Harianmomentum.com— Maraknya dugaan pungutan liar (pungli) dalam pembuatan
sertifikat Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) Prona, membuat
Inspektorat Kota Bandarlampung turun tangan.
Menurut Inspektur Kota
Bandarlampung M Umar, dalam waktu dekat pihaknya segera menurunkan tim ke
Kelurahan Rajabasa Jaya dan Labuhanratu Raya.
Sebab, berdasarkan
informasi yang diterima, kelompok masyarakat (Pokmas) di dua kelurahan itu
memungut biaya pembuatan PTSL melebihi ketentuan.
“Informasinya,
pungutan disana mencapai Rp1 juta hingga Rp1,5 juta. Kami akan mengusut dugaan
pungli ini,” kata Umar kepada harianmomentum.com,
Kamis (2/11/17).
Menurut dia, sesuai
ketentuan biaya pembuatan sertifikat PTSL hanya Rp200 ribu/ persil. Jadi, jika
ada pungutan melebihi itu tentu masuk kategori pungli.
“Tidak boleh lebih
dari Rp200 ribu, apapun alasannya. Jika pokmas mengambil lebih dari itu,
namanya pungli," tegasnya.
Umar mengatakan, jika
nanti terbukti adanya tindakan pungli di lapangan pihaknya tidak segan- segan
memberi sanksi tegas.
“Yang jelas, kita
selidiki dulu kebenarannya. Apapun hasilnya nanti kita sampaikan kepada
walikota. Biar pak wali yang memutuskan,” kata dia.
Sementara, Camat
Labuhanratu Ardiansyah Makki, mengatakan, pihaknya sudah berbicara kepada Lurah
Labuhanratu Raya bersama jajaran, dan mereka menampik ada patokan dalam
anggaran PTSL Prona.
“Mereka tidak ada yang
mematok, karena semuanya bedasarkan sukarela oleh warga setempat,” kata
Ardiansyah.
Diberiakan sebelumnya,
pembuatan sertifikat di sejumlah
kelurahan di Kota
Bandarlampung diduga menjadi ajang pungli.
Berdasarkan informasi
yang masuk ke redaksi harianmomentum.com, dugaan pungli banyak
terjadi di Kelurahan Rajabasa Jaya Kecamatan Rajabasa dan Kelurahan Labuhanratu
Raya Kecamatan Labuhanratu.
Oleh ketua Pokmas
setempat, warga mengaku dipungut biaya Rp1juta hingga Rp1,5 juta untuk
pembuatan satu bidang sertifikat PTSL.
Dikonfirmasi terkait
hal itu, Ketua Pokmas Kelurahan Rajabasa Jaya, Irawan membenarkan jika pihaknya
memungut biaya Rp1 juta kepada warga. Saat disinggung terkait aturan SKB tiga
menteri yang membatasi biaya hanya Rp200 ribu, Irawan berlasan nilai itu tidak
cukup.
“Kalau cuma Rp200 ribu
kami dapat apa? Kita ninggalin anak istri sampai jam empat subuh sibuk ngurusin
PTSL. Masa kami nggak dapet uang lelah?” katanya kepada harianmomentum.com,
melalui sambungan telepon, Rabu (1/11/7).
Irawan menjelaskan,
biaya pungutan PTSL Rp1 juta itu dialokasikan untuk pembelian materai, biaya akomodasi,
pengukuran tanah, termasuk pembuatan sporadik.
Sementara Camat
Rajabasa Socrat Pringgodanu mengatakan tidak ikut campur terkait program
sertifikat PTSL. Dia mengaku tidak terlibat dalam hal itu.
“Saya tidak tau menau
soal PTSL, silahkan hubungi saja langsung lurah dan ketua pokmas,” singkatnya
melalui sambungan telepon.
Terpisah, Sekretris
Kota Bandarlampung Badri Tamam menegaskan, pungutan PTSL Prona tidak
diperbolehkan lebih dari Rp200 ribu/persil sesuai ketentuan SKB tiga menteri.
"Tidak boleh
lebih dari Rp200 ribu, tanpa alasan apapun. Jika pokmas mengambil lebih dari
itu, namanya pungli," tegasnya. (ap)
Editor: Harian Momentum