MOMENTUM, Bandarlampung--Belakangan ini beredar informasi tentang pengukuran ulang lahan hak guna usaha (HGU) yang dikuasai PT Sugar Group Company (SGC). Perusahaan gula terbesar di Lampung yang beroperasi di wilayah Kabupaten Tulangbawang.
Hal itu mendapat tanggapan dari Ketua Dewan Kehormatan Kamar Dagang dan Industri Daerah (Kadinda) Lampung, M Yusuf Kohar. Menurut dia, pengukuran ulang HGU ada mekanismenya dan pemerintah tiidak bisa begitu saja melakukan pengukuran ulang lahan HGU PT SGC.
Yusuf berkeyakinan, pemerintah akan mengacu pada peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. "Pengukuran ulang tidak dapat dilakukan secara sepihak atau hanya berdasarkan asumsi dan klaim yang belum teruji kebenarannya," katanya.
Dia mengungkapkan, ada dua jalur utama untuk melakukan pengukuran ulang. Pertama, atas permohonan pemegang HGU. Kedua, berdasarkan perintah putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).
“Sebagai negara hukum, segala tindakan pemerintah dan warga negara harus berlandaskan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak terkecuali dalam hal pertanahan seperti penerbitan dan pengukuran Hak Guna Usaha (HGU),” katanya, Kamis, 23 Juli 2025 di Bandarlampung.
Yusuf Kohar mengatakan keterangannya ini dalam rangka menanggapi banyaknya keterangan yang menurutnya tidak tepat dan terkesan mengabaikan undang-undang dan peraturan dan memotong hak-hak pemilik HGU.
“Tidak ada aturan pengukuran ulang atas permintaan persetujuan oleh pihak tertentu kepada pemilik HGU. Ngaco,” tegasnya.
Ia menjelaskan sertifikat HGU merupakan bukti kepemilikan hak yang sah dan diterbitkan oleh negara melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN)/Kementerian ATR. Proses penerbitan atau perpanjangannya melibatkan serangkaian prosedur yang ketat, cermat, dan berjenjang, mulai dari tingkat kabupaten, provinsi, hingga pusat.
Proses ini memakan waktu yang tidak sebentar karena memerlukan verifikasi dokumen yang lengkap serta koordinasi dengan berbagai instansi terkait.
Terkait isu pengukuran ulang lahan HGU, hukum agraria di Indonesia telah menyediakan mekanisme yang jelas. Pengukuran ulang tidak dapat dilakukan secara sepihak atau hanya berdasarkan asumsi dan klaim yang belum teruji kebenarannya.
Menurut dia, prinsip ini sangat penting untuk menjamin kepastian hukum, yang merupakan pilar utama bagi iklim investasi yang kondusif.
Jika pengukuran ulang dapat dilakukan hanya berdasarkan desakan publik atau klaim sepihak tanpa melalui proses peradilan, hal tersebut akan menciptakan ketidakpastian yang dapat merusak kepercayaan investor dan stabilitas ekonomi.
Dalam konteks HGU yang berasal dari lelang Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), aset tersebut telah melalui proses verifikasi oleh pemerintah sebelum dialihkan. Hal ini menambah lapisan legitimasi hukum atas HGU tersebut. (**)
Editor: Muhammad Furqon