MOMENTUM, Bandarlampung--Badan Nasional Narkotika Provinsi (BNNP) Lampung dikabarkan menerima suap Rp1,5 miliar.
Isu tersebut beredar setelah lima anggota Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Lampung yang tertangkap pesta narkoba dilakukan rehabilitasi rawat jalan.
Menanggapi itu, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BNNP Lampung Kombes Pol Karyoto membantah telah menerima suap. "Tidak benar itu mas," kata Karyoto kepada Harianmomentum.com, Selasa (9-9-2025).
Menurut Karyoto, BNNP telah melakukan sesuai prosedur dan proses asesmen atau rehabilitasi yang dilakukan tanpa pungutan biaya alias gratis.
"Kita sudah sesuai prosedur dan tidak ada dipungut biaya dalam pelayanan assesment maupun rehabilitasi," jelasnya.
Sebelumnya, puluhan aktivis yang tergabung dari berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM), ormas dan tokoh mendatangi kantor Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Lampung, Senin (8-9-2025).
Mereka memprotes keputusan rehabilitasi rawat jalan bagi lima oknum pengurus Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Lampung yang sebelumnya ditangkap dalam pesta narkoba, di Hotel Grand Mercure, Bandarlampung.
Aksi itu dipimpin Aliansi Anti Narkoba (AAN) Lampung yang dikoordinatori Destra Yudha, SH, MSi. Mereka menilai keputusan BNNP tidak adil dan berpotensi mencoreng integritas penegakan hukum di Lampung.
“Kami tidak datang untuk mendengar teori rehabilitasi. Pertanyaan utamanya: kenapa lima pengurus HIPMI bisa dengan mudah lolos dari jerat hukum?” tegas Destra.
Kecurigaan publik makin menguat ketika beredar isu adanya praktik suap. Ketua Gepak Lampung, Wahyudi Hasim, menyebut dugaan aliran dana Rp1,5 miliar digunakan untuk memuluskan status rehabilitasi rawat jalan tersebut.
“Kalau masyarakat kecil yang tertangkap, tidak ada istilah rehabilitasi. Tapi begitu elite HIPMI yang kena, hukum seolah bisa dinegosiasikan. Ada apa dengan BNNP Lampung?” ujarnya.
Aliansi menilai kasus ini memperlihatkan ketidakadilan yang nyata. Hukuman bagi warga biasa kerap keras. Namun terhadap kalangan pengusaha muda yang dikenal dekat dengan lingkaran kekuasaan, proses hukum justru tampak dilunakkan. (**)
Editor: Agung Darma Wijaya