MOMENTUM, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang menjerat PT Paramitra Mulia Langgeng (PML), anak usaha Sungai Budi Grup, dengan tindak pidana korporasi terkait dugaan kasus suap pengelolaan kawasan hutan di Lampung.
Plt Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengatakan saat ini penyidik masih fokus menyelesaikan perkara awal berupa dugaan suap pengelolaan kawasan hutan di wilayah PT Inhutani V yang terungkap melalui operasi tangkap tangan (OTT). Namun, tidak menutup kemungkinan penyidikan dikembangkan lebih lanjut menyasar aspek korporasi.
“Setelah perkara suap ini rampung, kita bisa naikkan ke level tindak pidana korporasi. Itu sedang kita pertimbangkan,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu 10 September 2025.
Menurut Asep, jeratan hukum terhadap korporasi dapat dilakukan apabila ditemukan bukti perusahaan dijadikan alat untuk melakukan tindak pidana korupsi, atau apabila manajemen tidak pernah membuat peraturan internal guna mencegah praktik korupsi.
“Kalau memang korporasi itu memenuhi kriteria, tentu tidak menutup kemungkinan dijadikan tersangka,” ujarnya seperti dikutip inilampungcom.
Selain itu, KPK juga membuka kemungkinan koordinasi dengan Direktorat Jenderal Pajak apabila ditemukan indikasi pelanggaran kewajiban perpajakan oleh perusahaan. “Karena kalau tidak bayar pajak, itu juga kerugian negara,” tambahnya.
Diketahui, PT PML merupakan anak perusahaan PT Sungai Budi Group yang mengelola kawasan hutan tidak hanya di Lampung, tetapi juga di sejumlah wilayah lain di Sumatera.
Diketahui, sebelumya KPK menetapkan tiga tersangka kasus dugaan suap terkait kerja sama pengelolaan kawasan hutan usai melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu, 13 Agustus 2025.
Ketiganya yakni DYR, Direktur Utama PT Inhutani V, Dj, Direktur PT Paramitra Mulia Langgeng (PML), serta Ad, staf perizinan Sungai Budi Group (SBG).
Dalam OTT tersebut, tim penyidik mengamankan barang bukti berupa uang tunai 189 ribu dolar Singapura atau sekitar Rp2,4 miliar, uang tunai Rp8,5 juta, satu unit mobil Rubicon dari rumah DYR, serta satu unit mobil Pajero dari rumah Ad.
KPK menjelaskan, kasus ini berkaitan dengan perjanjian kerja sama antara PT Inhutani V dengan PT PML untuk mengelola kawasan hutan di Lampung seluas 55.157 hektare. Kerja sama yang telah diubah pada 2018 itu diduga menjadi celah terjadinya praktik suap, termasuk pemberian sejumlah uang dan fasilitas kepada jajaran direksi Inhutani.
Sejak 2018, PT PML diketahui bermasalah dalam kewajiban membayar pajak bumi dan bangunan, dana reboisasi, serta pelaporan rutin kepada PT Inhutani V. Namun, perusahaan tetap melanjutkan kerja sama dan melakukan berbagai transaksi mencurigakan, termasuk pengeluaran dana hingga puluhan miliar rupiah yang disebut untuk kepentingan Inhutani.
Kasus ini mencuat ketika Dj diduga memberikan uang tunai dan fasilitas berupa kendaraan kepada DRY selaku Dirut Inhutani V, yang kemudian diakomodir dalam penyusunan Rencana Kerja Tahunan (RKT) 2025.
KPK menegaskan akan terus mendalami keterlibatan pihak-pihak lain dalam perkara ini, termasuk kemungkinan menjerat korporasi. “Seluruh aliran dana dan penggunaan fasilitas yang diberikan sedang kami telusuri lebih lanjut,” kata pejabat KPK di Jakarta. (**)
Editor: Muhammad Furqon