Harianmomentum.com-- Tak hanya Detasemen Khusus Anti Terorisme (Densus Anti Teror) dan Detasemen Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor) yang harus hadir, tapi Indonesia juga perlu Densus Anti Hama.
Sebab pertanian dan para
petani Indonesia kini terus-terusan dihajar hama sebagai teror yang meruntuhkan
sektor pertanian. Hal ini dinyatakan Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani
Indonesia (HKTI) yang juga bekas Panglima TNI, Jenderal TNI (Purn) Moeldoko.
Saat ini, ujarnya, petani Indonesia sudah kian menyusut dan
redup. Kondisi itu, nilai Moeldoko, akan sangat berbahaya bagi masa depan
bangsa. Sebab, kebutuhan pangan tidak pernah berhenti. Ketahanan dan
kedaulatan pangan bisa jadi ancaman serius saat ini, bila petani dan pertanian
Indonesia tidak dibenahi dengan sungguh-sungguh.
"Jumlah petani Indonesia kian kecil. Perlahan, tak ada
lagi generasi muda yang mau jadi petani," ujarnya, saat menjadi pembicara
Serial Dikusi Indonesia Rumah Kita, Menyambut Sumpah Pemuda, di Jakarta Pusat,
akhir pekan lalu.
Dalam dikusi yang dihadiri ratusan elemen kaum muda itu juga
hadir sebagai pembicara senior Golkar Akbar Tanjung, anggota Dewan Pertimbangan
Presiden (Wantimpres) Mayjen Pol (Purn) Sidarto Danusubroto, Menteri Dalam
Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo, bekas Menteri Pemuda dan Olah Raga (Menpora)/
Kwartir Nasional Pramuka Dr Adhyaksa Dault, Wakil Gubernur Sumatera Utara
Brigjen TNI (Purn) Dr Nuhajizah Marpaung, Wakil Bupati Halmahera Selatan Ihwan
Hasim.
Menurut Moeldoko, ruang dan lahan serta kemampuan petani
Indonesia kian sempit dan sulit. Seharusnya, masyarakat dan anak-anak muda bisa
memiliki kesempatan besar untuk menjadi petani yang sukses.
"Jika anak-anak muda hendak berperan mewujudkan petani
dan nelayan yang sejahtera, banyak peluang. Saya mau mengajar dan mengajak
anak-anak muda bertani yang lebih bagus dan lebih sejahtera," ujarnya.
Awalnya dia terjun ke dunia pertanian, aku Moeldoko, setelah
pensiun dari Panglima TNI. Dia melihat ada ancaman besar bagi Indonesia, jika
petani dan pertanian tidak dikembangkan dengan baik. Ancaman kelaparan,
barang-barang impor pertanian dan bahan makanan, serta disintegrasi bangsa
jika ketahanan dan kedaulatan pangan tidak diwujudkan.
Bagi dia, persoalan sektor pertanian bukan hanya urusan lahan
yang kian menyusut, atau ketidakmampuan masyarakat, tetapi ada juga persoalan
budaya dan teknologi yang tidak sinkron selama ini.
"Teknologi harus bisa kita hubungkan dengan kultur
kepada masyarakat, agar pertanian kita tidak stagnan atau mati. Dengan
teknologi dan kultur bertani yang berkembang,mestinya petani akan maju dan
sejahtera," tutur Moeldoko.
Buktinya, lanjut dia, setelah dirinya menjadi Ketua Umum
HKTI, ada sejumlah pengembangan teknologi dan kultur yang dia kembangkan.
Seperti kemandirian melakukan pembibitan atau benih padi.
Moeldoko mengaku, jenis padi temuannya yang diberinama M-400
dan M-700 misalnya, adalah hasil pengembangan ilmu pengetahuan oleh para
sarjana pertanian bersama masyarakat petani.
"Benih padi jenis M-700 itu, dalam waktu 700 hari, bisa
menghasilkan padi yang berkualitas bagus dan hasil panen yang besar,"
ujarnya.
Selain itu, dia juga memperkenalkan Teknologi Moeldoko,
yakni teknologi pertanian untuk mengembangkan pemberantasan terhadap hama
pertanian.
(rmol)
Editor: Harian Momentum