MOMENTUM, Bandarlampung--Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung lakukan penggeledahan di kantor Dinas Lingkungan Hidup (DLH) kota Bandarlampung, Selasa (30-8-2022).
Plt Aspidsus Kejaksaan Tinggi Lampung, M Syarif mengatakan, penggeledahan dilakukan terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi retribusi sampah di DLH Bandarlampung yang saat ini telah masuk tahap penyidikan.
Syarif menuturkan, dari hasil penggeledahan tersebut ditemukan beberapa berkas yang berkaitan dengan perkara dugaan korupsi retribusi sampah tahun 2019 sampai 2021.
"Hasil penggeledahan dokumen banyak yang kita bawa, yang berkaitan dengan dengan kasus itu. Kurang lebih selama tiga tahun ya ini," ucapnya.
Disinggung soal saksi yang telah diperiksa, Syarif mengungkapkan, total sebanyak 76 saksi telah diperiksa penyidik terkait dugaan tindak pidana korupsi retribusi sampah tersebut.
Namun demikian, Syarif enggan merinci siapa saja saksi-saksi yang telah diperiksa oleh penyidik.
Sebelumnya, perkara dugaan korupsi DLH kota Bandarlampung naik tahap penyidikan, dengan dugaan adanya penyelewengan dana retribusi sampah di tahun anggaran 2019-2021.
Hal tersebut diungkapkan Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Lampung I Made Agus Putra Adnyana melalui keterangan tertulisnya, Senin (29-8-2022).
Made mengatakan, pada tahap penyelidikan sebelumnya, Tim penyidik Pidsus Kejati Lampung menemukan adanya indikasi dugaan tindak pidana pada kasus tersebut.
Berdasarkan hasil temuan itu, kata Made, kasus ini dinyatakan naik ke tahap penyidikan yang juga berdasarkan penerbitan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Lampung Nomor: Print - 03/L.8/Fd.1/08/2022 Tanggal 25 Agustus 2022.
"Dalam pemungutan retribusi sampah pada Dinas Lingkungan Hidup Kota Bandarlampung Tahun Anggaran 2019-2021, ditemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai Tindak Pidana Korupsi, sehingga kegiatan penyelidikan perlu ditingkatkan ke penyidikan, untuk mencari serta mengumpulkan bukti sehingga membuat terang peristiwa pidana korupsi tersebut dan menemukan tersangkanya," jelas Made.
Made menjelaskan, dalam penyelidikan kasus tersebut, tim penyidik menemukan data berbeda antara jumlah karcis retribusi yang dicetak, dengan jumlah karcis yang diporporasi dan yang diserahkan ke petugas pemungut retribusi.
Selanjutnya berdasarkan selisih itu, penyidik kemudian menemukan pembayaran retribusi sampah dari masyarakat tidak disetorkan sepenuhnya ke kas daerah, dan malah dipergunakan untuk kepentingan lain dan pribadi.
Dengan rincian banyaknya selisih, antara lain sebanyak Rp5 miliar di tahun 2019, sejumlah RpRp7,806 miliar pada 2020, dan ditemukan selisih sebanyak Rp21,8 miliar pada 2021.
Sehingga total perkiraan selisih pungutan retribusi yang diduga tak disetorkan ke kas negara mencapai Rp34,676 miliar.
Atas dugaan tindak pidana itu, Kejati Lampung menyangkakan adanya perbuatan yang melanggar Pasal 4, Pasal 6 dan Pasal 7, Pasai 8 ayat (1), ayat (3) ayat (S5) dan ayat (6) Peraturan Waliota Bandarlampung Nomor 8 tentang tata cara pelaksanaan pemungutan retribusi persampahan, atau kebersihan pada Dinas Lingkungan Hidup, yang berpotensi merugikan keuangan negara. (*)
Editor: Muhammad Furqon