertifikat tanah dan beberapa sporadik.
“Sehingga lahan 23 hektare itu sekarang diganti menjadi tanaman tebu oleh DAI, dengan dalih kerja sama kemitraan dengan Sahlan Cs,” kata Anton Heri.
Anton mengungkapkan, selama ini polisi selalu berdalih jika kasus yang diadukan kliennya menyangkut persoalan keperdataan juga.
“Sehingga butuh waktu lama untuk pembuktian pidananya,” katanya.
Padahal, kasus yang diadukan merupakan perusakan tanaman, bukan penyerobotan lahan. “Tentu berbeda, antara kasus perusakan tanaman dengan penyerobotan lahan. Seharusnya polisi bisa membedakan,” kata dia.
Selanjutnya, lahan 23 warga yang dirusak tanamannya telah memiliki sertifikat yang dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) pada tahun 2014.
“Bahkan, lahan tersebut sudah mereka (23 warga) kelola sejak tahun 1980an,” kata Anton.
Sedangkan DAI dan Sahlan Cs hanya memiliki 5 sertifikat yang dikeluarkan BPN pada tahun 2018 dan sisanya berupa sporadik.
“Secara logika, kuat mana 23 sertifikat milik warga yang diterbitkan BPN di tahun 2014 dibandingkan lima sertifikat milik Sahlan Cs yang terbit tahun 2018?” ungkapnya.
Selain itu, Anton juga mengklaim bahwa di Provinsi Lampung sudah pernah ada kasus hampir serupa di Kabupaten Lampung Tengah dan Waykanan.
“Kasus serupa sudah pernah terjadi dan telah berkekuatan hukum. Seharusnya Polres Waykanan bisa menjadikan kasus tersebut sebagai yurisprudensi,” katanya.
Atas beberapa kejanggalan tersebut, dalam waktu dekat Anton berencana melaporkan perkara kliennya ke Mapolda Lampung. “Jika perlu kami ke Mabes Polri nanti jika penanganan kasus ini terus berlarut- larut. Sudah satu setengah tahun kasus ini tanpa kejelasan,” pungkasnya.
Sementara Kapolres Waykanan AKBP Binsar Manurung menjelaskan, jika kasus yang diadukan 23 warga tersebut masih dalam tahap penyelidikan.
Sejauh ini, pihaknya sudah memintai keterangan sejumlah saksi. Baik dari pihak pelapor maupun terlapor.
Tapi, karena kasusnya berkaitan dengan kepemilikan tanah, sehingga membutuhkan waktu yang relatif lama.
“Kalau kasus pidana yang berkaitan dengan kepemilikan tanah relatif lama. Karena polisi harus ekstra hati- hati agar penanganannya tepat,” kata Kapolres melalui sambungan telepon, Jumat (5-2-2021).
Menurut dia, kasus dugaan perusakan tanaman ini sedikit rumit karena kedua belah pihak saling klaim memiliki sertifikat hak milik (SHM).
Nah, karena kasus tersebut berkaitan dengan objek kepemilikan dan menyangkut perdata, sehingga perlu ada pembuktian.
“Siapa pemilik sebenarnya? Ini harus ada pembuktian. Sehingga tidak bisa diselesaikan cepat. Mungkin itu salah satu kendala dari penyidik kami,” jelasnya.
Sebab, jika dalam suara perkara dugaan pidana kemudian masuk ranah keperdataan dan tata usaha negara (TUN) maka didahulukan keperdataan.
“Peradilan, dalam hal ini PTUN akan membatalkan salah satu sertifikat yang tidak benar. Karena kita bicara aspek legalitas dan mengadili. Bukan bicara soal histori,” ungkapnya.
AKBP Binsar menambahkan, pihaknya tidak bisa memastikan kapan kasus ini akan selesai. Menurut dia, kasus pidana murni bisa diukur penyelidikannya, tapi jika menyangkut ke perdataan harus melalui waktu yang panjang.
“Tapi yang jelas, saya menjamin polisi (kami, red) akan tegak lurus dalam kasus ini,” pungkasnya.
Sementara DAI, Anggota DPRD Waykanan enggan memberi penjelasan saat dikonfirmasi terkait kasus yang menyeretnya.
Saat dihubungi melalui sambungan teleponnya, DAI mengaku sedang mengikuti sebuah acara. “Saya lagi ada acara, nanti ya,” singkatnya. (**)
Laporan/Editor: Andi Panjaitan
Editor: Harian Momentum