MOMENTUM, Bandarlampung-- Mantan Ketua DPD PKB Lampung Tengah Slamet Anwar mengaku dipaksa Chusnunia Chalim untuk mengaku telah menerima uang sebesar Rp150 juta.
Hal itu terungkap saat Slamet Anwar menjadi saksi dalam sidang perkara suap dan gratifikasi eks Bupati Lampung Tengah Mustafa di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Kamis (22-4-2021).
Slamet mengaku didatangi Chusnunia alias Nunik sebanyak dua kali dengan tujuan meminta Slamet untuk mengakui telah menerima uang sebesar Rp150 juta dari Midi Ismanto.
Slamet juga mengakui terkait adanya aliran uang mahar politik dari terdakwa Mustafa untuk dapat menggunakan perahu PKB dalam pemilihan gubernur pada 2019 lalu.
"Jadi, Bu Nunik ke rumah menyampaikan bahwa dipersangkakan Pak Midi terima uang Rp1,15 miliar dan saya hanya mendengarkan saja. Lalu disampaikan (untuk) uang Rp150 juta untuk tukang kantor DPC dan saksi, dan (diminta mengakui) saya yang nerima," ujar Slamet.
Mendengar pernyataan saksi, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiq Ibnugroho kemudian membacakan BAP Slamet terkait uang Rp150 juta.
Tak puas atas keterangan tersebut, Taufiq membacakan BAP Slamet terkait uang Rp150 juta.
"Saya ingatkan BAP saudara, awalnya saya tak mengerti saudara Nunik menerima uang Rp150 juta, tapi saya diminta untuk mengakui menerima uang itu, dan Nunik menerima uang itu karena ada hutang piutang Rp 150 juta terkait pembangunan kantor (PKB) saya bilang saya gak pernah nerima-nerima. Saya hanya menerima dari Iskandar dan dipaksa sebanyak tiga kali, ini gimana?," tanya JPU Taufiq.
"Jadi pertemuan di rumah magrib, Nunik cerita tentang KPK kemudian gak tahu BAP-nya Rp 150 juta ke dia terus dia ngomong dulu kan kamu nukang kantor DPC (PKB), terus uang-uang itu dikaitkan dari yang diserahkan pak Midi. Saya bilang saya gak pernah nerima akhirnya kami debat kusir," jawab Slamet.
JPU Taufiq kemudian membacakan kembali BAP jika Nunik meminta Slamet agar mengakui menerima uang Rp150 juta.
"Pertama saat di ruang kerja DPW PKB, pada bulan Maret 2019 setelah dipanggil KPK, saya ngadep bahwa ada Kyai Iwan mau ketemu, dia bilang saya dapat fitnah dari Midi nerima uang Rp1,15 miliar, dan uang Rp 150 juta itu utang piutang untuk membayar saksi dan tukang kantor DPC, kalau Pak Kyai (Slamet) dipanggil KPK pak Kyai (Slamet) akui saja ya kalau menerima untuk saksi dan tukang apabila mengakui akan tidak masalah. Benar ya?," tanya JPU.
"Iya benar," ucap Slamet.
Selanjutnya Slamet mengatakan, sesaat sebelum ia dipanggil KPK, Muslim Ansori selalu utusan Nunik datang menemuinya untuk kembali meminta Slamet mengakui telah menerima uang sebesar Rp150 juta dan tetap ditolak oleh Slamet.
Sementara saksi lainnya, Saifuddin yang merupakan sopir Midi Ismanto mengatakan, dia mendapat perintah untuk menyerahkan uang ke Jakarta oleh Midi Iswanto.
"Ada disuruh antar uang ke Jakarta. Jadi sebelum berangkat dikasih handphone, disitu tertera nomor yang akan memandu saya, lalu saya berangkat naik pick up titip di Bakauheni, dan lanjut naik bus di Terminal Gambir," ujar Saifuddin.
Dia menuturkan, tak lama kemudian datang seorang pria yang menghubunginya melalui handphone, namun tetap berada di dalam taksi.
"Saya dibilangin untuk menunggu di Terminal Gambir, terus datang pria yang menghubungi saya dari handphone dan naik taksi. Orang itu menanyakan berapa uang yang dibawa, tapi dia tanyanya melalui ketikan sms dan disuruh jawab di sms juga. Saya balas Rp1 miliar, setelah itu orangnya turun dan saya dikasih uang Rp350 ribu untuk bayar taksi," tuturnya.
Saifuddin melanjutkan, saat didalam taksi, dia menyerahkan uang didalam tas yang dititipkan oleh Midi ke pria yang tidak ia ketahui namanya tersebut.
"Saya diberi pak Midi tas dengan isi uang Rp1 miliar, dan saya serahkan tas itu di mobil taksi, saya gak tahu orangnya karena saya dikasih hape dan sudah ada nomornya," jelas Saifuddin.
Saifuddin mengungkapkan, jika uang tersebut diserahkan untuk Kanjeng Ratu yakni Chusnunia Chalim.
"Kata pak Midi untuk kanjeng ratu, saya gak tahu itu siapa, awalnya bahasanya barang ini harus nyampai karena punya Kanjeng Ratu, dan saya berusaha berkomunikasi melalui hape yang diberikan, dan saya dipandu untuk menunggu di terminal gambir di tempat terang. Saya tahunya waktu nyopirin pak Midi dengar ngobrolnya saat itu Bu Chusnunia Chalim, Bupati Lampung Timur," jelasnya.
"Pada akhirnya anda tahu orang yang berkontak dengan anda kan?" tanya JPU KPK Taufiq Ibnugroho sembari menunjukkan foto.
"Bukan kalau postur tubuhnya lebih tinggi dari saya, dan saya saat itu bilang gak yakin," jawab Saifuddin.
"Dalam BAP saya mengenali laki-/aki difoto tersebut adalah saudara Abas atau Ahmad Basuki, inilah pria yang saya serahkan uang Rp1 miliar sebagaimana perintah Midi. Apakah sering ketemu?," sahut JPU KPK.
"Saya pernah ketemu saat pelantikan DPC di Jabung. Waktu itu saya nyopirin Pak Hidir Ibrahim saya hanya bilang masak orang itu, gak mungkin. Dia anggota ansor," jawab Saifuddin.
"Saya ingatkan BAP, bahwa orang yang saya serahkan satu miliar sesuai arahan Midi Isminto adalah Abas atau Ahmad basuki, saya baru mengetahui karena setelah penyerahan uang saya bertemu beberapa kali di acara PKB dan kemudian saya menanya teman-teman PKB, bahwa saudara itu adalah Abas anggota DPRD Lamtim fraksi PKB, jadi gimana?" tanya JPU KPK Taufiq Ibnugroho.
"Iya betul," tegas Saifuddin.
Selain Slamet Anwar dan Saifuddin, JPU KPK juga menghadirkan empat orang saksi lainnya yakni Bunyana mantan anggota DPRD Lampung Tengah Lamteng fraksi Golkar yang juga kakak kandung terdakwa Mustafa.
Kemudian Purismono mantan Anggota DPRD Lamteng fraksi PKS, Yudi Zamzani Idris mantan PNS Pemrov Lampung, serta Okta Rijaya mantan Sekretaris DPW PKB Lampung. (*)
Laporan: Irawidya.
Editor: M Furqon.
Editor: Harian Momentum