MOMENTUM, Bandarlampung--Terdakwa kasus suap penerimaan mahasiswa baru di kampus Universitas Lampung "ngotot" atau bersikukuh tidak merugikan negara sehingga meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengembalikan aset miliknya yang telah disita lembaga anti rusuah tersebut.
Penyataan itu disampaikan Ahmad Handoko Kuasa Hukum Karomani pada persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang, Selasa (9-5-2023).
Handoko mengungkapkan, mengenai aset milik terdakwa yang disita KPK itu tidak ada hubungannya dengan perkara tersebut, namun malah diserahkan ke penyidik untuk perkara lain.
"Pembangunan Gedung Lembaga Nahdiyin Center (LNC) itu menggunakan uang pemberian para orang tua mahasiswa dan atau pihak lain yang menyumbang bukanlah perbuatan pidana dan oleh karenanya Gedung LNC tersebut tidak dapat dirampas untuk negara karena pembangunan gedung bukan perbuatan melawan hukum, sehingga gedung haruslah dikembalikan kepada terdakwa," kata Handoko saat membacakan duplik terdakwa Karomani.
Baca Juga: Merasa Dikhianati, Karomani Tuding Helmi Ubah Data PMB 2022
Baca Juga: Jaksa Minta Hakim Tolak Pembelaan Mantan Rektor Unila
Kemudian, dia juga memohon agar Majelis Hakim mempertimbangkan putusan terkait uang pengganti yang dituntutkan kepada kliennya. Sebab pihaknya keberatan jika barang bukti yang disita dan dirampas hasilnya akan diperhitungkan untuk uang pengganti.
"Kami mohon yang mulia Majelis Hakim pertimbangkan dalam mengambil keputusan mengenai pidana uang pengganti ini dengan fakta persidangan yang terungkap bahwasanya seluruh uang-uang pemberian kepada terdakwa untuk pembangunan Gedung LNC, untuk masjid, dan untuk modal bergulir masyarakat semuanya bersumber dari orang perorangan," ujar dia.
"Dan tidak ada satupun uang negara yang digunakan atau dengan penerimaan uang tersebut berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara sehingga penerapan uang pengganti kepada terdakwa tidak tepat menurut hukum, hal ini berdasar putusan Mahkamah Agung RI," sambung dia.
Kemudian, dia juga keberatan jika terdakwa dikenakan pasal suap sebab jelas tidak ada meeting of minds (kesepahaman antara kedua pihak), pada PMB Unila tersebut sesuai fakta persidangan.
Sebab, dia menyampaikan, calon mahasiswa yang lulus memberikan bantuan infaq untuk LNC tidak ada kesepakatan apapun, bahkan tidak semua mahasiswa yang lulus menyumbang.
"Faktanya tidak semua mahasiswa yang lulus menyumbang, jumlah sumbangan juga bervariasi atau sukarela dan banyak yang lulus tidak memberikan sumbangan," terangnya.
"Hal ini jelas membuktikan sumbangan bukan hasil dari kesepakatan tetapi karena kesadaran dan kemauan serta keikhlasan para orang tua mahasiswa sebagaimana telah diterangkan di persidangan oleh para penyumbang LNC yang pada pokoknya sumbangan tersebut ikhlas tanpa paksaan," lanjut dia.
Berdasarkan fakta persidangan dakwaan yang terbukti terhadap kliennya yakni Dakwaan Alternatif kesatu, kedua yaitu Pasal 11 Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
"Kami memohon kepada yang Mulia Majelis Hakim agar menjatuhkan putusan seringan-ringannya pidana minimal sebagaimana ketentuan pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," pungkasnya.(**)
Editor: Agus Setyawan