MOMENTUM -- Di pengadilan, ada sebutan hakim nonpalu. Yaitu, pengadil yang sedang diistirahatkan dari kewajiban mengadili perkara. Terus, di pemerintahan, ada istilah dinonjob-kan untuk pejabat yang sedang "ditugaskan" duduk manis tanpa jabatan.
Hal serupa, juga ada di lembaga perwakilan rakyat. Tapi saya tidak tahu, apa sebutannya. Seorang wakil rakyat yang terpilih melalui kontestasi pemilu, namun tidak bisa melakukan kewajibannya sebagai wakil rakyat.
Kondisi itu yang kini dialami politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Yus Bariah. Sebagai anggota DPRD Provinsi Lampung, Yus Bariah tidak bisa melaksanakan tugas dan kewajibannya seorang anggota dewan.
Politisi dari daerah pemilihan Kabupaten Lampung Timur itu, tidak masuk dalam alat kelengkapan dewan (AKD). Hal ini membuat Bariah tidak terlibat dalam kerja dewan yang dilakukan melalui komisi atau badan yang ada di dewan.
Rekan separtainya, yang juga Ketua Fraksi PKB Fatikhatul Khoiriyah menyebut, masih dalam pembahasan internal partai yang membuat Bariah belum dimasukkan dalam KAD.
Tidak jelas, apa yang dimaksudkan Fatikhatul dengan "pembahasan internal", yang harus memakan waktu berhari-hari dan tak kunjung kelar.
Namun, masyarakat punya dugaan atau spekulasi sendiri, untuk memahami apa yang terjadi di balik persoalan yang menimpa Yus Bariah.
Dugaan itu, misalnya, terkait langsung atau tidak langsung dengan suaminya, M Dawam Raharjo. Yang mantan Bupati Lampung Timur dan sekaligus bekas Ketua PKB Lampung Timur.
Bukan rahasia lagi, soal hubungan Dawam menjelang pilkada 2024, tidak harmonis dengan DPW PKB Lampung. Dugaan bukti, PKB tak lagi mengusung Dawam pada pemilihan Bupati Lampung Timur. Meski raportnya cukup bagus. Di bawah kepemimpinnnya, PKB Lamtim berhasil merebut kursi dewan dari PDIP.
Bukti selanjutnya, Dawam maju pilkada menggunakan perahu PDI Perjuangan. Sebagai orang Nahdliyin, sekaligus mantan ketua PKB dan bupati, sikap mbalelo Dawan terhadap partainya, bisa menjadi ancaman serius bagi calon bupati yang diusung PKB, Ela Siti Nuryamah.
Maka, sudah terbayang, bagaimana dan apa yang akan menimpa Yus Bariah, setelah pilkada usai. Apalagi, misalnya, calon bupati yang disokong Ketua PKB Lampung, Chusnunia alias Nunik, ternyata kalah dalam pemilihan bupati. Dan Dawan kembali menjadi penguasa di Lampung Timur. Ya, bisa-bisa wassalam.
Geremengan Nyehita ini, sama sekali bukan untuk membela Bariah. Apalagi, Bariah juga bagian dari demokrasi yang sakit, yang harus dilawan. Dia terpilih sebagai anggota DPRD, jelas karena ada pengaruh suaminya, M Dawam Rahardjo. Yang pada saat pemilu legislatif Februari 2024, Dawam masih menjadi bupati.
Andai saja, Bariah bukan siapa siapa, Bariah bukan istri bupati, Bariah bukan istri ketua partai, terus nyaleg, kira-kira apa yang terjadi?
Bukan rahasia lagi, untuk menjadi warga yang katanya terhormat sebagai anggota dewan, syaratnya: Harus punya kekuasaan atau ditopang penguasa. Kalau ini tidak ada, masih ada cara lain: Harus punya banyak cis.
Bisa saja petani atau anak petani. Syaratnya: Harus punya ribuan hektare kebun. Tebu, misalnya. Kalau ini tidak ada, masih ada peluang. Yaitu: Harus dapat sokongan dari petani yang menguasai ribuan hektare kebun.
Kalau tidak memiliki salah satu syarat di atas, dan masih ngebet ingin menjadi anggota dewan, masih ada cara. Ini paling murah. Yaitu: Mimpi!
Nah, soal Yus Bariah akhirnya berhasil menjadi anggota DPRD Lampung, silakan berspekulasi sendiri.
Namun, tentang Bariah tak masuk dalam alat kelengkapan dewan (AKD). Bariah istri bupati yang mbalelo terhadap partainya, dan seterusnya. Itu urusan dia. Apalagi, Bariah Tidak Bersalah. Gak percaya? Gloogling aja. Anda dengan mudah menemukan, Bariah itu dalam Bahasa Arab memiliki makna Tidak Bersalah.
Tabik.
Muhammad Furqon - Dewan Redaksi Harian Momentum.
Editor: Muhammad Furqon