PHE OSES Buka Pintu Berkah Pelaut Tangguh

img
PELAUT TANGGUH--Proses pembuatan miniatur kapal dari bahan limbah kayu oleh nelayan binaan PT PHE OSES melalui Program Pelaut Tangguh di Kelurahan Pulau Kelapa Dua, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. FOTO: Agung DW,

MOMENTUM, Jakarta-- Hidup sebagai nelayan tidaklah mudah. Bertaruh nyawa melawan ganasnya alam. Terkadang, pundi rupiah yang diperoleh tidak sesuai dengan hasil jerih payah. Belum lagi dampak cuaca tak menentu, yang membuat mereka gagal melaut. Alhasil, para nelayan harus memutar otak agar tetap bisa menghidupi keluarga. 

Berawal dari realitas tersebut, lahirlah sebuah kisah inspiratif dari Kelurahan Pulau Kelapa II, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.

Di sana, sejumlah nelayan yang tergabung dalam Kelompok Usaha Bersama (KUB) Mancing Bahagia, justru menemukan "harta karun" di tempat yang paling tidak terduga: tumpukan limbah kayu. Bahan yang selama ini hanya dianggap sampah, mereka ubah menjadi mahakarya bernilai ekonomi tinggi. 


Kelompok itu berhasil menyulap sisa-sisa potongan kayu bekas dan puing-puing yang terdampar menjadi miniatur kapal yang sangat detail, indah dan diburu para kolektor.

Inovasi kerajinan itu bukan suatu kebetulan, melainkan buah dari upaya kolaboratif yang didukung oleh program pemberdayaan  PT Pertamina Hulu Energi Offshore South East Sumatera (PHE OSES).  Lewat Program Pelaut Tangguh,  PHE OSES berupaya memperkuat ketahanan ekonomi masyarakat pesisir di tengah tantangan yang kian berat.

Ketua KUB Mancing Bahagia Bahrudin (44) menceritakan, bagaimana perubahan tersebut terjadi.

Menurut dia, para nelayan di Pulau Kelapa II hanya berakivitas di laut untuk memenuhi kebutuhannya. Namun, cuaca tak menentu membuat nelayan tak dapat melaut.

Dilain sisi, kebutuhan masih harus tetap terpenuhi. Sehingga, Bahrudin mencoba memutar otak untuk mendapatkan tambahan penghasilan.

"Ketika tidak bisa berlayar mencari ikan karena cuaca, saya harus berpikir mencari tambahan penghasilan," kata Bahrudin beberapa waktu lalu.

Beratnya hidup sebagai nelayan bukan hanya dirasakan Bahrudin. Sebelum terbentuknya kelompok, setiap nelayan berjalan sendiri-sendiri, menghadapi masalah ekonomi secara individual.

Ide memanfaatkan limbah kayu muncul saat para anggota menyadari banyaknya sisa material yang terbuang percuma. 

Limbah yang tadinya menjadi masalah kebersihan, kini menjadi peluang bisnis.  Namun, keterbatasan alat dan kemampuan produksi menjadi kendala utama. 


Produk yang dihasilkan belum mampu memenuhi permintaan pasar yang semakin meningkat. Kondisi itu pun menginisiasi PHE OSES untuk meluncurkan Program Pelaut Tangguh.

Alhasil, berkat pendampingan yang konsisten dan bantuan mesin modern dari PHE OSES pada tahun 2024, keterampilan anggota KUB Macing Bahagia semakin tajam.

"PHE OSES tidak hanya mengajari kami cara membuat minuatur kapal dari bahan limbah kayu, tapi  kami juga mendapat pendampingan cara menjual dan mengembangkannya. Alhamdulillah ada peningkatan yang signifikan. Bahkan menghasilkan karya yang bernilai ekonomis tinggi, dan ini sangat membantu kami dan keluarga,” jelasnya.

