MOMENTUM, Bandarlampung-- Sudah jatuh tertimpa tangga. Sepertinya peribahasa itu berlaku bagi 23 warga Kampung Negaramulya, Kabupaten Waykanan.
Alih- alih mendapat keadilan atas dugaan perusakan lahan yang dialami, mereka justru digugat perdata oleh pihak terlapor dengan tuntutan sebesar Rp10.290.000.000.
Sahlan Cs menggugat mereka ke Pengadilan Negeri (PN) Blambanganumpu dengan nomor perkara: 3/Pdt.G/2021/ PN Bbu. Tertanggal 23 Februari 2021.
Selain warga, Sahlan Cs juga mengajukan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Waykanan sebagai pihak turut tergugat.
Wim Badri Zaki, penasehat hukum Sahlan Cs membenarkan hal tersebut. Menurutnya, gugatan itu terhadap 22 pihak atas 23 objek lahan.
Hal itu sebagai upaya hukum untuk membuktikan kepemilikan lahan seluas 224.996 meter persegi (± 22,5 Ha) yang kini sedang ditanami tebu oleh pihak kliennya di Kecamatan Negarabatin.
"Ada delapan poin petitum kami. Salah satunya tentang ganti rugi sebesar Rp10.290.000.000 kepada pihak tergugat," jelasnya, saat dihubungi harianmomentum.com Kamis (25-2-2021).
Saat ini pihaknya sedang menunggu proses selanjutnya dari pengadilan setempat.
"Senin kemarin baru kita daftarkan. Sekarang menunggu relas pertama. Pemeriksaan identitas semua pihak," ujarnya.
Seyogyanya, jika tergugat merasa haknya dirampas seharusnya mereka melakukan gugatan perdata sejak awal.
Sehingga di pengadilan dapat dibuktikan siapa pemilik lahan sebenarnya.
"Sekarang pihak lawan mengklaim punya alas hak atas lahan itu, klien kami pun demikian. Sehingga perlu pembuktian di pengadilan," jelasnya.
Sementara Ketua PN Blambanganumpu Masriati enggan berkomentar. Dihubungi melalui ponselnya tidak menjawab. Begitu pun saat dikirimi pesan Whatsapp (WA). Meski sudah terbaca namun tidak dibalas.
Anton Heri, kuasa hukum 23 warga Kampung Negaramulya (tergugat) mengaku tidak terlalu memusingkan upaya hukum perdata yang ditempuh Sahlan Cs.
"Saat ini kami lebih memilih fokus untuk kasus pidananya saja. Sebab laporan kami sudah lebih dari setahun mandek di Polres Waykanan," kata Anton.
Dia menduga, Sahlan Cs sengaja menempuh jalur perdata untuk mengulur waktu, agar kasus pidana perusakan lahan yang dilaporkan kliennya tidak diproses.
"Mereka gugat perdata silahkan. Kami nggak mau ambil pusing. Itu hak mereka selaku warga negara," katanya.
Baca juga: Laporan Mandek, Kuasa Hukum 23 Warga Ancam Lapor Kapolri
Tapi yang jelas, Anton mendesak kepolisian untuk bergerak cepat memproses laporan mereka.
Sebagaimana perkara serupa yang pernah dialami seorang warga penggarap lahan PTPN di Provinsi Lampung.
Anton mengatakan, kasus itu bermula saat penggarap diminta pihak PTPN untuk mengosongkan lahan tersebut. Tapi, karena si warga merasa berhak atas lahan itu berdasarkan surat keterangan tua- tua kampung, bahwa lahan itu milik warga adat mereka.
Alhasil, PTPN menggusur tanam tumbuh warga tersebut. Kemudian Mahkamah Agung (MA) akhirnya memenangkan si petani karena tanamannya dirusak.
"Nah, kasus itu seharusnya bisa dijadikan sebagai yurisprudensi oleh pihak kepolisian dalam menangani perusakan lahan milik klien saya," katanya.
Sebab, laporan yang mereka sampaikan ke polisi adalah kasus perusakan lahan, bukan penyerobotan. (**)
Laporan/Editor: Andi Panjaitan
Editor: Harian Momentum