MOMENTUM, Bandarlampung--Komite Pemantau Kebijakan Anggaran Daerah (KPKAD) adalah Lembaga yang selama ini concern terhadap Kebijakan Pemerintah terkait Penggunaan Anggaran Pusat maupun Daerah di Provinsi Lampung.
"KPKAD merupakan perwujudan dari aspek kepentingan masyarakat Provinsi Lampung yang bertujuan agar Kebijakan dan Penggunaan Anggaran Pusat maupun Daerah yang digelontorkan di Provinsi Lampung agar dilaksanakan dengan baik dan benar sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan," ujar Gindha Ansori Wayka didampingi Ramadhani dan Ahmad Zainal Abidin di Jakarta, Selasa (23-4-2024).
Ditanya terkait agenda di Jakarta, Koordinator Presidium KPKAD Lampung ini menjelaskan bahwa dalam rangka melaporkan dugaan tender bermasalah pengadaan batu balast di PT.KAI Divre IV Tanjung Karang oleh PT. Kereta Api Properti Manajemen (PT. KAPM).
"Pada tahun 2024, PT.KAPM menjadi pemenang tender pengadaan batu di Divre IV Tanjung Karang dan kegiatan ini diduga bermasalah karena seharusnya batu yang di kirim berasal dari quarry pendukung yakni dari PT. Alam Mencar Jaya yang beralamat di Way Tuba, Waykanan, Lampung tetapi malah dikirim dari Lampung Selatan", papar Advokat Muda terkenal ini.
Lebih lanjut, GAW sapaan Akrab Gindha tim investigasi melaporkan persoalan ini kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Republik Indonesia melalui surat Nomor : 105/B/KPKAD/LPG/IV/2024, Lampiran: 1 (satu) berkas, Hal : Laporan Dugaan Rekayasa PT.KAPM pada tender PT.KAI DIVRE IV Tanjung Karang, tanggal 23 April 2024.
"Sudah kita sampaikan secara resmi Laporannya kepada Menteri BUMN, dengan melampirkan dokumen-dokumen yang telah kami kirimkan ke Kadivre IV PT.KAI Tanjung Karang," lanjut Praktisi dan Akademisi Hukum di Bandar Lampung ini.
Ditanya soal modus yang dilakukan oleh PT.KAPM dalam kasus dugaan pengadaan batu balast ini, menurut Gindha modusnya sangat unik karena harusnya batunya berasal dari Way Tuba Kabupaten Waykanan sebagaima quarry didokumen lelang, tetapi ternyata dari salah satu perusahaan tambang batu di Lampung Selatan.
"Saat ini di Stockpile Rejosari Natar ada hampir 5.000 kubik batu balast diduga hasil oplosan dari Lampung Selatan, akan tetapi Surat Jalan dan keterangan timbangnya diduga direkayasa seolah berasal dari PT. Alam Mencar Jaya Way Tuba Waykanan untuk mengelabui seolah-olah batu tersebut berasal dari Way Tuba sebagai mana dokumen lelang, padahal batu yang ada saat ini berasal dari Lampung Selatan", papar Dosen Perguruan Tinggi Swasta terkenal ini.
Menurut Gindha tujuan dari laporan ke lembaga yang dipimpin Menteri Erick Thohir ini agar Menteri BUMN merekomendasikan Penghentian kegiatan dan pembatalan tender atau tender ulang terhadap pengadaan batu Balast tahun 2024 ini.
"Kita sudah 3 (tiga) kali kirim surat kepada Kadivre IV PT.KAI Tanjung Karang, minta dan mendesak hal yang sama akan tetapi tidak ada respon dan tindaklanjut dan bahkan diduga terkesan melakukan pembiaran karena PT.KAPM terus menumpuk batu di Stockpile Rejosari Natar meskipun sudah diperingatkan untuk penghentian kegiatan dan pembatalan kontrak proyek ini", jelas Tokoh Muda dari Negeri Besar Way Kanan ini.
Ditanya mengapa KPKAD sangat serius untuk mendorong penghentian dan membatalkan kontrak kegiatan ini, karena diduga banyak rekayasa dan mengakali dokumen lelang, sehingga pekerjaannya tidak sesuai dengan dukungan tambang yang telah dipilih oleh perusahaan.
"Untuk menghindari persoalan hukum dikelak kemudian hari karena diduga bermasalah, maka Kami minta agar proyek ini dihentikan dan kontraknya dibatalkan, mengingat belum setahun Direktur PT.KAPM ditangkap OTT KPK, jangan sampai kejadian ini menambah panjang mata rantai persoalan hukum yang membelit anak perusahaan PT.KAI ini", tegas Mantan Ketua Himpunan Mahasiswa Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung ini.
Ditanya langkah apa yang akan ditempuh setelah laporan di Menteri BUMN, Gindha menjelaskan masih merapatkan dengan Tim Investigasi dalam rangka mempersiapkan laporan ke Aparat Penegak Hukum.
"Tim advokasi dan investigasi KPKAD sedang menyiapkan data dan kelengkapan dokumen untuk melaporkan secara resmi persoalan ini kepada Lembaga Penegak Hukum", Pungkas Gindha.(**)
Editor: Agus Setyawan