MOMENTUM, Bandarlampung--Buruh dari Jabodetabek yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh akan menggelar aksi unjuk rasa pada 20 Maret 2025 di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Demikian disampaikan Presiden KSPI yang juga Presiden Partai Buruh, Said Iqbal di Jakarta, Kamis 13 Maret 2025.
"Selain aksi di Kantor Kemnaker, aksi serupa juga akan dilakukan di Kantor Kurator Sritex di Semarang, Jawa Tengah, untuk memastikan pembayaran pesangon, THR, dan hak-hak lainnya," lanjut Said Iqbal.
Aksi ini dilakukan sebagai respons terhadap meningkatnya jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi tidak hanya di Sritex, tetapi juga terjadi di banyak perusahaan lain.
"Badai PHK dalam Januari - Februari 2025 telah menimpa lebih dari 60 ribu buruh kehilangan pekerjaan, 30 ribu orang diantaranya PHK karena perusahaan pailit di 15 perusahaan," lanjutnya.
Dalam aksi ini, terdapat empat tuntutan utama yang disampaikan:
Satu, mendesak Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) untuk turun tangan dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) PHK, mengingat dalam dua bulan pertama tahun 2025, jumlah buruh yang terkena PHK telah menembus 60 ribu orang.
Dua, meminta Menaker mengeluarkan anjuran tertulis terkait PHK buruh PT Sritex, yang mencakup jumlah dan waktu pembayaran pesangon serta hak-hak lainnya yang harus diberikan kepada buruh.
Tuga, menuntut Kemnaker untuk membentuk tim khusus yang turun langsung ke lapangan guna memastikan bahwa pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) benar-benar dilakukan oleh perusahaan paling lambat H-7 sebelum Lebaran.
Empat, menuntut tindakan tegas terhadap perusahaan yang melakukan kriminalisasi terhadap buruh, termasuk dugaan kriminalisasi terhadap: Ketua dan Sekretaris PUK SPEE FSPMI PT Yamaha Music Manufacturing Asia serta Pengurus dan anggota PSP SPN PT Sumber Masanda Jaya, Brebes
Aksi ini merupakan bagian dari upaya KSPI dan Partai Buruh dalam membela hak-hak buruh serta menuntut tanggung jawab pemerintah dan perusahaan dalam menghadapi gelombang PHK dan pelanggaran ketenagakerjaan. (**)
Editor: Muhammad Furqon