Program itu pun berhasil mentransformasi waktu yang tadinya terbuang, menjadi produktivitas yang menghasilkan keuntungan.

Transformasi limbah kayu menjadi miniatur kapal adalah cerminan otentik dari filosofi "kreativitas tanpa batas". 

Di tangan terampil anggota KUB Mancing Bahagia, setiap potongan kayu dirakit dengan telaten, detail, dan presisi tinggi. 

Sehingga menghasilkan miniatur kapal yang tidak hanya indah sebagai pajangan, tetapi mereplikasikan bentuk asli kapal penangkap ikan. 

Kerajinan miniatur kapal itu pun mulai mendapat tempat di hati wisatawan dan kolektor. 

“Harapan kami ke depan kelompok ini bisa lebih maksimal dalam berproduksi dan terus mendapatkan pendampingan,” tuturnya.

Proses pembuatan kerajinan yang dilakukan secara kolektif juga menumbuhkan semangat gotong royong dan rasa kebersamaan yang mendalam. Anggota kelompok saling berbagi pengalaman, trik mengukir, hingga keterampilan merakit.

“Dengan adanya kelompok ini, rasa persaudaraan semakin kuat. Kita saling dukung, baik saat melaut maupun saat membuat kapal mini,” sebutnya.

Kisah sukses nelayan Kepulauan Seribu ini menjadi contoh nyata model program Corporate Social Responsibility (CSR) yang efektif dan berkelanjutan. 

PHE OSES tidak hanya berperan sebagai penyedia bantuan materi berupa mesin, peralatan atau modal. 

Mereka bertindak sebagai pendamping yang mentransformasi pola pikir masyarakat agar mandiri dan kreatif.

Pemberdayaan itu juga memberikan rasa memiliki yang tinggi terhadap keberlangsungan usaha mereka.

Head of Communication, Relations & CID PHE OSES, Indra Darmawan mengatakan, program Pelaut Tangguh bertujuan meningkatkan pendapatan nelayan, yang dilakukan melalui dua pendekatan.

"Yaitu optimalisasi tangkapan hasil laut melalui dukungan terhadap nelayan tangkap, dan menggagas sumber pendapatan alternatif," kata Indra.

Melalui program Pelaut Tangguh, PHE OSES memberikan bantuan kepada KUB Mancing Bahagia berupa mesin duplikator untuk membuat umpan kayu secara otomatis, dengan presisi dan lebih efisien. 

PHE OSES juga membangun bengkel workshop untuk mengolah dan mengkreasikan limbah-limbah kayu menjadi barang bernilai.

Selain itu, PHE OSES juga membawa Bahrudin dan anggota KUB Mancing Bahagia ke Daerah Istimewa Yogyakarta untuk melakukan studi banding. Di sana, mereka belajar tentang manajemen usaha dan penguatan kelompok.

Semangat yang ditunjukkan KUB Mancing Bahagia membuktikan bahwa pemberdayaan masyarakat pesisir dapat berjalan efektif bila dilakukan dengan hati, melibatkan keterampilan lokal, dan berfokus pada potensi yang ada. 

Nelayan yang selama ini identik dengan kesederhanaan, kini menjelma menjadi bagian tak terpisahkan dari ekonomi kreatif nasional yang potensial.

Mereka berharap hasil karya miniatur kapal mereka bisa dikenal lebih luas lagi, menjadi ikon cinderamata baru bagi Kepulauan Seribu. Terutama menjadi sumber kesejahteraan yang berkelanjutan bagi keluarga mereka.

Dari lautan ke daratan. Dari jaring ikan ke miniatur kapal. Nelayan Pulau Kelapa II telah membuktikan satu hal: kreativitas dapat lahir dari kondisi yang paling menantang. 

Di tangan mereka, limbah kayu bukan lagi sampah. Melainkan simbol harapan baru untuk masa depan yang sejahtera. (**)






Editor: Munizar





Leave a Comment

Tags Berita

Featured Videos