MOMENTUM, Bandarlampung-- Warga kampung Negaramulya Kabupaten Waykanan kembali mendesak Polres setempat menuntaskan kasus perusakan tanaman di lahan mereka.
Sebab, hampir dua tahun kasus itu tak kunjung tuntas.
Anton Heri, kuasa hukum 23 warga meminta Polres mengeluarkan surat penghentian penyidikan perkara (SP3), jika memang kasus itu tidak memenuhi unsur pidana.
Sebaliknya, Polres juga diminta secepatnya meningkatkan status penyelidikan kasus tersebut.
“Kalau memang tidak memenuhi unsur, silahkan terbitkan SP3. Tapi kalau memang ada (memenuhi) segera percepat prosesnya,” kata Anton kepada harianmomentum.com, Senin (1-3-2021).
Terlebih, kata dia, Pakar Hukum Pidana dari Universitas Lampung (Unila) Dr.Eddy Rifai dalam opini hukumnya (legal opinion) dengan tegas menyatakan, kasus perdata tidak bisa menghentikan proses kasus pidana.
Baca Juga: Lahannya Dirusak, 23 Warga Justru Digugat Ganti Rugi Rp10 Miliar Lebih
Menurut Anton, Dr.Eddy Rifai berpendapat, kasus perusakan tanam tumbuh milik warga kampung Negeramulya harus tetap belanjut.
Terdapat Pasal 81 KUHP tentang Penundaan penuntutan pidana berhubungan dengan adanya perselisihan prayudisial, menunda daluarsa.
Dalam praktik penegakan hukum pidana terdapat Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 1956 (“Perma 1/1956”). dalam pasal 1 Perma 1/1956 tersebut dinyatakan: Apabila pemeriksaan perkara pidana harus diputuskan hal adanya suatu hak perdata atas suatu barang atau tentang suatu hubungan hukum antara dua pihak tertentu, maka pemeriksaan perkara pidana dapat dipertangguhkan untuk menunggu suatu putusan Pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya hak perdata itu.
Perma merupakan aturan yang tidak mengikat dan penundaan dilakukan bila adanya suatu hak perdata atas suatu barang atau tentang suatu hubungan hukum antara dua pihak tertentu.
Sehingga, sekalipun Sahlan Cs melakukan gugatan perdata terhadap lahan di kampung Negaramulya yang diakui sebagai miliknya, hal ini karena, tindak pidananya berupa perusakan barang, yaitu tanam tumbuh milik saksi korban, bukan tentang lahan/ tanah.
“Atas dasar itu, gugatan perdata yang diajukan Sahlan Cs tidak bisa menunda perkara pidana, sebagaimana putusan Mahkamah Agung di atas,” jelas Anton.
Diberitakan sebelumnya, 23 warga Negeramulya kabupaten Waykanan digugat perdata oleh pihak terlapor dengan tuntutan sebesar Rp10.290.000.000.
Sahlan Cs menggugat mereka ke Pengadilan Negeri (PN) Blambanganumpu dengan nomor perkara: 3/Pdt.G/2021/ PN Bbu. Tertanggal 23 Februari 2021.
Selain warga, Sahlan Cs juga mengajukan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Waykanan sebagai pihak turut tergugat.
Diketahui, pada 20 Agustus 2019, 23 warga kampung Negaramulya melaporkan kasus perusakan tanaman di lahan mereka.
Laporan itu bernomor: STTPL/ B-580/VIII/2019/ Polda Lampung/ SPKT RES Waykanan. Dalam kasus itu, warga melaporkan oknum DPRD Waykanan berinisial DAI dengan pasal 406 KUHP. (**)
Laporan: Agus Setyawan
Editor: Andi Panjaitan
Editor: Harian Momentum